Entah keajaiban apa yang saat ini terjadi. Ia terbangun, semuanya sudah terlambat. Saat ini, hanya ada suara desiran angin malam disertai suara hewan yang ikut bernyanyi seakan menangis di kesunyian malam. Dojo yang dulunya megah kini telah hancur. Tidak ada lagi suara tawa atau pelajaran berharga yang akan di ajarkan Sang guru, bahkan tidak hanya itu, teman-temannya bahkan ikut terbunuh, entah kapan itu terjadi. Satu hal yang ia tidak mengerti, bagaimana mungkin saat ini ia masih bisa bernafas. Hanya ada kesunyian yang menyesakkan saat ini, dan bayangan gurunya yang akan menghantui setiap hari di tempat tersebut.
Rasa sakit dan kepedihan menyelimutinya seperti selimut yang sangat berat. Satu-satunya suara yang ia dengar adalah detakan jantungnya yang berpacu cepat, berdegup keras dalam kesunyian yang menyakitkan. Kenangan akan senyum Shifu Yan berkelebat dalam benaknya, mengingatkannya pada pelajaran-pelajaran berharga yang selama ini diajarkan. "Kekuatan berasal dari dalam," suara Shifu bergaung di telinga Xiao Feng.
Namun, saat ini, kekuatan itu terasa sangat jauh. Dengan satu gerakan lamban, Xiao Feng mengangkat kepala dan melihat ke arah dojo yang telah hancur. Ruangan yang dulunya penuh kehidupan kini berubah menjadi puing-puing, dan bau darah masih membekas di udara. Pandangannya beralih ke tempat di mana tubuh gurunya terbaring, tak bernyawa. Tanpa ia sadari air mata mengalir tanpa henti di pipinya.
"Apa yang bisa aku lakukan?" gumamnya, suaranya tercekat. "Aku tidak bisa membiarkan ini terjadi."
Dengan susah payah, Xiao Feng berdiri, tubuhnya bergetar oleh rasa sakit dan kesedihan. Ia tahu bahwa jalan di depannya akan penuh tantangan, tetapi dia tidak bisa membiarkan kematian Shifu Yan sia-sia. Dalam hatinya, ia berjanji untuk menjadi lebih kuat, untuk mengalahkan semua yang mengambil segalanya dari dirinya. Dengan tekad yang kuat, ia berjalan menuju puing-puing dojo, mencari petunjuk tentang langkah selanjutnya.
Di antara pecahan kayu dan batu, ia menemukan pedang Shifu yang tergeletak di tanah, ia mengingat betul pedang itu sempat di arahkan kepadanya tepat ketika kematian sang guru. Tangan Xiao Feng bergetar saat ia mengangkat pedang tersebut. Senjata itu bukan hanya alat tempur; itu adalah simbol pengorbanan dan keberanian gurunya. "Aku akan mengembalikan kehormatan ini," ia berbisik, menggenggam erat pegangan pedang. "Aku akan menghancurkan Yin Mo Sect." Orang yang dia yakini bertanggung jawab atas semua kejadian ini.
Ya, Yin Mo Sect adalah salah satu pemimpin kelompok aliran sesat, bahkan gurunya pernah mengatakan hal itu. Dan harus berhati-hati, jika bertemu dengan pria tersebut. Namun siapa sangka, jika kejadian beberapa saat lalu, telah terjadi begitu cepat hingga membuat gurunya mati. Setelah berjanji, Xiao Feng melangkah keluar dari dojo yang telah hancur, Langkah kakinya begitu pasti seolah akan menghabisi siapapun yang hendak menghalangi jalannya.
Bersama dengan bintang-bintang yang bersinar redup di langit malam, dia tahu bahwa perjalanannya baru saja dimulai. Dan dalam setiap langkah yang dia ambil, ia mulai merasakan bobot tanggung jawab di bahunya begitu besar. Dia tidak hanya inging membalas dendam untuk dirinya sendiri, tetapi untuk semua orang yang telah mati.
Beberapa saat telah berlalu. Keesokan harinya, Xiao Feng memutuskan untuk meninggalkan desa tempatnya dibesarkan. Dia tahu bahwa dia harus mencari cara untuk mendapatkan kekuatan yang cukup untuk menghadapi kelompok aliran sesat. Dengan mengenakan pakaian yang tersisa dan membawa pedang Shifu dengan menggantungkan pedang tersebut kepunggungnya, ia mulai melangkah maju ke jalan yang tidak dia kenal.
Langkah demi Langkah sudah ia lalui, tanpa ia sadari perjalanan itu melelahkan, melewati hutan lebat dan pegunungan terjal. Di tengah perjalanan, dia bertemu dengan para petualang dan pendekar lain, tetapi hatinya masih berpegang pada tekad untuk membalas dendam. Dia bertanya kepada mereka tentang Yin Mo Sect salah satu pemimpin aliran sesat, tetapi semua informasi yang dia dapatkan hanyalah desas-desus tentang kekuatan mereka yang menakutkan dan kejahatan yang mereka lakukan.
Waktu berlalu dengan cepat. Suatu malam, saat beristirahat di pinggir sungai, Xiao Feng mendengar suara lembut. Dia menoleh dan melihat seorang gadis sedang bernyanyi. Suaranya bagaikan aliran air yang menenangkan, dan sejenak, semua rasa sakit dan kemarahan yang ia bawa terasa mereda. Gadis itu memiliki wajah yang bersinar, dan dalam pandangannya terdapat kedamaian yang membuatnya merasa nyaman.
"Siapa namamu?" tanya Xiao Feng, merasa tertarik oleh keindahan suara dan wajahnya.
Gadis itu menoleh serta sedikit terkejut dengan kedatangan pemuada yang tidak ia kenal sebelumnya "Gua Mei," jawab gadis itu dengan senyuman. "Apa yang membawamu ke sini, pemuda?" ujar Wanita itu, berusaha menyembunyikan rasa paniknya.
Xiao Feng terdiam sejenak. Dia tahu bahwa ini adalah kesempatan untuk berbagi sedikit tentang dirinya, meskipun beban di hatinya masih berat. "Aku... sedang mencari kekuatan untuk membalas dendam," ucapnya perlahan.
Mendengar kalimat barusan Gua Mei mengerutkan dahi, lalu menatapnya dalam-dalam. "Balas dendam hanya akan membawamu pada jalan gelap. Apakah kau yakin itu yang kau inginkan?" ujarnya Kembali, namun kali ini penuh kewaspadaan.
Xiao Feng tertegun oleh pertanyaannya sendiri. Dalam benaknya, balas dendam adalah satu-satunya tujuan. Namun, tatapan Gua Mei membuatnya merenung akan perkataanya barusan. "Aku hanya ingin melindungi orang-orang yang kucintai." Timpalnya, berusaha untuk membenarkan ucapannya itu.
Wanita itu kembali menatap pemuda yang berada didekatnya, sembari memastikan jika pemuda itu bukanlah orang jahat "Kadang, melindungi berarti menemukan cara untuk mengalahkan musuhmu tanpa membunuh," ujarnya. "Ada banyak cara untuk menang, bukan hanya melalui kekuatan." Timpal Wanita itu dengan kepastian.
Kata-kata gadis itu membekas di hati Xiao Feng. Dia menyadari bahwa meskipun tekadnya kuat, dia mungkin perlu lebih dari sekadar kekuatan untuk menghadapi apa yang akan datang. “Baiklah, aku mengerti apa maksudmu.”
Gua Mei ingin kembali menjawab, akan tetapi belum sempat ia ingin berkata, Xiao Feng terlihat sangat gelisah seolah ingin segera meninggalkan tempat tersebut. Saat mereka berbicara lebih jauh, perasaan aneh mulai tumbuh di antara mereka—sebuah ikatan yang kuat namun belum sepenuhnya dipahami oleh Xiao Feng, begitu juga dengan Wanita itu, mereka merasakan hal yang sama namun belum terucap.
Setelah berbincang beberapa saat, Xiao Feng kembali pada misinya untuk membalaskan dendam gurunya. Kehadiran Gua Mei memberinya harapan baru, membangkitkan semangat untuk tidak hanya mencari kekuatan fisik, tetapi juga kebijaksanaan dalam bertindak.
Waktu kembali berjalan sangat cepat malampun tiba tanpa mereka sadari. Mereka memutuskan untuk berpisah, Gua Mei kembali kedesanya dan Xiao Feng melanjutkan perjalanan kembali. Namun bagi Xiao Feng pertemuan itu akan selalu menjadi kenangan berharga dalam hidupnya.
Langkah demi langkah kembali ia tempuh. Saat ia melanjutkan perjalanan, dia menyimpan harapan bahwa dia tidak hanya akan menemukan kekuatan untuk melawan musuhnya, tetapi juga untuk memahami arti sebenarnya dari keberanian.
Pasukan Bendera Biru yang tadinya terpecah belah kini berdiri diam, terpaku melihat tubuh pemimpin mereka, Luo Yunhai, yang tergeletak di tanah. Namun, ketenangan itu tiba-tiba berubah menjadi keterkejutan ketika tubuh Luo Yunhai perlahan bergerak. Dengan langkah gontai, ia bangkit berdiri, darah menetes dari sudut bibirnya, tetapi matanya menyala penuh kebencian dan tekad.“Jangan pikir aku akan mati semudah itu,” suara Luo Yunhai terdengar serak namun penuh kemarahan, menggema di seluruh arena. "Aku... adalah Pelaut Bayangan Laut! Tak ada yang bisa menjatuhkanku!"Sorakan pasukan Bendera Biru kembali pecah. Mereka berteriak penuh semangat, seolah kebangkitan Luo Yunhai membakar kembali nyali mereka yang sempat memudar. Mereka mulai bergerak lagi, mengepung Xiao Feng dan Bai Ling yang kini semakin kelelahan.Xiao Feng memandang Luo Yunhai dengan tajam, napasnya memburu. "Orang ini... bagaimana dia bisa bertahan dari serangan itu?" pikirnya. Luka di tubuh Luo Yunhai memang jelas terli
Saat kekacauan pertempuran semakin memuncak dan harapan hampir hilang serta kematian kakak seperguruan Xiao Feng yang telah mengorbankan diri dari peperangan itu. Bai Ling tiba-tiba menunjuk ke arah langit, seolah melihat satu harapan yang akan segera datang. "Feng'Ge! Lihat ke atas!" serunya dengan nada bergetar.Melihat hal itu, Xiao Feng segera mendongak, melihat kearah yang sama. Di antara awan gelap dan kilat yang menyambar, muncul sosok pria yang melayang perlahan, auranya menyelimuti medan perang dengan tekanan luar biasa. Tubuhnya diselimuti kilauan hitam pekat seperti sisik naga, sementara matanya menyala tajam seperti emas cair. Rambut hitam panjangnya berkibar diterpa angin, memberi kesan seorang pendekar yang tak tertandingi."Itu... Long Yu," gumam Xiao Feng dengan nada tidak percaya.Luo Yunhai, pemimpin kelompok Bendera Biru, mengernyit, matanya menyipit penuh waspada. "Long Yu? Siapa dia?" tanyanya.Xiao Feng mengatur napasnya, masih terpaku pada pria di udara itu. "Di
Pada saat ini, pertempuran terus berlangsung dalam kekacauan yang semakin mencekam. tampak darah mengalir, membasahi tanah, mengotori pasar gelap yang kini berubah menjadi medan perang. Terdengar jelas, rintihan kesakitan bercampur dengan suara denting pedang dan teriakan para prajurit yang masih bertarung.Sementara itu Xiao Feng masih bertarung sengit melawan Luo Yunhai yang saat ini masih menunjukkan aksinya dalam sebuah peperangan. Sementara Bai Ling mulai tampak ragu dalam mengambil tindakan. Matanya melirik ke arah rekan-rekannya yang semakin terdesak, terutama Xiao Feng, ia bingung harus berbuat apa dalam kondisi seperti ini.**Di satu sisi Qing Yue sedang mengayunkan tombaknya dengan kekuatan terakhir yang ia miliki, mencoba menahan pasukan musuh yang semakin ganas. "Lin Mei! Bertahanlah!" serunya dengan napas tersengal. Namun, Lin Mei sudah sangat kelelahan, tubuhnya penuh luka, dan pedangnya bergetar lemah di tangannya, seolah ingin segera mengakhiri hidupnya, menyerah dala
Saat ini. Tekanan dari segala sisi semakin terasa berat. Pasukan Bendera Biru yang terus berdatangan seperti ombak tak berujung membuat kelompok Xiao Feng semakin terdesak. Meski mereka telah bertarung mati-matian, kelelahan mulai terlihat di wajah mereka. Napas mereka tersengal-sengal, keringat bercucuran, dan luka-luka di tubuh mulai bertambah.Tepat berada di tengah medan pertempuran, Xiao Feng masih bertahan melawan Luo Yunhai, meskipun tubuhnya sudah terasa sangat berat, karena melepaskan begitu banyak tenaga pada serangan sebelumnya. Tampak Pedang Pembalik Surga di tangannya sedikit gemetar, tetapi sorot matanya tetap tajam.Sementara itu Luo Yunhai, dengan trisula besarnya, masih berdiri di depannya seperti gunung yang tak tergoyahkan."Menyerahlah, Xiao Feng," ujar Luo Yunhai dengan suara tenang namun dingin. "Kau mungkin kuat, tapi kau sudah terlalu lelah. Kau tak akan bisa melindungi teman-temanmu. Sebentar lagi, mereka akan mati satu per satu."Mendengar kalimat itu, Xiao F
Pada saat mencoba untuk melarikan diri dari kejaran musuh. Udara malam yang dingin diwarnai suara ribuan langkah kaki yang menggema dari arah berlawanan terdengar jelas di telinga. Dari dalam kegelapan, terlihat bendera-bendera biru berkibar dengan lambang ombak yang meliuk di tengahnya. Pasukan ini bukanlah sembarang pasukan, mereka adalah kelompok Bendera Biru, yang terkenal akan kekuatan mereka di wilayah laut dan perbudakan internasional.Pemimpinnya tidak lain ialah Luo Yunhai, yang dikenal sebagai Pelaut Bayangan, ia saat ini tampak berdiri di atas bukit kecil di depan pasukannya. Tubuhnya tinggi dengan sorot mata dingin yang seperti menembus tulang, rambut hitam panjangnya berkibar tertiup angin. Ia memegang sebuah trisula besar berwarna biru keperakan, senjata yang menjadi ciri khasnya."Jadi, kau Xiao Feng," ujar Luo Yunhai dengan suara yang berat namun tajam, seperti suara ombak menghantam karang. "Kau membunuh Zhang Tianbao, menghancurkan kelompok Yu Zhi, dan kini mencoba m
Tubuh Yang Zhan telah diamankan oleh Lin Mei dan Jian Hong ke tempat yang lebih aman, meski mereka masih dikepung oleh musuh dari segala arah. Bai Ling menciptakan dinding es tebal untuk melindungi mereka sementara Qing Yue terus menyerang dengan tombaknya, matanya memerah penuh kemarahan.Namun, musuh tidak memberi mereka waktu untuk berduka. Pasukan Bendera Merah, dengan jumlah yang terus bertambah, mulai mendobrak pertahanan Bai Ling dan menyerang kembali dengan kekuatan penuh. Di tengah kekacauan itu, Xiao Feng maju ke depan, melindungi yang lain sambil menghadapi Yu Zhi, pemimpin pasukan tersebut.Yu Zhi, dengan senjata pedang berwarna hitam pekat yang bersinar dengan aura gelap, maju dengan penuh percaya diri. "Jadi, kau Xiao Feng, si pendekar yang membunuh Zhang Tianbao. Menurutku, kau tidak sehebat yang diceritakan."Xiao Feng memutar Pedang Pembalik Surga di tangannya, menatap Yu Zhi dengan dingin. "Kau akan segera tahu mengapa aku disebut seperti itu."Mereka berdua melompat