“Ibu dan Bapak, begini saja seandainya saya sudah menemukan Bu Sukaesih dan Pak Endang, insyaallah nanti kita bahas soal hutang,” pungkas Selina. Dia memang gadis yang baik dan cerdik. Tentu saja dia akan membantu setiap orang yang mengalami kesulitan tapi dia juga tidak mau kalau dimanfaatkan atau ditipu begitu saja oleh orang asing.Pak RT dan Bu RT pun saling lirik dan mengangguk.“Baiklah, saya minta nomor kalian,” pinta Bu RT yang langsung dijawab oleh Adam. “Ini kartu nama saya, hubungi nomor yang ada di sini aja,”Adam menyerahkan secarik kartu nama pada Bu RT. Adam terlihat lebih sopan pada Bu RT karena dia bersikap sopan pula tak seperti Pak RT.‘Wah, ternyata bukan orang biasa, pemilik lampu hias terkenal di Cianjur,’ batin Bu RT.“Tolong kabari kami jika ada kabar tentang Bu Sukaesih dan Pak Endang sesegera mungkin …” ujar Adam dengan tegas.“Apa imbalan bagi kami?” tanya Pak RT. “Apakah kalian akan membayar hutang mereka?”“Kami akan pertimbangkan hal itu …” sahut Adam sin
Adam yang memiliki sifat waspada terhadap orang asing tentu langsung bereaksi dan menangkis tangan pria itu dengan baik. Mungkin sangat baik sehingga pria yang hanya mencoba mengancam dan belum siap untuk bertarung seketika terpelanting ke belakang.Selina yang melihatnya buru-buru berlari ke arah Adam. Dia sembunyi di balik punggung sang kakak.“Aa …!” lirih Selina dengan suara yang gemetar. Dia menyesal tertinggal di belakang dan tak mendengarkan perkataan kakaknya untuk segera pulang.Ke dua pria itu menyerang Adam dan pertarungan pun terjadi. Beruntunglah Adam memiliki kemampuan bela diri yang baik. Di pesantren dia diajarkan silat sehingga dia mampu melawan ke dua orang asing itu. Namun mereka memiliki senjata sehingga dia sedikit kesulitan dan hampir beberapa kali tertusuk jika dia sedikit lengah saja.Selina melihat itu ketakutan lalu dia meraih ponselnya menelepon Arman. Namun Arman tidak mengangkat teleponnya karena suara musik yang dinyalakan di dalam mobil begitu keras sehi
“Sus, kakakku baik-baik saja kan?” tanya Selina lagi.“Doakan saja Mbak …” ucap perawat itu dengan wajah tak kalah cemas.Selina pun akhirnya mengangguk dan menunggu bersama Arman di luar ruangan IGD.“Sabar ya Selin, insyaallah Adam baik-baik saja. Dia segera dapat pertolongan insyaallah dia akan selamat,” tukas Arman berusaha menenangkan Selina. Karena usianya sudah matang, berusia kepala tiga, dia lebih tenang dalam menyikapi sesuatu. Lalu dia meraih ponselnya untuk menghubungi pesantren, Ustaz Bashor dan Ummi Sarah.“Jangan, Kang! Jangan telepon pesantren dulu!” ucap Selina tiba-tiba. Dia melarang Arman menghubungi kedua orang tuanya.“Kenapa gak boleh?” tanya Arman penasaran.“Aku takut reaksi Ummi dan Abah, Kang … mereka pasti bersedih dan shocked. Tunggu Aa Adam sadar dulu saja barulah telepon …” ucap Selina sembari menghela nafas panjang. Dia menyesal atas semua yang terjadi karena demi memenuhi keinginannya Adam malah celaka.“Ya, udah, kita tunggu dulu …” ucap Arman mengenya
Ummi Sarah buru-buru mencuci jarinya dengan air bersih dan mengobatinya dengan betadin dan membungkusnya dengan plester luka.Ceu Sari yang melihatnya terkejut. “Ummi … harusnya sama saya Ummi. Ummi istirahat saja. Masak ‘kan bagian saya …”“Gak apa-apa. Kamu juga tadi bantuin capek,”Suara telepon pun berdering. Sebenarnya yang diharapkan yang menghubunginya Adam atau Selina tetapi yang menelpon Arman. Mungkin ponsel Adam dan Selina habis baterainya, pikirnya.“Assalamualaikum, Kang Arman. Ada apa?” tanya Ummi Sarah.“Ummi, waalaikumsalam. Ummi, Adam di rumah sakit sekarang,” ucap Arman. Arman segera menghubungi Ummi Sarah karena dia sendiri merasa khawatir akan terjadi sesuatu pada Adam dan tentu dia pasti disalahkan karena tidak bisa menjaga Adam dengan baik meskipun itu kecelakaan yang tak terduga. Sebelum itu terjadi dia segera menghubungi Ummi Sarah.“Ap-pa? Kenapa Adam di rumah sakit?” cerocos Ummi Sarah.“Adam terluka tadi ada orang jahat tiba-tiba menusuk Adam,” jelas Arman.
“Astaga! Cepat cek lagi di BDRS!” pekik dokter bedah.Para perawat pun kelabakan mencari darah untuk Adam. Salah satu perawat mengabari Selina.“Pasien butuh darah AB rhesus negatif,”“Ap-pa?”“Dia kehilangan banyak darah, harus segera transfusi …”“Golongan darahku B, argh, aku bahkan tak bisa menyelamatkan nyawa kakakku,”“Golongan darah AB dengan rhesus negatif bisa menerima donor dari AB, A, B, dan O rhesus negatif. PMI terdekat stock habis,”“Aku akan mencarinya Sus. Mudah-mudahan keluarga ada yang bergolongan darah sama dengan Aa Adam,” sahut Selina.“Akang akan menghubungi teman-teman barangkali ada yang bergolongan darah sama dengan Adam,”Selina pun mengangguk.Selina pun meraih ponselnya untuk mengabari Ustaz Bashor dan Ummi Sarah, mengingat kondisi Adam dalam keadaan kritis, membutuhkan transfusi darah.Namun tanpa diduga Selina, Ustaz Bashor sudah berada di belakang Selina. Saking fokus memencet nomor telepon dia tidak mendengar suara langkah kaki ke arahnya.“Selina …” ser
Manusia hanya bisa berikhtiar dan berdoa tetapi hasil tentu Allah yang menentukan. Lantunan zikir tak pernah karam di bibir sang ustaz. Dia terus merapalkan doa dan zikir untuk kesembuhan sang putra. Begitupula dengan doa sang istri dan anak yang terus melangit dengan penuh kepasrahan.Di depan ruang operasi Ummi Sarah dan Selina duduk menanti pertolongan datang sedangkan Shiza dan Aqsa masih berada di perjalanan menuju ke sana. Sebetulnya Ummi Sarah keberatan jika harus berurusan lagi dengan keluarga Aqsa. Namun Selina berhasil membujuknya demi keselamatan Adam.Selina bersandar pada bahu sang ibu yang terus berlinangan air mata. Pantas saja sedari tadi perasaan Ummi Sarah tidak enak rupanya terjadi kontak batin dengan sang anak.“Ya ampun, Selin, ini sampai gak ngeh, kerudungmu kotor kena darah Nak. Bajumu juga. Bagaimana tadi kamu sholat dalam kondisi seperti ini?”Ummi Sarah menggelengkan kepalanya saat melihat pasmina yang dipakai Selina.Selina mengangkat kepalanya. “Ummi benar,
“Makasih sudah datang kemari Nak Aqsa dan Nak Shiza,” ucap Ustaz Bashor, menyelipkan tasbihnya ke balik jaket yang dipakainya.“Iya, Ustaz, sama-sama. Bagaimana kondisi Adam saat ini?” tanya Aqsa setelah berpikir ulang percakapan yang akan dia bahas dengan calon mertuanya yang gagal. Mungkin baru bakal calon mertua. Dia merasa rikuh gegara kejadian waktu itu. Bagaimanapun dia masih merasa bersalah dengan sikap kedua orang tuanya.“Adam mengalami luka tusuk di bagian perut dan pendarahan hebat karena ususnya terluka. Dia kekurangan darah,” jawabnya singkat.“Oh begitu. Saya turut prihatin dengan apa yang menimpa Adam. Mudah-mudah darah Shiza bisa jadi pendonor,”“Amin. Semoga saja. Soalnya meskipun saya kalau dari segi golongan darah bisa mendonorkan darah, tetapi tidak memenuhi kriteria karena saya hipertensi,”“Shiza cukup menjaga pola makan, mudah-mudahan saja bisa Ustaz,”Shiza disambut perawat dan melakukan serangkaian prosedur donor darah. Setelah dicek ulang memang benar Shiza b
“Argh aku di mana?”Adam mengedarkan pandangannya. Kepalanya masih terasa pusing efek obat bius.“Rumah sakit Mas,” ucap perawat sembari mengecek dan memantau terus tekanan darah Adam.“Ah iya aku terluka …” lirih Adam sangat pelan.“Bagaimana perasaanmu Adam?” tanya dokter bedah.“Perutku sakit,” jawab Adam sembari meringis.“Butuh beberapa bulan untuk pulih kembali. Kamu terkena luka tusuk hingga mengenai usus. Karena luka serius kamu mengalami hipovolemik dan kamu hampir kehilangan seperlima darah dalam tubuhmu sehingga kami harus mencarikanmu donor darah AB Rh negatif … golongan darah yang cukup langka …”Dokter bedah terkekeh.“Begitu Dok?”Adam melirik dengan ekor matanya pada dokter yang berada di sampingnya.“Wah, aku merepotkan ya dok,”Adam tersenyum.“Enggak. Sudah kewajiban kami menolong pasien yang sakit. Untunglah bukan golongan darah Rh-Null yang sangat langka … cuman ada di novel-novel romance…”Dokter itu terkekeh lagi.Adam yang mendengar hal itu terkekeh pelan meski