Di sebuah ruangan berwarna abu-abu, terdapat seorang pria yang berdiri di dekat jendela. Romeo, pria yang dulunya bertubuh kekar kini semakin kurus. Rambut-rambut halus mulai tumbuh di sekitar dagunya. Bahkan kumisnya sudah tebal seperti bapak-bapak yang ada di warung kopi.
Dengan tangan yang berada di saku celana, Romeo menatap kosong langit malam yang penuh bintang. Sudah pukul sepuluh malam, tetapi matanya enggan terpejam. Padahal besok pagi ada rapat penting.
Ingatannya kembali berputar pada kejadian beberapa bulan lalu. Di saat Almera masih di sini dan dia melukainya seenak hati. Perasaan bencinya kepada Almera telah melebur menjadi penyesalan. Penyesalan yang sangat dalam.
"Bahkan sampai saat ini pun saya belum bisa nemuin kamu," ujar Romeo tersenyum kecut.
Hidup memang selalu berputar. Jika dulu nama Almera tidak pernah ada di pikirannya, maka sekarang tiada hari tanpa memikirkan perempuan itu. Semakin memikirkan maka semakin dalam dan besar pu
Halo, apa kabar? Semoga sehat selalu....
Hidup Almera terasa berhenti saat mendengar bahwa dia akan dijodohkan.Almera kira perjodohan itu hanya ada di jaman dulu, jaman Siti Nurbaya. Namun, apalah daya dirinya yang hidup di jaman modern ini harus merasakan yang namanya perjodohan. Seperti orang yang tidak laku saja.Hei, dia ini cantik, perjalanan pun masih panjang. Bahkan, banyak angan dan cita-cita yang belum dia raih. Ingin rasanya dia mencari tahu siapa pencetus pertama tentang perjodohan, mengesalkan sekali."Bun, Al enggak mau," ucap Almera berusaha menolak keinginan orang tuanya."Apa kamu tidak ingin melihat kami bahagia, Nak?"Almera menghela napas, selalu kalimat itu yang terucap. Dia juga ingin membahagiakan orang tuanya, tetapi apa harus dengan cara seperti ini?"Nak," panggil Grisham - Ayah Almera menatap penuh harap ke arah dirinya.Kenapa takdir menempatkan dirinya di situasi seperti ini? Ini tidak adil baginya. Berusaha menolak pun me
"BUN, AL BERANGKAT!" teriak Almera seraya berlari kencang menuju mobilnya berada.Dengan kecepatan penuh Almera menjalankan mobilnya. Dia sudah terlambat, ini semua karena menonton drakor sampai lupa waktu."Duh, kenapa macet sih," gumam Almera seraya memperhatikan kendaraan di hadapannya yang sama sekali tidak bergerak."Sudah hampir jam 7 lagi." Almera terus melihat jam yang ada di pergelangan tangannya.Almera melihat sekeliling, matanya langsung berbinar saat melihat ojek. Dengan cepat dia mengambil tasnya."Pak, ke UNJ," ucap Almera menepuk pundak Bapak ojek."Baik, Neng," jawab Bapak ojek dengan senang hati. Lumayan pagi-pagi sudah mendapat rezeki.Setelah memakai helm, Almera segera menaiki motor. Tidak peduli meskipun rambutnya akan berantakan, dia sudah tidak ada waktu lagi."Pak, lebih cepat ya," pinta Almera karena jam pelajaran
Widya melotot kaget kala mengingat sesuatu. Dengan panik dia berlari melewati Almera.Melihat sahabatnya berlari dengan wajah panik, mau tidak mau Almera segera menyusul dengan wajah yang tidak kalah panik.Mereka berdua berlari menuju lantai atas, tanpa menghiraukan mahasiswi lain yang menatap mereka aneh."Lo kenapa lari?" tanya Widya setelah sampai di depan kelas."Gue ngikutin lo," jawab Almera dengan raut wajah polos."Ya ampun, Al. Lo sebenarnya kenapa sih? Dari tadi bikin gue mau ketawa terus," ucap Widya yang tidak habis pikir dengan tingkah sahabatnya pagi ini."Lo gila kal-"Tunggu, ini mereka sedang berada di depan kelas yang kondisi pintunya tertutup rapat. Yang berarti mereka sudah telat mengikuti mata pelajaran pagi ini. Duh, apakah tidak cukup kesialannya pagi ini?"Wid," panggil Almera menatap lurus pada pintu yang tertutup
Mendengar ada yang menyapanya Almera menoleh. Wajahnya langsung cerah, senyumnya mengembang sempurna. Menambah kadar kecantikan yang dimiliki Almera."Hai juga, Rel," sahut Almera dengan semangat. Siapa yang tidak senang jika didatangi oleh Farrel Abdillah, seorang mahasiswa yang terkenal akan ketampanan dan kecerdasannya."Gue gabung boleh?" tanya Farrel meminta izin kepada mereka bertiga.Dengan cepat Almera mengangguk. "Boleh dong.""Jangan terlalu antusias. Lo harus sok jual mahal gitu," bisik Widya kesal."Enggak bisa, dia idaman banget," sahut Almera yang juga berbisik, namun bisa didengar oleh kedua sahabatnya. Widya dan Amel kompak memutar bola matanya malas. Dasar Almera, ada yang tampan sedikit langsung seperti cacing kepanasan."Gimana kuliah hari ini, Al?" tanya Farrel tersenyum manis."Alhamdulillah, lancar," jawab Almera dengan nada yang sangat lembut.Widya dan Amel pura-pura muntah. Lebay sekali sahabatnya
Almera terpaku pada kertas yang tertempel di kaca bagian depan mobilnya. Rasa kesal yang tadinya sudah penuh semakin meluap-luap. Dia yakin bahwa yang menulis ini adalah bapak ojek yang tadi pagi."Waspada, jika ada yang bertemu dengan mobil ini segeralah pergi. Jangan sampai saudara-saudara ojek saya bertemu dengan pemilik mobil ini. Karena dia kurang waras," gumam Almera membaca tulisan yang tertera."Dasar bapak ojek sinting," umpat Almera menyobek kertas tersebut hingga menjadi kecil-kecil.Dengan napas yang masih memburu Almera memasuki mobilnya. Dia ingin cepat sampai di rumah, mungkin dengan berendam akan membuat tubuh dan pikirannya lebih rileks. Sungguh, hari ini sangat menguras emosinya. Untung saja jalan siang ini lumayan lenggang, jadi dia bisa cepat sampai di rumahnya dengan selamat. Jika tidak, sudah pasti dia akan menabrak seluruh kendaraan yang menghalangi jalannya.Almera memasuki rumah tanpa berkata apa pun. Dia terlalu malas untuk
Pagi hari, Almera beserta kedua orang tuanya sedang menikmati sarapan pagi dengan tenang. Mereka makan begitu santai, tidak seperti pagi-pagi sebelumnya yang selalu terkejar oleh waktu."Al, hari ini ada rencana mau kemana?" tanya Ayah Grisham yang sudah menyelesaikan makannya."Enggak ada rencana, Yah." Almera menatap Ayahnya heran, tumben sekali."Sebentar lagi kita ngobrol-ngobrol di ruang tamu yuk," ajak Bunda Tina.Almera menatap Ayah dan Bundanya bergantian. Kenapa sikap kedua orang tuanya berbeda, perasaannya mendadak tidak enak. Ada semut dibalik gula nih, batin Almera."Enggak, Al ada urusan," tolak Almera. Kebetulan sekali dia harus menyelesaikan urusannya dengan bapak menyebalkan itu, jadi bisa dibuat alasan."Kita ngobrol-ngobrol dulu aja yuk. Bunda sudah buatkan kue coklat kesukaan kamu loh," bujuk Bunda Tina dengan wajah memelas.Alm
"Ada apa ini?" Suara bariton membelah kerumunan.Almera menoleh. Dia kenal dengan seseorang itu. "Kak, lo kerja disini?" tanya Almera.Semua yang menyaksikan menjadi terkejut, terutama Chili. Dia sudah ketar-ketir takut jika Almera melaporkan perbuatannya."Iya, Dek. Kenapa?" tanya seseorang mengelus rambut Almera. Dia adalah Rizky Putra Rimata - kekasih Widya. Mereka sudah menjalin hubungan hampir satu tahun. Bahkan Rizky sudah menganggap Almera seperti adiknya sendiri."Sebagai apa?" tanya Almera penasaran. Siapa tahu dengan jabatan Kak Rizky bisa membantu dia menyelesaikan urusannya dengan Chili. Bukannya dia tidak mampu mengatasi sendiri, tetapi dia kesini ingin menemui bapak Romeo. Jika dia meladeni, bisa panjang urusannya dan itu akan menghambat urusan dia."Sekertaris ceo," jawab Rizky.Almera mengangguk mengerti, boleh juga. Almera melihat ke arah Chili yang wajahnya sudah pucat pasi. Di dalam hati Almera tersenyum miring, cuma
"Pak, buka pintunya!" teriak Almera memukul pintu besi yang tertutup."Kamu bersihkan ruangan itu." Suara Romeo dari luar pintu.Almera memperhatikan sekelilingnya, ternyata ini gudang. Terlihat dari banyaknya barang yang sudah tidak terpakai, sampai banyak yang berdebu. Almera bergidik, jadi dia harus membersihkan ini semua? Di rumahnya saja dia tidak pernah memasuki gudang apalagi membersihkannya. Sedangkan disini dia mendadak jadi office girl."Pak," panggil Almera, tetapi tidak ada sahutan dari luar. Itu tandanya bapak Romeo sudah pergi. Sekarang hanya ada dirinya sendiri disini."Sialan banget itu bapak. Sudah disuruh bersihkan gudang, eh dikunci juga," gerutu Almera berjalan mengambil sapu yang berada di pojok, sebelah lemari.Almera mulai menyapu lantai gudang yang sudah tidak terlihat lagi warnanya, saking banyaknya debu yang menempel. Karena ingin segera selesai dan pulang, Almera melakukan pekerjaannya dengan semangat.Hachim!