Share

Bekerja dengan mantan

"Hugo, jaga Daddy yah-" 

"Rossie, Daddy udah seperti baby saja ya. Sampai kamu harus menitipkan kepada Hugo seperti itu." Alexander terkekeh ketika mendengar percakapan Rossie dan Hugo di kursi yang tidak jauh dari ranjangnya. 

"Itu karena Daddy suka berbohong sama Rossie," ujar Rossie. Kemudian tatapannya beralih kepada Hugo. "Hugo, please perhatikan Daddy, jangan hanya bersenang-senang saja." 

Hugo mengernyitkan dahinya kemudian mencubit hidung Rossie dengan keras. "Aku juga menjaga Daddy! Jangan asal ya." 

"Sakit!" pekik Rossie sambil mengelus pipinya. 

Melihat kedua anaknya bertengkar kecil, Alexander terkekeh. Ia seperti melihat adegan beberapa puluh tahun yang lalu. Terkadang rindu akan kebersamaan yang dihabiskan bertiga. Waktu yang sekarang terasa langka. Well, itu karena kesibukan Rossie sebagai model dan Hugo yang sedang merintis perusahaan baru mereka. 

"Rossie." Suara bariton Edric terdengar muncul dari balik pintu. 

Wanita berambut blonde itu mendengkus kesal ketika melihat presensi Edric, teringat bagaimana cara pria itu bercumbu dengan seorang jalang di klub malam. 

"Edric, kamu sudah datang?" Alexander menoleh ke arah Edric sembari menyunggingkan senyuman. 

"Yes, Dad. Daddy gimana keadaannya? Sudah membaik?" tanya Edric sambil berjalan mendekat. 

"Sudah lebih baik," jawab Alexander singkat. 

Rossie melipat kedua tangannya di depan dada. Ekspresi kesal yang tersirat di wajah tidak bisa ditutupi dari pandangan Hugo. 

"Are you okay?" tanya Hugo berbisik. "Kamu sedang marahan sama Edric?" 

"Bukan urusan kamu Hugo." Rossie beranjak dari tempatnya berpijak dan mendekati Alexander. "Daddy, Rossie balik Beverly dulu ya." 

Alexander mengangguk dan memberikan pelukan perpisahan kepada Rossie. "Take care, Honey."

Tanpa memperdulikan Edric, Rossie melenggang berjalan menuju keluar ruangan. Di mana tidak lama kemudian suara sepatu yang beradu dengan lantai mendekati Rossie dengan langkah terburu-buru. 

"Babe!" panggil Edric. 

Rossie terus berjalan tanpa memperdulikan panggilan dari Edric. Hingga tangannya ditarik oleh tangan Edric kuat-kuat. 

"Tunggu," seru Edric. 

Rossie berusaha melepaskan cekalan tangan dari Edric dan berteriak, "Edric lepasin! Sakit!" 

“Aku minta maaf soal kejadian kemarin, really sorry. Aku sama sekali tidak ada hubungan dengan jalang itu, aku hanya bermain-main saja. Trust me.” Edric melepaskan genggamannya sembari memberikan penjelasan kepada Rossie. 

“Main-main?” Rossie menghela napas kasar. Bagaimana bisa Edric main-main dengan mencium wanita lain. Permainan macam apa itu?

“Aku janji, nggak akan ulangi perbuatan itu lagi. Promise, please Babe maafin aku.” Meraih kembali kedua tangan Rossie dan menggenggamnya erat. Kedua mata Edric menyorot lurus-lurus ke arah Rossie. 

Rossie yang masih bergeming langsung ditarik ke dalam pelukan Edric begitu saja. Lengan kukuh Edric mengusap lembut kepala Rossie dan berbisik lirih, “Maafkan aku, janji tidak akan terulang lagi. Really sorry, Babe.” 

Entah mengapa lidah Rossie seperti kaku apabila di depan Edric, bukankah seharusnya ini adalah waktu yang tepat untuk mengakhiri hubungan? Ah, entahlah. 

Masih dengan wajah yang kesal, Rossie mengikuti langkah Edric menuju ke dalam mobil. Mereka harus bergegas kembali ke Beverly Hills dan menempuh perjalanan sekitar 14 jam dari Milan. Edric akan membawa Rossie terbang dengan pesawat pribadinya. Well, pria itu memang sudah terbiasa pergi kemana pun dengan pesawat atau helikopter pribadi untuk menjaga privasi sebagai pemilik kasino di beberapa negara besar. 

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Rossie membuntuti Edric dan berjalan menuju ke dalam pesawat. Ia kemudian menjatuhkan tubuh pada kursi berbahan kulit sintesis untuk meregangkan otot-otot tubuh. Setelah tiba di Beverly Hills, Rossie sudah harus melakukan pekerjaan lagi. Ia terikat kontrak dengan salah satu perusahaan perhiasan besar yang berdomisili di California. Perusahaan tersebut membuat kantor baru di Beverly Hills untuk memperbesar jangkauan bisnisnya. 

Rossie merebahkan punggung pada sandaran kursi. Sementara Edric yang duduk di kursi yang lain tengah sibuk dengan tabletnya. Well, pria dengan brewok tipis itu sibuk berkutat dengan bisnis yang akhir-akhir ini mengalami masalah. 

Kedua mata Rossie tertarik pada beberapa majalah yang tergeletak di meja depannya. Ia menarik satu majalah yang berada di tengah dan mendapati potret Chan tercetak di sampul.

Salah satu alis Rossie terangkat ketika membaca judul di sampul tersebut. 

'Pewaris tunggal Hwang Jewelry terus membuat inovasi baru dan berambisi untuk memperbesar bisnisnya.' 

Rossie membaca kalimat demi kalimat yang menuliskan kehebatan Chan dalam berbisnis. Ia tidak menyangka jika mantan kekasihnya itu sekarang sudah menjadi CEO sekaligus pewaris tunggal perusahaan perhiasan terkenal milik keluarganya. Seingat Rossie, Chan sejak dulu tidak mau menangani bisnis keluarga. Well, ternyata pikiran Chan sekarang sudah berubah. 

"Jadi, aku akan bekerja sama dengan Chan? Aku pikir bisnis itu akan diserahka kepada orang lain." Rossie bergumam lirih. 

Ah, lagipula Rossie hanya akan menjadi talent model di photoshoot produk baru Hwang Jewelry, bukan sebagai brand ambassador. Sehingga sudah dipastikan tidak akan bisa bertemu dengan Chan. Well, masa lalu biarlah menjadi masa lalu. 

Setelah membaca artikel mengenai Chan, Rossie terlelap hingga tanpa sadar sudah tiba di Beverly Hills. Anakan rambut yang tumbuh di sekitar bibir Edric terasa menusuk kulit Rossie ketika kekasihnya itu menjatuhkan kecupan di sana. 

Rossie membuka kedua mata perlahan dan mendapati wajah Edric tersenyum lebar di depannya. “Welcome.”

“Sudah sampai?”Rossie menggeliat pelan dan tiba-tiba tubuhnya digendong ala bridal oleh Edric. “Edric! Apa yang kamu lakukan?” pekiknya. 

“Membawamu ke dalam mobil,” ucap Edric santai. 

Seorang anak buah Edric membukakan pintu mobil untuk sang tuan. Edric pun segera menjatuhkan tubuh Rossie di kursi penumpang. 

Pukulan kecil dijatuhkan oleh Rossie di bahu Edric. Pria itu terkadang memang bisa bersikap sangat manis, tetapi tidak jangan bersikap menyebalkan. 

Tanpa memprotes tindakan Rossie, Edric memajukan tubuhnya dan memberikan kecupan dalam di bibir Rossie. Awalnya Rossie mengelak, tetapi tangan Edric merengkuh tengkuk dan menahan kepala Rossie agar tidak menghindar. Hisapan dalam dari bibir Edric tidak bisa terelakkan lagi, diikuti lidah pria tersebut yang berselancar di dalam mulut Rossie. 

“Aku sangat merindukanmu,” ucap Edric di sela-sela kecupannya. 

Perlahan, Rossie mendorong tubuh Edric dan menghentikan ciuman panas tersebut. Ia juga membenarkan letak kausnya yang naik karena ulah Edric. “Aku harus bekerja setelah ini.”

“Sebenarnya kamu tidak perlu bekerja, apakah aku kurang mencukupi semua kebutuhanmu?” tanya Edric.

“Aku harus bekerja, kamu tahu ‘kan fashion show is my life,” jawab Rossie. 

Edric tidak membantah. Ia meraih ponsel Rossie dan memeriksa sambungan GPS di dalamnya. Well, Edric selalu memantau kegiatan Rossie melalui ponselnya. Ia bisa mengetahui kemana Rossie menghabiskan waktu seharian. Apakah benar bekerja atau pergi ke suatu tempat. Bahkan, Edric mengetahui siapa orang yang bersama dengan sang kekasih. Pria itu meminta salah satu anak buahnya untuk mengamati Rossie. Sehingga saat bisnis Edric mengalami masalah, Rossie merasa mendapatkan udara segar. Karena seluruh anak buah Edric ikut bersama sang tuan. 

“Ah...andaikan aku bisa mendapatkan kebebasan lagi sebentar lagi,” batin Rossie sambil melirik pada Edric yang tengah memperbarui sambungan GPS pada ponsel Rossie. 

“Ini.” Edric mengembalikan ponsel Rossie. “Sekarang kita mulai dari awal lagi, ya. Aku tidak akan mengulangi perbuatan kemarin. Kamu juga tidak boleh berhubungan dengan pria manapun selain aku.” 

Rossie menyeringai. “Well, selama ini bukankah kamu selalu menaruh anak buah untuk mengawasiku diam-diam? Apakah aku terlihat macam-macam?” 

“Tidak, kamu adalah wanita yang sangat setia,” ucap Edric kembali memberikan kecupan di puncak kepala Rossie. 

“Untuk itu, bisakah kamu berhenti memata-mataiku, Edric? Bukankah hubungan itu harus ada rasa saling percaya?” ujar Rossie. “Aku akan memaafkanmu, tetapi dengan satu syarat.”

Edric melirik ke arah Rossie dan menunggu ucapan selanjutnya dari bibir ranum milik sang kekasih. 

“Berhenti meminta anak buahmu untuk mengikutiku. Aku juga butuh privasi dengan teman-temanku Edric. Lagipula kamu juga sudah mengenal circle persahabatanku, aku selalu pergi bersama Catherine dan Amber,” tandas Rossie. 

“Baiklah,” jawab Edric pasrah. 

***

Rossie berjalan terburu-buru menuju ke ruang pemotretan. Namun, langkahnya terhenti ketika tersadar jika belum berganti baju sejak berangkat dari Milan. Ia pun mengendus kedua bagian ketiak yang tidak menguarkan aroma asam. Well, Rossie bukanlah wanita yang mempunyai masalah pada bau badan. Meskipun begitu, ia berniat untuk berganti pakaian agar tetap terasa nyaman. 

Kedua mata Rossie berkeliling ke sekitar, kemudian menemukan sebuah ruangan pemotretan lainnya yang kosong. Ia pun berjalan menuju ke salah satu ruang ganti dan mengeluarkan satu stel baju dari dalam tas. 

Setelah melepaskan pakaian, Rossie berusaha meraih zipper yang berada di bagian belakang tubuhnya namun ternyata tersangkut. 

“Ah, Sial!” pekik Rossie kesal. Ia kemudian keluar dari ruang ganti dan mencari cermin yang biasanya terpasang di luar ruang ganti. Benar saja, ada sebuah cermin besar yang dipersiapkan untuk para model sebelum memulai pemotretan. 

Dengan susah payah Rossie melirik pantulan tubuh bagian belakangnya sembari menarik zipper yang masih sukar untuk digerakkan. “Ah ternyata susah.”

Menghentikkan sebentar usahanya, kemudian menyugar rambut yang dibiarkan terurai agar tidak menghalangi. Namun, tiba-tiba sepasang tangan menyentuh bagian punggung Rossie yang terekspos dan meloloskan zipper yang sempat tersangkut. 

“Thanks-” Ucapan Rossie terhenti ketika melihat pantulan seorang pria dari cermin. “Chan?” 

TO BE CONTINUED….

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status