Di suatu bukit yang jauh dari perkotaan berdiri sebuah desa yang elok nan asri, di lereng bukit tersebut berdiri sebuah padepokan seni bela diri kuno, padepokan tersebut bernama padepokan Raja Malam. Penduduk desa dan para jawara padepokan Raja Malam hidup berdampingan dengan damai, mereka saling tolong menolong satu sama lain. Pada suatu ketika desa dan padepokan tersebut mengalami kerusakan yang begitu parah karena dilanda peperangan yang amat mengerikan. Dari penghuni bukit tersebut hanya 3 orang yang selamat, 2 orang dari padepokan Raja Malam dan 1 anak laki-laki remaja.
View More"Tuan Guru! Tuan Guru! Tuan Guru! dimana engkau berada tuan Guru," teriak Bajulgeni sembari menyingkirkan reruntuhan padepokan utama.
"uhuuuk! uhuuuk! aku disini bajulgeni," jawab Guru Mada sembari melambaikan tangan diantara reruntuhan padepokan."Syukurlah Tuan Guru selamat. Aku sangat senang sekali," ucap Bajulgeni sambil meneteskan air mata kepiluan.Tuan Guru Mada merupakan guru besar dari Perguruan Bela Diri Raja Malam, sedangkan Bajulgeni merupakan Asisten sekaligus murid terbaik di padepokan. Awalnya keadaan Padepokan masih baik-baik saja, sampai kemarin malam padepokan diserang oleh segerombolan orang yang tidak dikenal. Diperkirakan mereka adalah pasukan musuh yang hendak mengambil alih kekuasaan di Kerajaan Nusa."Apa sebenarnya yang telah terjadi Bajulgeni?" tanya Guru Mada."Kemarin malam ketika latihan rutin dilaksanakan tiba-tiba terdengar suara tembakan di tempat latihan. Saya yang pada waktu itu bersama Tuan Guru yang di padepokan seketika panik, dan langsung pergi ke tempat latihan sendiri, karena pada waktu itu Tuan Guru juga sedang beristirahat, saya merasa tidak enak, kalau membangunkan Tuan Guru. Ketika saya melihat tempat latihan dari gubuk pemantau alangkah terkejutnya saya ketika mendapati para murid dan guru-guru telah tergeletak di atas tanah," jawab Bajulgeni."Apa kau melihat pelakunya?" sambung Guru Mada. "Dari menara pemantau aku hanya melihat orang-orang berbadan besar yang mengenakan pakaian dari wol dan sepatu dari kulit, anehnya lagi aku tidak mendapati orang-orang itu membawa senjata, mereka hanya berbekal tangan kosong saja," ujar Bajulgeni."Setelah itu, apa yang terjadi?" tanya Guru Mada kembali."Saya sontak terkejut, karena tiba-tiba gubuk pemantau roboh karena diserang, saya yang pada waktu itu tidak mempunyai persiapan apa-apa langsung tersungkur ke tanah dan wajah, tangan, punggung, serta kaki saya dipukul habis-habisan oleh orang-orang berbadan besar tersebut," jawab Bajulgeni."Jadi mereka bermaksud meninggalkanmu dan membiarkan kamu mati secara perlahan-lahan, begitu?" Tanya Guru Mada."Tidak Tuan Guru, mereka juga melempar saya ke sungai sebelah tempat latihan. Kemudian mereka melemparkan sebuah bongkahan kayu yang lancip tepat ke arah dada saya, namun seperti biasa, saya selalu menaruh buku catatan di dalam baju, alhasil buku itu menyelamatkan nyawa saya," Jawab Bajulgeni sambil mengeluarkan sebuah buku kecil yang rusak dan sobek tidak karuan akibat terkena dorongan dari lemparan bongkahan kayu lancip."Lantas, mereka tidak curiga kalau kau masih hidup?" tanya Guru Mada keheranan. "Mungkin tidak guru dikarenakan sebelumnya tubuh saya sudah memar dan mengeluarkan banyak darah, jadi meski bongkahan kayu yang dilempar tidak mengenai saya tepat. Aliran darah yang terus keluar dari tubuh saya yang terus menggenang di sungai membuat mereka berpikir kalau saya sudah tewas," terang Bajulgeni.Setelah menceritakan hal yang dialaminya, Bajulgeni membantu Guru Mada untuk mencoba berdiri. Ia sangat berhati-hati membantu sang guru, karena ia melihat kaki sang guru memar penuh luka."Apakah Tuan Guru masih bisa berjalan?" tanya Bajulgeni dengan napasnya yang masih terengah-engah."Ya, kakiku hanya luka sedikit, tetapi tidak apa-apa, aku masih bisa berjalan," jawab Tuan Guru Mada sembari berusaha untuk menggerakkan kakinya yang terluka berat akibat tertimpa reruntuhan."Kau sudah melihat keadaan semua murid dan para guru?" tanya Guru Mada."Sudah tuan Guru, namun tidak ada yang selamat diantara mereka semua, aku sangat bersyukur karena Tuan Guru selamat, aku sudah mengumpulkan jenazah mereka di tempat latihan," Jawab Bajulgeni sambil menunjukkan dimana letak jenazah para murid dan para guru."Baiklah, kita akan mengubur mayat mereka, tapi sebelum itu kita berganti pakaian terlebih dahulu dengan pakaian bersih yang masih tersisa," Tutur Guru Mada."Siap, laksanakan!" jawab Bajulgeni.Setelah membersihkan diri, Guru Mada dan Bajulgeni menyisiri hutan menuju tempat latihan, mereka terkejut bukan main melihat banyak pohon tumbang dan hewan-hewan juga mati akibat serangan kemarin malam. Sesampainya di tempat latihan tak henti-hentinya Guru Mada menangis, melihat teman-teman seperjuangannya mati mengenaskan. Selain itu Tempat latihan yang awalnya asri sekarang menjadi lautan darah. Segera Bajulgeni membuat sebuah liang lahat yang cukup besar di tempat latihan tersebut.Irman pun segera mengambil selembar kertas kosong dan alat tulis. Ia segera memposisikan dirinya senyaman mungkin untuk menulis setiap kata dari Guru Mada. Guru Mada pun segera meneteskan air mata sebelum sempat mengatakan sesuatu. "Guru Mada! Kenapa engkau menangis?" tanya Irman keheranan. "Sudahlah nak, tidak ada apa-apa. Sebaiknya mulai kau tulis saja, aku mulai," jawab Guru Mada. "Hmm, baiklah kalau begitu," ujar Irman. Teruntuk Bagaskoro dan Bajulgeni di Kerajaan Nusa yang semoga selalu dalam lindungan Yang Maha Kuasa. Dari guru kalian, Guru Mada. "Jika surat ini sudah sampai di sisi kalian, kemungkinan nyawa guru kalian ini sudah tidak tertolong lagi. Aku tidak bermaksud membuat kalian untuk bersedih di awal kalian membaca surat ini. Aku hanya bermaksud agar kalian bisa fokus dengan pelajaran yang akan kalian terima kedepannya. Satu hal lagi yang perlu kalian ingat, ancaman untuk kalian masih ada di luar sana. Ancaman tersebut terus bertebaran mengincar kalian juga seluruh
*** Malam hari di ibukota Kahn sunyi tidak seperti biasanya. Hiruk pikuk kota yang terdengar selama dua puluh empat jam penuh seperti lenyap. Hanya suara angin yang berhembus tiada ada hentinya. Di tengah-tengah hembusan angin malam yang amat dingin sekali itu, Irman baru saja pulang kerja. Irman terkejut, akhir-akhir ini suasana di ibukota Kahn yang umumnya selalu ramai menjadi sepi. Irman mulai mengetuk pintu apartemennya, dilihatnya penjaga di depan hanya termenung. Penjaga itu seperti seorang ibu yang baru saja kehilangan seluruh anak-anaknya. "Permisi pak," sapa Irman. Penjaga itu masih saja termenung. "Permisi pak," sapa Irman untuk yang kedua kalinya. Akan tetapi, si penjaga masih saja terdiam seribu bahasa. Irman pun menarik napasnya dalam-dalam. "Permisi bapak!" Irman berteriak sekencang mungkin di dekat di penjaga. "Eh, silahkan, silahkan, silahkan," si penjaga menimpali sambil terjungkir ke belakang karena kaget. Dengan cekatan, Irman segera menolong si penjaga. "Saya m
"Tolong jelaskan secara pasti siapa sebenarnya dirimu?" tanya Arkan geram. "Tenanglah nak, aku benar-benar tidak punya niat yang buruk terhadapmu," jawab si pemilik restoran. Perlahan Arkan bisa meredam amarahnya. Ia menarik nafas dalam-dalam untuk mengendalikan dirinya. "Nah, begitu kan lebih baik," ucap si pemilik restoran."Sekarang aku minta penjelasan dari anda tuan," ujar Arkan. "Sebelum menjawab pertanyaanmu itu, aku ingin menanyakan satu hal. Ini bukan hal yang berat. Ini sesuatu yang santai tapi, aku harap kau serius," ucap si pemilik restoran. "Apa yang ingin kau tanyakan?" tanya Arkan keheranan. "Kira-kira berapa umurku saat ini?" ucap si pemilik restoran. Mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh si pemilik restoran membuat Arkan seketika tertawa terpingkal-pingkal."Eh! Hahahaha, hahahahaha, apa kau tidak salah bertanya?" sahut Arkan sembari tertawa. "Seperti yang ku katakan sebelumnya, ini adalah pertanyaan yang santai dan terkesan sepele. Akan tetapi, kau tadi sudah me
*** Seiring berjalannya waktu, Arkan dan Singh mulai menjadi teman akrab. Hanya beberapa hari berpatroli bersama, kedua bocah itu sudah dekat seperti keluarga. Tidak ada tanda-tanda Singh yang curiga dengan penyamaran yang dilakukan oleh Arkan. Singh hanya tau, teman patroli barunya bernama Raka yang sebenarnya adalah seorang penyusup bernama Arkan. "Singh, kita hendak ke mana lagi sekarang?" tanya Arkan. "Hmmm, sepertinya aku lupa menjelaskan di awal. Jadi, selain kita harus bergantian berpatroli sama seperti murid lainnya, ada tugas lainnya yang dikhususkan untuk kita berdua. Nanti, aku akan menjelaskan lebih lanjut tentang tugas yang harus kau emban," jawab Singh. "Aku ada satu pertanyaan lagi," ucap Arkan. "Silahkan, tanyakan saja. Selagi aku mampu menjawab, aku akan menjawabnya," balas Singh mempersilahkan. "Beberapa waktu lalu ketika aku sedang berjaga dan kau tertidur, ada beberapa orang memakai setelan berwarna hitam legam menemui Joe. Kelihatannya mereka sedang berbicara
Setelah berbicara cukup panjang, Wei Fang mengalami sesak nafas yang luar biasa. Seluruh prajurit Bayangan Singa yang ada di sekelilingnya hanya bisa terpana, sambil tak sadar meneteskan air mata. Begitu pula dengan prajurit Naga Langit yang ada, mereka mulai merasa iba terhadap keadaan yang menimpa pasukan Bayangan Singa. Dari kejauhan nampak Batakhu yang meronta-ronta menahan sakit menghampiri Wei Fang. "Master! Master! Anda tidak apa-apa kan?" ucap Batakhu dengan penuh gelisah. "Batakhu, nak. Kau masih selamat, syukurlah. Aku punya satu permintaan kepadamu, uhuk... uhuk...," ucap Wei Fang sambil menahan tekanan darah yang terus keluar. "Permintaan! Apa maksudmu Master!? Aku yakin kau akan baik-baik saja. Perang telah usai! Biarkan kami Pasukan Bayangan Singa sebagai pihak yang kalah untuk mundur! Atau kalian bisa menawan kami sebagai budak!" teriak Batakhu. "Nak, uhuk... uhuk..., sudahlah. Aku ingin kau membeberkan seluruh rencana kita. Aku sudah tidak bisa banyak bicara. Ku harap
"Xi Zhang, apa kau berpikir bahwa Qing Ho melakukan semua ini dengan terpaksa?" tanya si prajurit. "Aku tidak dapat menyimpulkan seperti itu. Intinya, dia tidak akan pernah menyesali apapun yang telah diperbuatnya. Satu hal lagi, sebenarnya, Qing Ho juga telah memberi ku sebuah isyarat. Dia seperti memberiku aba-aba kalau dia adalah seorang penyusup. Mungkin, ini agak aneh, tapi itulah yang kurasakan," ujar Xi Zhang. "Dia memberimu aba-aba seperti itu. Berarti secara tidak langsung, dia memang berniat untuk mencegah ayahnya, agar gagal menaklukkan Padepokan Naga Langit?" tanya si prajurit. "Kemungkinan seperti itu, aku juga baru sadar kalau dia punya kedekatan seperti itu dengan Wei Fang yang keparat. Jadi, seperti ini ya takdir berjalan. Huuu," ucap Xi Zhang sembari menghembuskan nafas pelan. Di saat si prajurit dan Xi Zhang sedang enak mengobrol dan bersembunyi. Tiba-tiba, terdengar sebuah hantaman keras dan udara menjadi penuh dengan bumbungan asap. Master Li Mo dan Wei Fang yang
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments