Elvira terbangun saat jam menunjukkan pukul enam. Ia memandang sekelilingnya dan teringat atas benda menyerupai batang kenikmatan lelaki yang semalam ia telah coba.“Hmmm..., Ternyata benda ini bikin gue terlelap kayak orang mati. Untungnya ini hari Sabtu, jadi gue kagak perlu terburu-buru kayak orang dikejar setan. Kira-kira semalam ada yang ketuk pintuku nggak yaa..? Tapi kok aneh yaa.., pagi ini juga nggak ada yang ketuk pintu kamar gue,” Elvira bermonolog seraya meraih mainan kepuasannya dan meletakan pada laci meja rias.Usai mencuci wajah dan merapikan dirinya, Elvira pun berjalan menuju pintu kamarnya dan keluar kamar.Dilihat olehnya Gilang masih tertidur meringkuk di sofa ruang keluarga. Sedangkan penghuni lainnya tidak dilihatnya. Kemudian, Elvira pun berjalan menuju dapur untuk membuat secangkir kopi. Setelah itu, Elvira pun membuka pintu ruang tamu dan meletakan kopinya di sebuah meja depan teras. Lalu, ia pun terduduk dengan memandang ke arah depan rumah itu.Saat ia
Sesampai di rumah Aprilia, Elvira langsung menemui mamanya yang sedang berada di dapur dan tengah memasak makanan kesukaan dari ketiga anaknya. Aprilia adalah seorang istri yang baik dan seorang ibu yang luar biasa. Dia selalu membuat makanan kesukaan ketiga anaknya tanpa merasa lelah. “Mama, kok sibuk-sibuk gini sih..., Vira malah nggak bawa apa-apa nih,” peluk Elvira erat pada tubuh sang mama yang baru disadarinya kian kurus. “Mama kurusan yaa...,” tutur Elvira mencium pipi Aprilia. Aprilia tak menanggapi apa yang dikatakan putrinya. Ia hanya berjalan kearah lemari pendingin dan mengambil sebuah kotak lalu menyerahkan pada putrinya. “Ini puding coklatnya udah bisa dimakan. Tadi Mama liat ada bahan-bahan yang bisa diolah, makanya tadi nyuruh si mbok untuk ambil daun pandan untuk pewanginya,” urai Aprilia mengatakan hal yang dilakukan saat membuat puding coklat kesukaan Elvira. Diambilnya puding tersebut dari tangan Aprilia. Lalu, diraihnya sendok pada tempat cucian piring dan Elv
“Kak Vira..., Kak...,” Amelia membangunkan Vira yang terlelap tidur usai menangis dalam kesendirian.Dengan memicingkan matanya, Elvira tersenyum kecil kala dilihat Amelia berada disisi tempat tidur memegang tangannya. Lalu, Elvira bangun dari tidurnya dan bersandar pada tempat tidur sang mama.“Gimana kabarmu..., Kata mama udah 1 bulan lebih juga kamu nggak ke rumah mama?” tanya Elvira mengusap kasar wajahnya.Amelia mengangguk perlahan, terlihat wajah Amelia tak sebahagia seperti biasanya, dan Elvira yang sangat mengenal sifat adiknya yang periang pun, memegang tangan Amelia.“Apa ada masalah? Kenapa wajahmu keliatan sedih seperti itu?” tanya Elvira menatap dalam wajah Amelia.“Selamat ya Kak..., Akhirnya kakak akan jadi mama juga,” peluk Amelia tanpa ingin menjawab pertanyaan Elvira.“Kak, ayo kita makan, aku udah lapar. Kata mama kakak mau makan buah, itu tadi mbok Darmi udah kupasan buah-buahnya. Yuk, makan dulu.., kasian bayinya pasti lapar,” ajak Amelia meraih tangan Elvi
Melihat kondisi Aprilia yang shock atas apa yang di katakan putri bungsunya, membuat Elvira pun meminta pertolongan pada pembantu di rumah itu. “Mbok Darmi..., Mbok...! Tolong...!” teriak Elvira sejadinya melihat Aprilia kesakitan pada bagian dadanya dan keringat sebesar biji jagung keluar dari pori-porinya. “Ya Allah..! Ibu..., Ibuuu...!” Darmi panik melihat kondisi Aprilia saat telah sampai di kamar sang majikan. Sementara Amelia hanya menangis dan meminta maaf terus menerus pada Aprilia. Kemudian, dengan air mata bercucuran Elvira meminta Darmi untuk memanggil Ikhsan, sopir pribadi Aprilia. “Mbok..., Tolong panggil Pak Ikhsan untuk bantu bawa mama ke mobil. Kami akan ke Rumah Sakit,” pinta Elvira dengan air mata yang terus mengalir. Secepat kilat Darmi berlari keluar kamar dan memanggil Ikhsan. Tak berapa lama Ikhsan pun telah masuk ke kamar Aprilia, dan mereka bersama-sama menggotong tubuh Aprilia yang kini berada diantara sadar dan tak sadar ke dalam mobil untuk dibawa ke Rum
Elvira kali ini ditemani oleh Ervan, adik lelakinya yang telah hadir ke Rumah Sakit pada saat pulang kerja. Lelaki yang kini telah mempunyai seorang anak dan bekerja di sebuah Bank Swasta memiliki istri yang juga hanya sebagai ibu rumah tangga.Tepat pukul enam sore, Elvira di panggil oleh seorang perawat.“Keluarga Aprilia...,” panggil seorang perawat yang keluar dari dalam ruang ICU.“Ya...,” sahut Elvira dan Ervan bersamaan serta berjalan menghampiri perawat tersebut.“Bu, Pak.., saya ingin sampaikan, kalau kondisi Ibu Aprilia sudah melewati masa kritis. Jadi kami akan observasi kembali satu sampai dua hari. Jika memungkinkan, maka Dokter Nathan tadi menyatakan akan melakukan tindakan operasi,” urai perawat tersebut.“Syukurlah..., Terima kasih ya Allah. Terima kasih Suster. Apa bisa kami tinggal dulu? Soalnya kami akan mandi dan nanti salah satu dari kami akan menunggu di depan ruang ICU,” pinta Elvira dengan mata bengkaknya dan kabut menutupi netranya.“Ya silakan. Juga pas
Mobil yang membawa Elvira pun sampai tepat di depan pagar rumah Gilang. Ikhsan yang melihat Elvira tertidur pulas membangunkan anak majikannya.“Non Vira, Non...,” panggilnya berulang kali.Dengan mengerjap-ngerjapkan matanya, Elvira pun terdiam sesaat, mengusap wajahnya dan memperbaiki rambut dan pakaiannya. Lalu, wanita cantik itu berpamitan pada Ikhsan seraya memberikan uang ala kadarnya.“Makasih Pak Ikhsan, ini untuk beli minum di jalan. Hati-hati ya Pak.”“Non Vira, jangan seperti ini. Keadaan ibu April lagi sulit. Saya nggak mau ter...”“Terimalah Pak..., Anggap aja saya naik taxi. Juga seharusnya bapak udah pulang ke rumah. Maaf Pak, jadi merepotkan,” imbuh Elvira seolah enggan keluar dari mobil itu dengan berbicara pada Ikhsan.“Non Vira jangan minta maaf seperti itu. Almarhum pak Eka, papa Non Vira orangnya sangat baik sekali. Makanya saya ingin membalas budi dengan tetap bekerja di rumah bu April,” tutur Ikhsan yang sudah bekerja cukup lama sejak Elvira masih SD. Kare
Seperti biasa, sekitar jam 6 pagi Elvira terbangun dari tidurnya. Ia pun langsung berjalan ke dapur dan melakukan kegiatan di pagi ini seperti biasanya dengan membuatkan sarapan. Saat ia tengah asyik memasak, terdengar Gempita menyapanya. “Pagi Kak.” “Pagi,” jawab Elvira menoleh dan tersenyum memandang ke arah Gempita. Gempita sangat terkejut kala melihat mata Elvira sembab. Maka, gadis muda itu mendekati dan memastikan sembab mata Elvira dari dekat. “Kak Vira habis nangis ya?” tanya Gempita memegang tangan Elvira. Dimana ia terakhir kali melihat Elvira di pagi hari saat hendak ke rumah orang tuanya. Elvira pun menganggukkan kepalanya. Lalu, Gempita yang penasaran atas sembabnya mata Elvira kembali menanyakan penyebab ia menangis. “Kak, apa ada masalah? Ngomong dong Kak, siapa tau aku bisa bantu,” tanya Gempita menatap raut wajah Elvira yang penuh kesedihan. “Sehabis masak, nanti aku cerita,” janji Elvira. Namun, karena Gempita merasa ada hal besar yang membuat Elvira menangis,
Gempita yang sudah selama dua minggu ini ikut dalam group “Bad Girl” pada sebuah situs dewasa, akhirnya mencari mangsa Om-Om senang dalam situs dewasa tersebut dengan syarat yang membuat pemakaiannya aman, karena lelaki hidung belangnya diharuskan memiliki surat kesehatan dan bebas dari Aid, ketika ia masih menemani Elvira di Rumah Sakit.Sekitar dua puluh menit kemudian, Gempita pun dapat order dari seorang pria berusia 48 tahun, warna Indonesia campuran. Hal itu terlihat dari wajah yang dikirimkan lewat pesan Online usai mereka saling berkenalan. Kemudian, Gempita pun mengirimkan pesan pada Elvira yang tengah berbicara dengan Amelia. [Pesan masuk Gempita : Kak, ini udah dapat tamu. Gimana kakak mau ambil?]Elvira yang langsung membaca pesan masuk kala terdengar nada bip pun memandang ke arah Gempita dan membalas pesan tersebut.[Pesan keluar Elvira : Boleh, Gempi. Tapi nggak kenapa ya? Soalnya kan, tampilan wajah di photo kamu kan, beda]Sedetik kemudian, Gempita langsung menj