Share

Pria Misterius

last update Last Updated: 2025-09-05 22:02:26

Adrianna roboh ke tanah. Tubuhnya kaku dan terasa ngilu. Sesuatu yang berat menekan punggungnya dengan keras. Rasa dingin besi yang menempel di pelipisnya membuatnya ngeri.

"Si…Siapa kau?" Tanya Adrianna dengan suara bergetar. Hening tak ada jawaban. Sesuatu menekan lehernya tepat di urat nadi. Kemudian terasa gelap, tak bisa berteriak. Membujur kaku seketika.

Kembali pria itu mengendap-endap ke arah Toni bersembunyi. Rupanya diantara kelompok itu ada yang ditugaskan berkeliling mengawasi lokasi. Cahaya senternya menyilaukan pandangan Toni. Toni berbalik hendak mencari tempat persembunyian yang lebih aman, ada pria asing menghalangi jalannya. Tanpa berkata apapun pria itu langsung menyerang Toni. Pukulan telak di tengkuknya langsung merobohkannya hingga pingsan.

"Mengacau saja!" Gerutunya.

Sinar matahari mulai menghangat. Kening Adrianna berkeringat. Tubuhnya merasa gerah oleh pakaian tebal yang dikenakannya. Perlahan kesadaranya pulih. Kepalanya masih pusing, ditambah silau oleh matahari. Adrianna melindungi matanya dengan punggung tangannya.

"Adriannaaaa!" Terdengar suara Toni memanggilnya.

Adrianna merasa agak berat untuk bangkit.

"Adrianna! Adrianna ... Adrianna!" suara itu berulang-ulang memanggilnya.

Dengan tertatih-tatih Adrianna bangkit. Tubuhnya benar-benar terasa kaku setelah semalaman rebah di tanah yang dingin.

"Aku disini!" Jawab Adrianna melambaikan tangannya.

Toni dengan langkah sempoyongan menghampirinya.

"Gila, aku mencari dari tadi!" Kata Toni terengah-engah.

"Baru siuman!" Jawab Adrianna sambil memijat-mijat keningnya.

"Aku haus!" Adrianna melanjutkan langkahnya menuju mobil yang mereka sembunyikan dekat situ.

Keduanya masuk ke dalam mobil. Keduanya melepaskan masker dan topinya masing-masing. Toni menghidupkan mesin dan membesarkan volume AC. Adrianna mengambil dua botol air dari dalam box pendingin, menyerahkan satu kepada Toni, dan membuka botol airnya sendiri. Tergesa meminumnya. Keduanya diam sambil mengingat-ngingat kejadian tadi malam.

"Kupikir aku sudah mati!" Adrianna menghela nafas.

"Kupikir juga begitu! Serangannya benar-benar telak!" Toni berdecak kagum.

"Yang menyerang kita, apa dari kelompok penjahat itu?" Tanya Adrianna.

"Sepertinya bukan! Kalau itu mereka. Kita sudah benar-benar tinggal nama!" Toni agak kaget sendiri.

"Dia orang lain. Sepertinya apa yang kita lakukan tadi malam menghalanginya!" Lanjut Toni menganalisis.

Setelah termenung sejenak tiba-tiba Adrianna membelalakan matanya.

"Apa mungkin itu Si Kucing Hitam?" Dia menatap Toni.

Toni terkejut.

"Ahhh ya! Bisa jadi dia!" Toni ingat ketika dia dilumpuhkan dalam hitungan detik. Pria itu tidak melukainya, tapi berhasil membuatnya pingsan lalu menyembunyikan tubuhnya.

"Arrghhh sialan! Dia lenyap lagi!" Adrianna mengacak-acak rambutnya kesal.

"Nanti kita bicarakan lagi!" Sahut Toni sambil melajukan kendaraan.

Sore itu Adrianna berada di rumah. Tadi siang Toni mengantarnya setelah mereka gagal dalam pengintaian. Adrianna duduk di sofa ruang tengahnya, sudah mandi dan memakai gaun tidur satin berwarna biru muda selutut. Rambutnya yang ikal sebahu berwarna caramel habis keramas dibiarkan kering dengan sendirinya. Adeianna menonton televisi dan menikmati segelas Es Kopi. Pikirannya sibuk menganalisa berbagai kejadian semalam.

Rumah kecil ini dibeli oleh Ben mantan suaminya, sebagai tunjangan perceraian. Lokasinya cukup eksklusif walau berada di tengah kota. Hanya terdiri dari dua kamar tidur dan kamar mandi, ruang santai merangkap ruang tamu kemudian dapur sekaligus ruang makan. Ruangan tambahan adalah garasi besar dan taman di halaman rumah.

Ben melengkapi rumah dengan berbagai furniture yang diproduksi oleh Perusahaannya sendiri. Tempat tidur, lemari, sofa, meja rias bahkan peralatan dapur semua sudah lengkap. Semua dengan model terbaru dengan kualitas terbaik. Rumahnya dilindungi juga oleh sistem keamanan yang baik. Adrianna hanya tinggal menempatinya saja.

Ben tidak mengabaikannya. Setiap bulan uang selalu masuk otomatis ke rekeningnya, tapi Adrianna tidak pernah benar-benar menggunakan uangnya. Hanya sekali-sekali saja dia menggunakan uang tunjangannya.

Ben sudah menikah lagi dengan putri relasi Ayahnya. Adrianna menerima dengan lapang dada, karena Adrianna juga paham, manusia menyembuhkan luka hidupnya dengan beragam cara berbeda. Dia dengan jalannya yang seperti ini, dan Ben dengan jalan yang dipilihnya, tepatnya pilihan keluarganya.

Mulanya Adeianna masih berharap suatu saat Ben kembali padanya. Tetapi ketika mengetahui kabar mengenai Ben yang memiliki bayi laki-laki lagi dari istri barunya, Adrianna menyerah dan tidak berharap lagi.

Adrianna kembali mengingat peristiwa semalam. Dia menghela nafas. Masih merasa bingung dengan apa yang terjadi. Kemudian merinding ketika teringat lolongan suara kesakitan yang menyayat hati, juga suara berat yang mengancamnya. Adrianna bergidik.

Ponselnya berbunyi. Dilihatnya panggilan dari Sonya.

"Yeah Sonya, ini aku … " Sapa Adrianna.

"Astaga, kau ini bagaimana? Baik-baik asja? Tidak ada yang luka kan? Mengapa tidak mengabariku? Aku ketakutan setengah mati? Halo, Adrianna, Bu?" Suara di seberangnya berkata-kata tanpa titik koma.

Terkadang Sonya bisa sangat cerewet. Sepertinya Sonya menunggunya dan Toni kembali ke kantor. Tapi Toni memilih langsung mengantar Adrianna pulang sehingga dia sendirian kembali ke kantor. Dan memang Sonya langsung menginterogasi Toni setelah semalaman mereka tak memberi kabar.

"Tidak apa-apa Sonya, tidak usah khawatir. Aku baik-baik saja," Adrianna menenangkan.

"Toni sudah menceritakannya padaku! Kau pasti shock bukan?" Sonya sok tahu.

"Iya benar, sedikit! Karena itu langsung pulang!" Jawab Adrianna.

"Baiklah! Istirahat dengan baik, jangan banyak pikiran dulu, yakinlah akan ada jalannya! Ehh aku lupa, besok Jadwal makan malam resmi dengan donatur!" Sonya mengabari.

"Astaga, hampir saja lupa! Untung kau mengingatkan! Terima kasih, Sonya!"

"Sudah tugasku, tidak usah berterima kasih segala. Besok Donatur utama akan datang juga!"

"Tuan Travis Sinclair?" tanya Adrianna.

"Tepat sekali!"

"Besok malam kita bertiga kesana. Aku akan menjemput kalian ke kantor jam tujuh malam."

"Baiklah! Ya sudah. Jaga dirimu, sampai besok!" Jawab Sonya.

"Ok! See Ya!" Jawab Adrianna.

Adrianna kembali memeriksa beberapa pesan di ponselnya. Lalu login ke media sosialnya. Di berandanya kembali ada pengumuman orang hilang. Adrianna meninggalkan nomor telepon Yayasan di kolom komentar.

Sambil membaca story orang lain, tiba-tiba terbersit ide. Mengumumkan pencarian Si Kucing Hitam di media sosial. Tanpa berpikir panjang Adrianna mengetik pesan di berandanya dengan huruf kapital.

"DICARI SEORANG PRIA YANG DIJULUKI  'KUCING HITAM'. JIKA BISA MEMBERI INFO AKAN MENDAPAT IMBALAN YANG PANTAS!" lalu menekan tombol upload.

Postingan itu dipajangnya di seluruh media sosialnya. Kembali Adrianna terhenyak. Dia sudah diambang putus asa. Dia sudah memutuskan menyewa Si Kucing Hitam untuk mencari bajingan yang menculik anaknya. Tidak boleh mundur lagi.

Adrianna membuka galeri photonya. Dibukanya gambar-gambar moment yang beku oleh waktu. Kenangan-kenangannya bersama Ben dan juga photo Bria , bayi kecilnya yang hilang diculik. Hatinya pedih.

Adrianna memandangi photo Brian, tak terasa air mata menetes dipipinya.

"Brian….kamu di mana, Nak! Aku sangat merindukanmu, Brian!" Adrianna menangis tersedu-sedu sambil memukul-mukul dadanya.

Sepasang mata yang tajam mengawasi Adrianna yang sedang menangis dari jauh. Jendela rumahnya belum ditutup, sepertinya Adrianna lupa. keadaan pemiliknya terlihat jelas dari luar. Untungnya situasi komplek perumahan sepi senja itu.

Pria itu mengambil beberapa gambar tanpa dicurigai. Mempelajari lokasi dan rumah Adrianna. Jika Adrianna tahu dia pasti akan segera lapor Polisi, tapi Pria itu bergerak tanpa dicurigai. Pria itu menampilkan smirk yang aneh sambil berguman sendiri.

"Gotcha! Adrianna Miller!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Takdir Cinta di Balik Peluru   Joe Mondego

    Ben menutup teleponnya. Suara yang sekian lama dirindukannya menghilang seketika.Senja berwarna jingga keemasan, menyilaukan sejauh mata memandang. Ben menghela nafasnya. Dia benar-benar jenuh dengan keadaan ini.Rumah tangganya baik-baik saja. Namun, tetap saja Ben selalu merasa ada yang kurang. Ada bagian kosong dalam hidupnya. Kehampaan yang lahir dari rasa kehilangan.Ben kehilangan dua orang yang sangat dicintainya, Adrianna dan Brian putranya. Rasa bersalah selalu menghantuinya.Ben tenggelam dalam lamunannya. Sudah jam pulang, para karyawan satu-persatu meninggalkan kantor. Ben membereskan tasnya, kemudian bergegas keluar dari kantor.Jalanan ibukota selalu macet di jam pulang kantor. Ben menghentikan mobilnya di sebuah stadion olahraga, dia membeli minuman dingin dan menikmati senja seorang diri.Dulu, tempat ini jadi tempat favoritnya Adrianna yang senang nongkrong sambil bermain bersepeda. Masa muda mereka memang menyenangkan. Sederhana, namun mengesankan. Tidak pernah memb

  • Takdir Cinta di Balik Peluru   Joe Mondego

    Ben menutup teleponnya. Suara yang sekian lama dirindukannya menghilang seketika.Senja berwarna jingga keemasan, menyilaukan sejauh mata memandang. Ben menghela nafasnya. Dia benar-benar jenuh dengan keadaan ini.Rumah tangganya baik-baik saja. Namun, tetap saja Ben selalu merasa ada yang kurang. Ada bagian kosong dalam hidupnya. Kehampaan yang lahir dari rasa kehilangan.Ben kehilangan dua orang yang sangat dicintainya, Adrianna dan Brian putranya. Rasa bersalah selalu menghantuinya.Ben tenggelam dalam lamunannya. Sudah jam pulang, para karyawan satu-persatu meninggalkan kantor. Ben membereskan tasnya, kemudian bergegas keluar dari kantor.Jalanan ibukota selalu macet di jam pulang kantor. Ben menghentikan mobilnya di sebuah stadion olahraga, dia membeli minuman dingin dan menikmati senja seorang diri.Dulu, tempat ini jadi tempat favoritnya Adrianna yang senang nongkrong sambil bermain bersepeda. Masa muda mereka memang menyenangkan. Sederhana, namun mengesankan. Tidak pernah memb

  • Takdir Cinta di Balik Peluru   Pengakuan Cinta

    Adrianna kaget ketika Ben menelepon. Matanya membelalak sempurna, mulutnya menganga. Toni yang melihatnya juga sama terkejutnya."Ya, hallo!" Adrianna gugup menyapa Ben. Matanya melirik kepada Toni yang sedang mengamatinya."Hallo Adrianna, bagaimana kabarmu?" tanya Ben. Pria itu berpura-pura tidak gugup dan berdebar, seolah-olah tidak terjadi apapun."Aku baik, ada apa kau meneleponku?" "Beberapa hari lagi aku ada keperluan ke dekat tempat tinggalmu. Aku ingin bertemu, ada yang harus kubicarakan secara langsung denganmu." kata Ben dari seberang sana.Adrianna, hatinya masih merasa marah dan kecewa pada Ben."Apa tidak bisa lewat telepon saja? Bukankah kita sepakat, bahwa kita akan bertemu ketika aku sudah menemukan Brian? tanya Adrianna. Baginya, berusaha menghindar sepertinya lebih baik untuk kebaikannya."Adrianna, jika aku bisa membicarakannya lewat telepon, maka aku tidak akan meminta bertemu denganmu." Ben menjelaskan alasannya."Euhh, baiklah. Kabari saja tempatnya jika kau su

  • Takdir Cinta di Balik Peluru   Pria Yang Tepat Untukmu

    52"Iya, aku sekarang sendirian." jawab Duncan sambil menyeruput kopinya."Wanita itu meninggalkanku. Lagi pula, sudah terlalu banyak kejahatannya yang tidak bisa lagi kutolelir. Aku tidak sanggup lagi," sahut Duncan dengan suara getir."Aku turut berduka." ujar Adrianna."Yeah, is too bad." Toni ikut berkomentar.Jay hanya diam mendengarkan. Ponselnya berbunyi Bip. Jay membaca pesan yang masuk ke ponselnya."Aku harus pergi. Nanti kukabari lagi." katanya setelah mematikan ponsel. Jay beranjak dari kursi dan mengecup kening Adrianna."Baiklah. Hati-hati!" sahut Adrianna dengan wajah penasaran. Adrianna mengantarnya ke pintu. Dalam sekejap, Jay menghilang dengan meninggalkan suara bising motor dan asap knalpot."Terima kasih atas makanannya." kata Duncan."Senang rasanya bisa makan sama-sama. Aku bosan makan sendirian terus." keluh Duncan."Ya, aku paham soal itu. Aku juga pernah seperti itu," Adrianna mengangguk."Untung ada Toni dan Sonya, jadi aku tidak kesepian. Mereka berdua sudah

  • Takdir Cinta di Balik Peluru   Demi Keamanan

    "Ya Tuhan, Sonya! Toni!" Adrianna memeluk Sonya setelah Jay menemukan mereka dan membawanya ke rumah Adrianna."Madam, hwaaaa…!" Sonya tak kuat menahan tangis."Kami baik-baik saja sekarang." Toni menenangkan dan memeluk kedua wanita yang sudah dianggapnya keluarga sendiri itu."Aku benar-benar khawatir pada kalian. Hiks hiks." Adrianna masih terisak."Sudah, sudah! Ayo, kau istirahatlah! Aku akan membuatkan makanan untuk kalian. Kalian pasti lapar!" Adrianna memandang Tonk yang terlihat kuyu dan depresi.Mereka duduk di ruang tengah, Adrianna ke dapur dan menyiapkan bahan seadanya untuk di masak. Sonya mengikutinya. Wajah gadis itu masih pucat dan muran."Kubantu!" kata Sonya walau masih dengan suara yang serak karena habis menangis."Bikin kopi saja, biar aku yang masak. Cuma sedikit, kok!" ujar Adrianna sambil memasukan wortel dan kacang polong beku ke dalam panci, disusul potongan sosis dan daging ayam."Baiklah!" Sonya lalu membuat kopi memakai mesin yang ada. Dia juga memeriksa

  • Takdir Cinta di Balik Peluru   Berbanding Terbalik

    "Tenangkan dirimu!" Jay membujuk Toni yang frustasi dengan apa yang barusan terjadi pada Sonya dan dirinya."Kubilang aku akan membunuh bajingan itu!" mata Toni nyalang."Baik, aku tidak akan menghalangi!" Jay mengangkat kedua bahunya."Sonya, bersihkan dirimu, baru kita bicara!" Jay perlahan keluar dari kamar.Toni terhenyak. Noda darah memanjang ke pintu keluar. Collin sudah menyeret mayat Bob dan juga tubuh Mark. Entah orang itu masih hidup atau tidak.Cepat-cepat Sonya masuk kamar mandi dan menguncinya. Sonya menangis meratapi nasibnya. Berkali-kali Sonya mencuci muka dan mulutnya. Sonya merasa mual ingat bagaimana dia diperlakukan sebelumnya.Sebelumnya, Jay menjalankan mobilnya sesuai dengan petunjuk GPS. Jay mengejar penculik setelah Adrianna menghubunginya berkali-kali dan mengabarkan kejadian yang menimpa Toni dan Sonya.Saat mengangkat telepon, Jay mempersilakan Adrianna untuk menceritakan semuanya. Adrianna segera menceritakan yang terjadi, mulai dari kepergian Toni dan Son

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status