Home / Thriller / Takdir Cinta di Balik Peluru / Mencari Si Kucing Hitam (Black Cat)

Share

Mencari Si Kucing Hitam (Black Cat)

last update Last Updated: 2025-09-05 22:01:44

Dua orang pasangan remaja mengendap-endap ke dalam bangunan sebuah pabrik yang sudah tidak digunakan lagi. Motor matic mereka disembunyikan di dekat bangunan bekas pos satpam. Keduanya cekikikan sambil berjalan jinjit.

"Masih jauh?" Tanya remaja putri itu.

"Sebentar lagi, sayang! Kau lihat? Itu dia sofanya!" Jawab yang lelaki gembira.

"Tapi, aku takut!" Yang perempuan memandang berkeliling. Cahaya senter tidak bisa membuatnya merasa lega.

"Tenang saja! Ada aku!" Anak lelaki itu meyakinkan. Tak lama kemudian mereka sampai di tujuan.

Anak lelaki itu mulai menyalakan lilin yang dibawa dalam ranselnya. Lilinnya lumayan banyak untuk menerangi ruangan bekas ruang tamu di bagian depan pabrik.

"Nah, sudah cukup terang sekarang!" Kata anak lelaki itu sambil kembali mengambil sesuatu dari ranselnya. Ada kain yang dilipat rapi dia bentangkan di atas sofa.

"Ayo! Duduklah di sini!" Ajaknya pada Si Perempuan.

Anak perempuan itu menurut dan duduk di sampingnya. Anak lelaki itu mengeluarkan dua buah kaleng soda dan sebotol air mineral yang disimpan di lantai.

"Tapi Luke, kau benar-benar tidak takut di tempat seperti ini?" Tanya Anak Perempuan dengan wajah lugu itu sambil memandang berkeliling ruangan yang terbengkalai itu.

"Tenang saja Mia sayang. Aku sudah sering kemari bersama temen-temen!" Jawabnya sambil menyeruput sodanya.

"Malam-alam seperti ini juga?" Tanya Anak perempuan bernama Mia itu.

"Kami kemari sepulang sekolah, biasanya sore hari." Jawab lelaki yang bernama Luke.

Keduanya terdiam. Mia nampak gugup dan takut. Luke meliriknya. Seketika raut wajahnya berubah terbakar napsu birahi melihat Mia menggigit bibir bawahnya.

Perlahan Luke merangkul Mia. Mia yang malu-malu terkejut.

"Kau manis sekali!" Rayu Luke sambil membelai rambut pirang dan wajah Mia. Mia tersipu malu.

Luke menundukkan wajahnya. Bibirnya mencari bibir Mia dan menciumnya dengan hangat. Mulanya Mia kaku. Lama-lama ciuman Luke makin intens. Tangannya mulai bergerilnya ke leher dan payudara Mia. Luke meremasnya dengan penuh gairah. Mia memekik kaget.

"Oh Luke!" Mia matanya membelalak. Dia ingin menolak tetapi reaksi tubuhnya mengkhianatinya. Tubuhnya juga ikut menghangat oleh sentuhan pacarnya.

"Bukankah rasanya menyenangkan, sayang?" Luke nyengir sambil memainkan puting susu gadisnya.

Mia mulai mendesah. Luke yang melihat Luke mulai terbakar gairah dan tidak menolaknya, perlahan melucuti pakaian pacarnya. Mia masih saja malu-malu walau itu tidak berguna.

"Tidak perlu malu sayang. Lihatlah, aku juga sama!" Kata Luke sambil memperlihatkan tubuh atletisnya yang sudah telanjang. Mia terbelalak. Ada rasa malu karena pertama kalinya melihat laki-laki telanjang, tapi dibarengi gairah. Luke terlihat jantan dan tampan di terangi cahaya lilin. Mia sangat mengaguminya.

"Luke, Ohh Tuhan...Uuuhhh…!" Mia mendesah manja ketika tubuhnya yang polos dan terbaring dijelajahi oleh jarinya Luke.

Ketika jari Luke menyentuh kewanitaannya, Mia kembali memekik. Tetapi Luke yang sudah berpengalaman menaklukan dan meniduri adik-adik kelas yang diincarnya tidak menghiraukan. Jarinya menari-nari di organ intim gadisnya yang membasah.

"Enak sekali, kan?" Tanya Luke ketika melihat Mia menggelapar-gelepar seperti ikan kehabisan air.

"Ahh iya…! Enak sekali, tolong jangan berhenti!" Mia tak mampu bicara. Seluruh tubuhnya hanya ingin menikmati dan ingin terus merasakan kenikmatan.

"Mau yang lebih enak?" Tantang Luke memandang mata pacarnya yang sudah sayu.

Mia mengangguk.

Luke menjulurkan lidahnya menyelusuri organ intim Mia. Mia mendesah semakin cepat dan mendapatkan orgasme pertamanya. Luke kegirangan. Dalam hatinya dia berbicara.

"Akhirnya, aku bisa juga merasakan gadis perawan!" Luke yang sudah terbakar gairah memeluk tubuh Mia yang reflek melebarkan kakinya.

"Aku masukan sekarang, sayang!" Rayunya sambil mengecup bibir Mia.

Mia tidak menjawab dan hanya memeluk erat tubuh Luke.

Perlahan kejantanan Luke yang tegang dan berdiri tegak menyentuh bibir organ intim Mia. Menguak penghalangnya. Kali ini Mia benar-benar menjerit.

"Awwwww, sakit! Sudah! Aku tidak kuat, sakit sekali!" Mja hampir menangis.

"Aku akan pelan-pelan! Kau jangan tegang, Sayang! Rileks saja, biar gampang masuknya. Nanti kalau sudah masuk full, aku akan membawamu ke surga." Luke yang perayu ulung tak kehabisan akal.

Mia menurut. Luke meneruskan penetrasinya. Ketika selaput dara itu terkoyak perihnya dirasa luar biasa. Mia menangis. Luke tak menggubris. Pelukannya makin erat. Digoyangnya pinggulnya naik turun perlahan. Luke merasa kasihan juga kepada Mia yang sedang tak berdaya menahan sakitnya kehilangan keperawanan. Tapi birahinya tak mengijinkannya berhenti.

Mia yang tadinya merasa kesakitan, perlahan mulai merasakan kenikmatan. Ketika Luke memompanya, Mia mengikuti gerakan pinggulnya, ikut asyik bergoyang. Nafas keduanya memburu tak teratur. Suara-suara parau dan desah silih berganti. Hingga suatu saat Luke sudah di puncak mencapai orgasme. Keduanya memekik panjang, lalu rubuh berpelukan.

"Sempit sekali! Kamu enak sekali sayang!" Luke memuji sambil mengecup kening kekasihnya.

Tangis Mia berganti kebahagiaan. Milik pacar yang dicintainya berdenyut-denyut di dalam organ kewanitaannya. Kemudian mereka melepaskan pelukan mendinginkan tubuh.

Luke memberikan gadisnya air mineral, dia sendiri menenggak birnya.

Mia yang kelelahan meneguknya hampir setengah botol. Keduanya berpelukan sambil bersandar ke sofa. Diterangi cahaya lilin, Mia merasa malam ini sangat indah. Bahagia karena menyerahkan kesuciannya pada pria tampan yang dicintainya itu. Sudah tidak ingat dengan orang tuanya yang cemas mencarinya saat tau anak gadisnya kabur dibawa orang.

Ketika hendak bercumbu kembali, tiba-tiba terdengar suara-suara. Mia terkejut.

"Apa itu?" Tanyanya takut sambil memeluk makin erat.

"Paling juga tikus. Sudahlah tidak perlu ketakutan seperti itu!" Jawab Luke. Keduanya kembali bercumbu.

Permainan baru saja dimulai dan mereka tidak menyadari ada orang lain disana. Mia yang memejamkan mata menikmati persetubuhannya dibuat kaget, ketika membuka mata seorang pria mengawasinya dan menyeringai menyeramkan.

"Arrrghhhhhhhhhhh! Luke!" Mia berteriak panik.

Kuke yang juga terkejut menghentikan aksinya dan berbalik. Seketika itu juga benda tumpul menghantamnya. Luke pingsan. Mia menjerit-jerit ketakutan. Pria tadi memisahkan tubuhnya dengan Luke. Nyengir kegirangan melihat tubuhnya yang telanjang.

Pria itu mengeluarkan kain yang sudah ditetesi obat bius dan menungkup paksa hidung dan mulut Mia. Mia kehilangan penglihatan dan daya rasanya. Dia pun roboh. Pria itu memanggil kawannya dan menyeret tubuh keduanya.

Di bagian lain bangunan itu, tampak sekelompok orang sedang menunggu. Seorang pria berpakaian necis menunggu dengan membawa beberapa koper dan kontainer plastik. Tak lama kemudian yang mereka tunggu datang.

Sebuah mobil Van berwarna putih meluncur mulus. Berhenti di dekat mobil sedan kelompok yang sedang menunggunya. Mereka satu persatu keluar dari dalam mobil.

Dari kejauhan dua orang mengintainya dengan sebuah teropong. Keduanya memakai baju serba hitam, dilindungi oleh rompi anti peluru dan juga sepatu boot. Wajah keduanya memakai masker yang juga sama hitamnya. Mereka menelungkup ke tanah di balik semak.

"Kau tahu siapa mereka?" Tanya Adrianna..

"Dua kelompok mafia yang sedang bertransaksi!" Jawab Toni.

"Kucing hitam itu yang mana?" Tanya Adrianna lagi perlahan.

"Aku tidak tahu. Jaraknya terlalu jauh! Tidak ada yang tahu juga pria itu seperti apa." Toni menggerutu.

"Biar aku mendekat!" Ujar Adrianna siap-siap berdiri.

"Jangan macam-macam!" Toni menarik Adrianna lagi ke tempat asalnya menelungkup.

"Kau bersikeras kemari karena mendengar kalau Si Kucing Hitam ada di sini. Jadi diamlah dan jangan membahayakan dirimu!" Toni memberi peringatan.

Adrianna menurut. Malam ini mereka melaksanakan rencana tadi siang. Mengintai transaksi ilegal dan mencari seorang pria yang dijuluki Si Kucing Hitam. Pembunuh Bayaran Elit yang tidak pernah gagal menemukan dan mengeksekusi targetnya. Keduanya mencari-cari dan menebak-nebak.

Mereka yang sedang bernegosiasi mulai melangkah mendekati bangunan pabrik dan membuka rolling door.

"Tunggu disini! Aku yang akan mendekat kesana!" Toni bicara perlahan.

Adrianna mengangguk.

"Jangan kemana-mana!" Toni menegaskan sambil merangkak mendekati pagar pembatas bangunan yang tidak terlalu tinggi.

Beberapa langkah dari tempat mereka mengintai. Sepasang mata yang tajam seperti Elang mengamati gerak-geriknya dengan teliti.

"Aisshhh mengganggu saja! Siapa orang-orang bodoh ini?" Pria tinggi itu menggerutu di balik sebuah dinding.

Pria itu juga memakai pakaian serba hitam yang menutupi hampir seluruh wajahnya . Tangannya menyentuh pistol yang dibawanya.

Rencananya, pria itu akan melaksanakan tugasnya malam ini. Tetapi dua orang asing itu sepertinya menghalangi misinya.

Kembali fokusnya pada kedua orang itu. Si Pria yang bertubuh tinggi besar meninggalkan kawannya. Mengendap-endap mendekati bangunan yang dipergunakan untuk transaksi.

Kawannya sedikit tidak sabar. Dari gerak-gerik dan potongan tubuhnya, dia wanita. Dan itu membuatnya lebih kesal lagi. Tanpa suara dia mendekati wanita yang masih mengintai targetnya dan mencari keberadaan rekannya.

Tak lama kemudian terdengar jeritan yang memilukan. Cukup jelas terdengar di kesunyian malam seperti ini. Adrianna terperanjat dan tergesa berdiri. Tapi alangkah terkejutnya ketika tiba-tiba tubuhnya kembali rebah ke tanah.

"Kalau tidak mau mati, Diam! Jangan bergerak!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Takdir Cinta di Balik Peluru   Joe Mondego

    Ben menutup teleponnya. Suara yang sekian lama dirindukannya menghilang seketika.Senja berwarna jingga keemasan, menyilaukan sejauh mata memandang. Ben menghela nafasnya. Dia benar-benar jenuh dengan keadaan ini.Rumah tangganya baik-baik saja. Namun, tetap saja Ben selalu merasa ada yang kurang. Ada bagian kosong dalam hidupnya. Kehampaan yang lahir dari rasa kehilangan.Ben kehilangan dua orang yang sangat dicintainya, Adrianna dan Brian putranya. Rasa bersalah selalu menghantuinya.Ben tenggelam dalam lamunannya. Sudah jam pulang, para karyawan satu-persatu meninggalkan kantor. Ben membereskan tasnya, kemudian bergegas keluar dari kantor.Jalanan ibukota selalu macet di jam pulang kantor. Ben menghentikan mobilnya di sebuah stadion olahraga, dia membeli minuman dingin dan menikmati senja seorang diri.Dulu, tempat ini jadi tempat favoritnya Adrianna yang senang nongkrong sambil bermain bersepeda. Masa muda mereka memang menyenangkan. Sederhana, namun mengesankan. Tidak pernah memb

  • Takdir Cinta di Balik Peluru   Joe Mondego

    Ben menutup teleponnya. Suara yang sekian lama dirindukannya menghilang seketika.Senja berwarna jingga keemasan, menyilaukan sejauh mata memandang. Ben menghela nafasnya. Dia benar-benar jenuh dengan keadaan ini.Rumah tangganya baik-baik saja. Namun, tetap saja Ben selalu merasa ada yang kurang. Ada bagian kosong dalam hidupnya. Kehampaan yang lahir dari rasa kehilangan.Ben kehilangan dua orang yang sangat dicintainya, Adrianna dan Brian putranya. Rasa bersalah selalu menghantuinya.Ben tenggelam dalam lamunannya. Sudah jam pulang, para karyawan satu-persatu meninggalkan kantor. Ben membereskan tasnya, kemudian bergegas keluar dari kantor.Jalanan ibukota selalu macet di jam pulang kantor. Ben menghentikan mobilnya di sebuah stadion olahraga, dia membeli minuman dingin dan menikmati senja seorang diri.Dulu, tempat ini jadi tempat favoritnya Adrianna yang senang nongkrong sambil bermain bersepeda. Masa muda mereka memang menyenangkan. Sederhana, namun mengesankan. Tidak pernah memb

  • Takdir Cinta di Balik Peluru   Pengakuan Cinta

    Adrianna kaget ketika Ben menelepon. Matanya membelalak sempurna, mulutnya menganga. Toni yang melihatnya juga sama terkejutnya."Ya, hallo!" Adrianna gugup menyapa Ben. Matanya melirik kepada Toni yang sedang mengamatinya."Hallo Adrianna, bagaimana kabarmu?" tanya Ben. Pria itu berpura-pura tidak gugup dan berdebar, seolah-olah tidak terjadi apapun."Aku baik, ada apa kau meneleponku?" "Beberapa hari lagi aku ada keperluan ke dekat tempat tinggalmu. Aku ingin bertemu, ada yang harus kubicarakan secara langsung denganmu." kata Ben dari seberang sana.Adrianna, hatinya masih merasa marah dan kecewa pada Ben."Apa tidak bisa lewat telepon saja? Bukankah kita sepakat, bahwa kita akan bertemu ketika aku sudah menemukan Brian? tanya Adrianna. Baginya, berusaha menghindar sepertinya lebih baik untuk kebaikannya."Adrianna, jika aku bisa membicarakannya lewat telepon, maka aku tidak akan meminta bertemu denganmu." Ben menjelaskan alasannya."Euhh, baiklah. Kabari saja tempatnya jika kau su

  • Takdir Cinta di Balik Peluru   Pria Yang Tepat Untukmu

    52"Iya, aku sekarang sendirian." jawab Duncan sambil menyeruput kopinya."Wanita itu meninggalkanku. Lagi pula, sudah terlalu banyak kejahatannya yang tidak bisa lagi kutolelir. Aku tidak sanggup lagi," sahut Duncan dengan suara getir."Aku turut berduka." ujar Adrianna."Yeah, is too bad." Toni ikut berkomentar.Jay hanya diam mendengarkan. Ponselnya berbunyi Bip. Jay membaca pesan yang masuk ke ponselnya."Aku harus pergi. Nanti kukabari lagi." katanya setelah mematikan ponsel. Jay beranjak dari kursi dan mengecup kening Adrianna."Baiklah. Hati-hati!" sahut Adrianna dengan wajah penasaran. Adrianna mengantarnya ke pintu. Dalam sekejap, Jay menghilang dengan meninggalkan suara bising motor dan asap knalpot."Terima kasih atas makanannya." kata Duncan."Senang rasanya bisa makan sama-sama. Aku bosan makan sendirian terus." keluh Duncan."Ya, aku paham soal itu. Aku juga pernah seperti itu," Adrianna mengangguk."Untung ada Toni dan Sonya, jadi aku tidak kesepian. Mereka berdua sudah

  • Takdir Cinta di Balik Peluru   Demi Keamanan

    "Ya Tuhan, Sonya! Toni!" Adrianna memeluk Sonya setelah Jay menemukan mereka dan membawanya ke rumah Adrianna."Madam, hwaaaa…!" Sonya tak kuat menahan tangis."Kami baik-baik saja sekarang." Toni menenangkan dan memeluk kedua wanita yang sudah dianggapnya keluarga sendiri itu."Aku benar-benar khawatir pada kalian. Hiks hiks." Adrianna masih terisak."Sudah, sudah! Ayo, kau istirahatlah! Aku akan membuatkan makanan untuk kalian. Kalian pasti lapar!" Adrianna memandang Tonk yang terlihat kuyu dan depresi.Mereka duduk di ruang tengah, Adrianna ke dapur dan menyiapkan bahan seadanya untuk di masak. Sonya mengikutinya. Wajah gadis itu masih pucat dan muran."Kubantu!" kata Sonya walau masih dengan suara yang serak karena habis menangis."Bikin kopi saja, biar aku yang masak. Cuma sedikit, kok!" ujar Adrianna sambil memasukan wortel dan kacang polong beku ke dalam panci, disusul potongan sosis dan daging ayam."Baiklah!" Sonya lalu membuat kopi memakai mesin yang ada. Dia juga memeriksa

  • Takdir Cinta di Balik Peluru   Berbanding Terbalik

    "Tenangkan dirimu!" Jay membujuk Toni yang frustasi dengan apa yang barusan terjadi pada Sonya dan dirinya."Kubilang aku akan membunuh bajingan itu!" mata Toni nyalang."Baik, aku tidak akan menghalangi!" Jay mengangkat kedua bahunya."Sonya, bersihkan dirimu, baru kita bicara!" Jay perlahan keluar dari kamar.Toni terhenyak. Noda darah memanjang ke pintu keluar. Collin sudah menyeret mayat Bob dan juga tubuh Mark. Entah orang itu masih hidup atau tidak.Cepat-cepat Sonya masuk kamar mandi dan menguncinya. Sonya menangis meratapi nasibnya. Berkali-kali Sonya mencuci muka dan mulutnya. Sonya merasa mual ingat bagaimana dia diperlakukan sebelumnya.Sebelumnya, Jay menjalankan mobilnya sesuai dengan petunjuk GPS. Jay mengejar penculik setelah Adrianna menghubunginya berkali-kali dan mengabarkan kejadian yang menimpa Toni dan Sonya.Saat mengangkat telepon, Jay mempersilakan Adrianna untuk menceritakan semuanya. Adrianna segera menceritakan yang terjadi, mulai dari kepergian Toni dan Son

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status