"Kampret lo, Al. Nyesel gue dan gue pastikan ini terakhir kalinya gue nerima ajakan lo," ucap Widya menatap Almera sengit, dengan tangan yang bersedekap dada. Setelah ke taman tadi, Almera mengajak dia berkeliling di lantai dua dan dengan teganya, Almera meninggalkan dia di lorong yang terdapat banyak ruangan. Almera bilang bahwa di ruangan yang paling ujung itu tempat aksesoris dan dengan semangat dia berjalan masuk. Namun ternyata dia ditipu, karena ruangan itu hanya sebuah kamar yang berisi ranjang dan lemari. Baru kali ini dia menyesali hobinya yang pengoleksi aksesoris, bahkan dia melupakan sifat jahil Almera yang sudah tingkat dewa.
"Haha yakin ini yang terakhir? Kalau gue ajak ke mall gimana?" tanya Almera menggoda Widya. Menurutnya, menjahili orang itu sangat seru apalagi sampai menangis. Seperti Widya tadi, padahal dia bersembunyi di salah satu kamar yang tidak jauh dari tempat Widya. Awalnya, dia memantau Widya dari lubang intip yang ada di pintu
Almera menghentikan pukulan tangannya di meja saat mendengar suara seseorang. Matanya mengerjap mencoba mengumpulkan kesadarannya, takut jika suara itu bukan suara manusia."Almera."Mata Almera langsung melotot sempurna, bulu kuduknya meremang. Kenapa dia bisa tahu namanya?"Ampun, Mbah. Saya minta maaf kalau ganggu, tetapi kalau mau marah ke Romeo aja ya, Mbah. Karena dia yang membuat saya kesal jadi saya mukul meja. Kalau mau dibawa juga enggak papa kok, Mbah," ucap Almera memejamkan mata dengan tangan yang ditadahkan."Buka mata kamu! Saya bukan mbah seperti yang kamu sebut tadi."Dahi Almera mengernyit, dia merasa familiar Dengan suara datar ini. Dengan cepat Almera menolehkan kepalanya ke belakang, seketika raut wajahnya berubah canggung. Ternyata yang berbicara adalah Romeo dan sekarang berdiri dengan menatap dia tajam."Hehe, Bapak. Ngapain berdiri disitu, Pak?" tanya Almera asal."Ngapain kamu disini?" tanya Romeo tanpa menja
"Kamu pikir saya mau? Tidak, meskipun kamu mau bersujud di kaki saya sekalipun, saya tidak akan pernah meninggalkan kekasih saya," tekan Romeo dengan suara yang semakin dingin. Memangnya Almera siapa? Sampai berani menyuruh dia untuk meninggalkan sang kekasih. Kalau mau belajar jadi istri yang baik, ya belajar saja sendiri. Kenapa mengajak dia?"Saya memang menyuruh Bapak untuk meninggalkan perempuan itu, tetapi jika untuk bersujud memohon di kaki Bapak, saya tidak sudi. Memangnya apa ada jaminan, kalau Bapak akan benar-benar meninggalkan perempuan itu?" tanya Almera dengan suara datar dan tangan yang mengusap air matanya kasar. Dikhianati seorang pacar memang sakit, tetapi dikhianati oleh suami jauh lebih sakit. Semua orang pasti menginginkan pernikahan satu kali seumur hidup, sama seperti dirinya. Namun, jika sudah seperti ini, apa pernikahannya akan bertahan lama? Sedangkan salah satunya ada yang memiliki kekasih. Dia pikir, Romeo cuek dan tidak mau mem
"Almera!" teriak Romeo dari atas tangga.Dengan cepat Almera berlari menuju asal suara, dia takut kalau Romeo keceplosan marah-marah dan pada akhirnya orang tua mereka tahu tentang apa yang sebenarnya terjadi. Di dalam hati dia tidak berhenti menggerutu, padahal ada handphone kenapa harus berteriak?"Ayo!" ajak Almera ketika sudah sampai di depan Romeo dan menarik tangannya paksa, membawanya kembali ke lantai atas."Ada apa?" tanya Romeo datar, dia mengelap bekas tangan Almera di bajunya.Almera yang melihatnya hanya bisa tersenyum miris di dalam hati. Sampai segitunya Romeo tidak mau dia sentuh? Padahal dia cuma memegang tangannya, tetapi sudah dilap. Apalagi kalau dia peluk, mungkin bukan cuma dilap, tetapi langsung mandi."Bapak, kenapa teriak? Di bawah ada kedua orang tua kita," ucap Almera memberi tahu dengan suara yang begitu pelan, takut kalau orang tuanya mendengar.
Teriakan Romeo yang tiba-tiba, sukses membuat para orang tua terperanjat kaget. Bahkan, Almera yang berada di sebelahnya pun merasa jantungnya akan lepas."Kamu kenapa sih, Rom?" tanya Mama Lala jengkel."Almera gigit itunya Romeo, Ma," jawab Romeo jujur dengan wajah datarnya.Sedangkan Almera yang masih berada di dalam dekapan Romeo, sontak melebarkan matanya sempurna. Apa-apaan Romeo ini, kenapa terlalu jujur? Perlahan wajahnya memerah malu, pasti para orang tua berpikir yang tidak-tidak. Dia merutuki kelakuannya sendiri yang bisa-bisanya menggigit puting Romeo. Namun, dia juga merutuki mulut Romeo yang terlalu lemes, kenapa harus jujur sih?"Itu apa, Rom?" tanya Bunda Tina mengerutkan keningnya bingung, tetapi dengan cepat disenggol oleh Ayah Grisham. Memberi kode supaya tidak menanyakan hal itu."Apa sih, Pa?" tanya Bunda Tina menatap Ayah Grisham kesal, kemudian kembali mengalihkan pandangannya kepada dua sejoli pemilik rumah ini, siapa lagi k
"Jangan samakan saya dan kamu, kita berbeda," sahut Romeo penuh penekanan di setiap katanya.Mendengar kalimat yang dilontarkan Romeo, Almera sontak menyemburkan tawanya. Menurutnya, itu adalah kalimat lucu yang baru pertama kali dia dengar. Sedangkan Romeo, dia menaikkan sebelah alisnya dengan raut yang tampak kebingungan. Kenapa Almera tertawa sampai seperti itu?"Kamu gila?" tanya Romeo seraya melangkahkan kakinya ke samping kiri, menjaga jarak dengan Almera yang tawanya semakin keras. Bahkan sekarang sudah merebahkan tubuhnya, dengan tangan yang memukul lantai.Merasa perutnya sakit, Almera berusaha menghentikan tawanya. Namun, belum lima detik dia terdiam, tawanya kembali pecah."Ha ha ha Bapak tanya saya gila?" tanya Almera dengan sedikit tawa di depan kalimatnya."Iya, saya gila." Perlahan Almera bangkit dari posisi tidurnya dan berdiri berhadapan dengan Romeo yang masih terdiam. "Gila karena mempunyai suami seperti, Bapak!" desis Almera men
Sedangkan di depan pintu rumah Almera, terdapat Widya dan Amel yang terus menekan bel. Bahkan mereka sesekali mengetuk pintu diiringi dengan teriakan.Merasa lelah berteriak, Widya berjalan mendekati jendela dan berusaha mengintip. Namun sayang, kordennya begitu tebal hingga membuat dia tidak bisa melihat keadaan di dalam."Mungkin Al enggak ada di rumah, Wid," celetuk Amel seraya mendudukkan dirinya di kursi. Sudah hampir 20 menit mereka seperti ini, tetapi tetap saja tidak ada yang menyahut apalagi keluar."Huft, padahal gue kangen tau. Pengen kita bertiga kumpul seperti dulu, girls time gitu," sahut Widya lesu, lalu ikut mendudukkan diri di kursi sebelah Amel. Dia kembali melihat ke arah pintu yang tertutup rapat, berharap Almera membukakan pintu. Dia tahu kalau hidup Almera sudah tidak sebebas dulu, tetapi dia benar-benar merindukan sahabatnya itu. Bahkan, sekarang mereka sudah jarang berkomunikasi."Gue juga kangen, tetapi mau gimana lagi. Almera sud
Widya sedikit melirik ke arah Amel yang sudah duduk dengan tangan menutupi separuh wajahnya. Dia menaikkan sebelah alisnya, merasa heran dengan tingkah sahabatnya itu. Tidak mau memikirkan lebih dalam, dia kembali memfokuskan pandangannya ke dua sejoli yang baru saja keluar dari toko kosmetik."Wid, duduk!" titah Amel dengan suara pelan. Rasa malu itu masih dia rasakan, seolah seluruh pasang mata masih memperhatikannya dengan intens. Tubuhnya terasa kaku apalagi di bagian leher, hingga membuat kepalanya sulit untuk menoleh."Apa?" tanya Widya tanpa menoleh ke arah Amel."Duduk!" titah Amel menarik tangan Widya pelan.Widya berdecak sebal, tetapi tidak urung dia juga mengikuti perintah Amel. "Dasar pengganggu!""Ish, lo memangnya enggak tau, kalau kita jadi pusat perhatian?" tanya Amel yang tidak terima dibilang pengganggu. Niat dia 'kan baik, yaitu menyelamatkan sahabatnya dari rasa malu karena menjadi pusat perhatian. Bukannya berterima kasih, jus
"Siapa?" tanya Almera mencoba biasa saja ditengah suaranya yang gemetar menahan tangis."Siapa, Pak?" Almera mengulang pertanyaannya, karena Romeo tidak kunjung menjawab. Hanya terdiam dengan pandangan datar, seraya merangkul mesra perempuan di sampingnya. Hal yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya, Romeo datang bersama perempuan lain. Dia sudah mencoba berfikir positif, siapa tahu perempuan itu hanya rekan kerjanya. Namun, semuanya terhempas setelah melihat posisi mereka yang terbilang cukup mesra."Pacar," jawab Romeo enteng. Lalu, dengan santainya dia melangkah melewati Almera yang terdiam kaku. Tangannya memeluk pinggang sang pacar dengan posesif, membawanya menuju ruang tamu.Sakit, itu lah yang saat ini Almera rasakan. Kenapa Romeo setega ini, sampai membawa kekasihnya datang ke rumah? Mengetahui Romeo memiliki kekasih saja dia sudah tidak terima, hatinya sakit dan sesak. Apalagi sekarang yang dengan santainya, membawanya ke rumah mereka berdua. Rumah