Home / Pendekar / Tarian Pemikat Serigala / Bab 6. KABAR BURUK

Share

Bab 6. KABAR BURUK

Author: Siti Auliya
last update Last Updated: 2023-09-07 11:30:59

Semboja menghentikan langkahnya dan melihat pemuda asing itu. Dia tidak percaya jika Mardawa mengenal Intan.

"Apa? Kamu kenal dengannya?" tanya Semboja.

Pemuda itu menggeleng. Semboja tambah tidak mengerti dengan perkataan Mardawa tadi. Apa maksud pemuda itu bercerita tentang Intan.

"Lalu …." Kalimat Semboja menggantung.

"Dia semalam terbunuh."

Lemas lutut Semboja mendengarnya. Kaget sekaligus tidak percaya dengan ucapan pemuda di depannya.

"Jangan berkata sembarangan!" Semboja mendelik. Dia marah dengan ucapan Mardawa yang dikiranya bercanda. Cepat-cepat dia berjalan mendahului pemuda itu. Dadanya gemuruh dengan bermacam-macam perasaan. Gadis itu tidak percaya dengan apa yang dikabarkan Mardawa.

"Dia tewas dibunuh binatang buas." Mardawa meyakinkan sambil menjejeri langkah gadis tersebut. Pemuda itu bahkan sampai berlari kecil karena Semboja gesit berjalan cepat.

"A … apa?" Dengan terbata-bata Semboja bertanya. Terbayang olehnya wajah Intan yang cantik. Dirinya begitu mengagumi sosok temannya itu. Perangainya bagus halus budi bahasa. "Di mana Kakang melihatnya?"

Mau tidak mau Semboja harus percaya dengan berita ini. Terlihat gadis itu mencubit lengannya. Rupanya dia berusaha meyakinkan jika dirinya tidak sedang bermimpi.

Mardawa diam sejenak. Dia memikirkan kata-kata yang akan diucapkannya. Sementara Semboja terlihat lemas setelah mendengar kabar buruk tersebut. Air matanya luruh di pipinya yang mulus.

"Katakan! Apa yang terjadi padanya?" tanya Semboja lagi. Tanpa sadar gadis itu memegang lengan Cawistra. Kabar itu sangat memukul perasaannya.

"Dia … dia … kejadiannya sangat cepat. Kami tidak tahu persis pelakunya, hanya dugaan saja jika itu binatang buas …." Mardawa lalu menceritakan semua yang diketahuinya saat tadi melihat jasad Intan. Suaranya tergagap karena grogi dengan pegangan tangan gadis itu di lengannya. Sumpah, baru sekarang dirinya dipegang seorang gadis.

"Ah … maaf," desis Semboja lirih begitu sadar. Cepat-cepat dia melepaskan tangannya, mukanya merah karena malu.. Gadis itu menunduk.

Sambil menyeringai Mardawa mengusap-usap tangannya yang tadi dipegang Semboja. Tidak lupa dia menanyakan seseorang yang mengharuskan Mardawa mencari sosok Sari Semboja alias gadis di depannya itu.

"Siapa?" tanya Sari. Gadis itu penasaran mengapa dirinya terlibat dalam dalam kematian Intan. Tidak banyak yang diketahuinya tentang urusan pribadi Intan.

"Aku tidak sempat bertanya namanya, dia tukang kendang saat pertunjukan kemarin." Mardawa menjawab sambil menatap wajah Sari. Remang-remang cahaya bulan membiaskan wajah pucat gadis tersebut.

"Kang Bano? Apa yang dia katakan?" Semboja bertanya setengah berbisik. Takut ada seseorang yang lain di sekitar mereka.

"Disuruh mencarimu, dia bilang kamu tahu sesuatu." Mardawa menjawab sambil diam-diam dirinya waspada. Ada sesuatu yang dirasakan pemuda itu. Mardawa merasa ada aura lain di sekitarnya.

"Kamu mau apa?!" seru Semboja kaget. Dia mundur saat Mardawa tiba-tiba berdiri di hadapannya. Gadis itu mundur, menjauh dari tangan Mardawa yang menyentuh badannya. Rupanya Sari salah paham. Dorongan tangan Mardawa diartikan lain olehnya.

"Ssst." Mardawa meletakan tangannya di bibirnya. Dia cepat berbalik mengokohkan kuda-kuda. Matanya liar menatap kiri-kanan.

Semboja terdiam. Rasa takut merayapi hatinya. Matanya ikut liar mengawasi sekitar. Rimbunan pohon tidak luput dari pandangannya. Gadis itu mengerti jika bahaya tengah mengintai mereka.

"Hey! Siapa di sana?” seru Mardawa bertanya. Pemuda itu dengan cepat memburu sebuah bayangan yang berkelebat dari balik pohon. Bayangan itu melompat di antara dahan-dahan pohon. Mardawa bingung jika mengejar orang tersebut maka Sari akan sendirian dalam bahaya. Akhirnya pemuda itu membiarkan orang asing itu lolos.

“Siapa, Kang?” tanya Sari dengan gemetar. Gadis itu selalu ketakutan jika melihat pertarungan.

“Entahlah, sepertinya dia seorang perempuan.” Mardawa menjawab sambil memandang ke arah orang tadi menghilang.

“Apa? Dia seorang perempuan?” tanya Sari keheranan. Di antara sekian banyak jawara belum pernah terdengar ada seorang jawara perempuan di desanya.

Mardawa yang hendak mengejar pengintip tadi kembali ke samping Sari Semboja. Dia menggamit lengan gadis tersebut untuk segera meninggalkan tempat tersebut.

“Ayo Sari! Kita harus secepatnya pergi dari sini!” ajak Mardawa. Pemuda itu meraih tangan Sari. Gadis itu hanya mengangguk sambil bergegas mengikuti langkah kekasihnya.

Tap tap tap!

Tiba-tiba terlihat kelebatan orang berlari dengan cepat. Ia tidak menyerang Mardawa, tapi terus berlari mengejar perempuan tadi. Sesaat Mardawa dan Sari terkesiap, mereka terkejut dengan sambaran angin yang tiba-tiba. Mardawa dengan sigap berdiri di depan Sari melindungi gadis tersebut.

“Siapa, Kang?” tanya Sari. Gadis itu memegang tangan Mardawa erat-erat, wajahnya mendadak pucat.

“Entahlah, Akang tidak tahu. Sepertinya mereka saling kejar dengan pendekar wanita tadi,” jawab Mardawa sambil tetap waspada.

Sari melepaskan pegangan tangannya setelah dirasa cukup aman. Mereka berjalan cepat-cepat menuju rumah Sari.

"Sampai sini saja rumahku sudah dekat. Terima kasih." Semboja cepat-cepat berlalu sebelum Mardawa sempat berkata. Gadis itu ingin secepatnya sampai di rumah. Kabar yang didengarnya barusan sangat memukul perasaannya.

Mardawa garuk-garuk kepala melihat Semboja berlalu. Sebenarnya hatinya masih ingat ingin lebih lama dengan gadis tersebut. Sambil tertawa masam dia pun berkelebat dan menghilang dalam kegelapan.

Mardawa cepat-cepat berlari dan menghilang ke arah hutan. Ada yang harus diselidikinya, dia harus secepatnya sampai di tempat tujuan.

Mardawa mengawasi sekitarnya dengan jeli. Dia yakin mereka berlari ke arah hutan ini, dia sudah berlari sangat cepat tadi. Mengandalkan jurus Kolebat Layung, sebuah jurus andalan meringankan tubuh agar bisa bergerak secepat angin. Tidak ada pergerakan apa pun, bahkan daun pada pohon-pohon pun terdiam.

“Siapakah mereka? Aku tidak mengenalnya. Sepertinya mereka bukan pendekar dari Tanah Jawa.” Mardawa mengetuk-ngetuk batang kayu lapuk tempatnya duduk. Membayangkan sosok mereka yang tadi sekelebatan dilihatnya.

Pendekar wanita yang dilihatnya tadi sekilas berperawakan mirip dengan Sari. Mengingat gadis tersebut membuat pemuda ingat satu hal.

"Aaah sialan! Aku sampai lupa bertanya tentang ucapan Intan sebelum tewas." Mardawa menepuk keningnya. “Sedang apakah Sari sekarang? Pasti langsung tidur.” Bertanya sendiri dijawab sendiri. Mardawa tersenyum sendiri teringat senyum manis Sari. Gadis cantik dari kampung Jatiwarna itu telah berhasil mencuri hatinya. "Ada-ada saja." Mardawa menggerutu karena menyukai Semboja. Tangannya mengusap bekas pegangan tangan gadis itu yang masih saja terasa olehnya.

**

"Uuuh, cape sekali,” keluh Sari. Dia menghempaskan badannya ke tempat tidur. Matanya nyalang memandang langit-langit kamar. Gadis itu tersipu saat bayangan Mardawa melintas.

"Berani sekali kamu hadir di pikiranku, Pemuda Asing!" Semboja menepis ingatannya tentang Mardawa. Hatinya tidak ingin berharap tentang sesuatu yang mustahil. Dirinya tidak mengenal siapa pemuda itu, hanya kebetulan saja pernah bertemu beberapa kali.

Langit-langit kamarnya menayangkan episode lainnya. Wajah lelaki tua melintas, kembali terngiang kata-kata Pranata saat dirinya tengah menari tadi.

“Menikahlah denganku, Cantik!” kata Pranata saat itu. Semboja tersenyum sinis mengingatnya. Bergidik dan muak dirasa gadis tersebut.

"Dasar tua bangka tak tahu diri!" umpat gadis itu lagi. "Intan … siapa yang tega membunuhnya?" Ingatannya kembali ke sosok sahabatnya.

Semboja tersentak saat teringat sesuatu. Tiba-tiba memorinya melayang ke sosok tinggi ramping nan cantik. Terbayang kembali senyum gadis tersebut. Matanya mengembun teringat semua kenangan dengan Intan. Dia duduk sambil memeluk lutut.

"Menjadi seorang ronggeng tidak seindah saat kita di panggung, Sari," ujar Intan saat dirinya menyatakan ketertarikannya tentang dunia malam dulu.

"Aku sudah lama berlatih. Semua rintangan yang nanti menghadang di perjalanan aku siap hadapi," jawab Semboja waktu itu. Sesungguhnya dia belum mengerti dengan sisi gelap seorang ronggeng. Mereka yang dipuja di atas panggung tapi nyawanya seakan-akan tidak berharga.

"Ada seseorang yang mengintai kehidupan para ronggeng. Entah apa maksudnya? Aku sedang berusaha untuk menyelidikinya." Ucapan Intan masih terngiang di telinga Semboja.

"Aku tidak mengerti," sahut Semboja waktu itu.

"Nanti jika penyelidikanku sudah mendapati titik terang aku kasih tahu." Terlihat Intan dengan pandangan menerawang jauh ke depan. Ucapannya penuh misteri bagi Semboja yang hanya terdiam.

"Hidupku sepertinya terancam, Sari."

Kembali Intan bercerita saat bertemu di satu kesempatan manggung bersama. Wajah Intan tidak seperti biasanya. Raut ketakutan terpancar walau nampak samar.

"Apa? Siapa yang mengancammu?" Semboja terperanjat saat Intan berkata demikian.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 115. PERTEMUAN

    Juragan Pranata hanya tertunduk mendengar semua ucapan Serigala Perak. Dia merasa salah karena sudah gagal melaksanakan tugas. “Menculik seorang gadis saja kamu tidak berhasil!” seru lelaki itu. Suaranya keras mengandung tenaga dalam yang menggetarkan. Rupanya misi Juragan Pranata adalah menculik seorang gadis, tapi siapa? Bukankah dia juga selalu berusaha untuk menculik Semboja, untuk dijadikan istrinya.“Ampun, Junjungan. Pemuda sialan itu selalu menghalanginya setiap berhasil membawanya. Aku tidak sanggup melawannya.” Juragan Pranata menunduk dalam-dalam setelah mengadukan alasan mengapa selalu gagal. “Siapa pemuda itu? Bukankah aku sudah memberimu ilmu kanuragan yang cukup memadai!” Serigala Perak kembali membentaknya. Lelaki itu sudah sangat marah karena gadis pujaannya tidak kunjung didapatkan.“Mardawa, Junjungan.” Akhirnya Juragan Pranata menyebutkan sebuah nama. Diam-diam Juragan Pranata mengintip reaksi Serigala Perak. Dia penasaran apa Serigala Perak mengenal pendekar s

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 114. KEGAGALAN JURAGAN PRANATA

    Wirya masygul, dia bingung harus bagaimana. Perjalanannya ke goa Nenek Wira tidak membuahkan hasil. Dia harus segera pulang menemui Juragan Pranata. Dengan langkah ragu dan hati yang kebat-kebit, sampai juga akhirnya ke Perguruan Serigala Putih. Wirya masuk dan menghadap gurunya."Apa? Kamu gagal Wirya?" tanya Juragan Pranata. Dia diam sejenak dengan muka tegang."Benar, Juragan." Wirya menjawab takut-takut. Bisa saja sewaktu-waktu juragannya itu murka dan menghajarnya."Mengapa sampai gagal?" tanya Juragan Pranata lagi membentak. Lelaki arogan itu memandang Wirya dengan tajam. Seperti ingin menelannya bulat-bulat.Wirya bingung harus bagaimana menjawabnya. Dia tidak tahu gagalnya di sebelah mana. Dirinya sudah bertempur mati-matian, malah pusakanya itu yang menghilang. Harusnya ketika dia menang bertarung, pedang itu menjadi miliknya."Pusaka itu menghilang." Akhirnya Wirya menjawab juga. Memang seperti itu adanya, Wirya merasa ragu bercerita tentang pendekar lain yang disebutkan se

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 113. PEDANG PUSAKA

    "Puuuh!" Indaku meniup mata Jayaprana. Dia sengaja melakukan itu agar lelaki itu bisa melihatnya. "Kau … kau, makhluk apa?" tanya Jayaprana terputus-putus. Dia kaget melihat seekor macan tengah berbaring di batu besar. Di mana dirinya tengah mencari seorang gadis yang tengah bermesraan dengan Mardawa. "Grrrh!" Macan tersebut malah menggeram. Suaranya membuat bumi yang dipijak bergetar. Jayaprana mundur, begitu juga Mardawa. Dua pemuda itu sama-sama bersikap waspada."Kaukah itu Indaku?" tanya Mardawa dengan ragu. Dia tidak menyangka sama sekali jika gadis yang mengaku sebagai istrinya itu adalah seekor macan. Beberapa saat turun gunung membuatnya menemui berbagai keanehan. Ada manusia peri dan ini manusia juga yang berubah menjadi macan. Mardawa jadi bimbang dan harus ekstra hati-hati setiap bertemu dengan orang baru.Macan itu memandang ke arah Mardawa. Ia mengangguk-angguk kepalanya. Beralih memandang ke arah Jayaprana, matanya merah seperti menyala."Tidak usah, Indaku. Pergil

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 112. INDAKU

    Oli masih seperti sebelumnya. Cengar-cengir gak jelas. Padahal jika di negerinya dia bisa berubah menjadi normal, sangat cantik dan anggun. Dirinya tidak bisa menjadi besar jika ada di negeri manusia."Ni bocah kenapa?" pikir Dewi Rimbu. Rupanya gadis itu tidak sabar untuk mengetahui bagaimana caranya peri kecil itu mengalahkan Jayaprana. Rasanya tidak mungkin jika beradu kekuatan. Bagaimanapun hebatnya jurus yang dimiliki Oli, tubuhnya hanya sebesar capung."Aku masuk ke telinganya. Hihihi hihi hihihi." Sambil masih tetap cengar-cengir Oli menjelaskan. Peri itu melompat-lompat di atas daun talas yang lebar. Rupanya dia masih merasa sangat hebat. "Lalu?" tanya Mardawa. Dia duduk di batu besar. Di sebelahnya juga duduk Dewi Rimbu dengan membawa buntelan bajunya."Aku masuk, gendang telinganya aku tendang-tendang. Tentu saja dia kesakitan, kan. Ehh … sakit gak ya?" tanya Oli sambil berpikir. Matanya memandang Mardawa mohon penjelasan."Paling terasa gatal. Hahaha hahaha hahaha," jawab

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 111. DISELAMATKAN OLI 

    Sesaat Dewi Rimbu terkesima melihat siapa yang datang. Lelaki itu kembali tepat saat dirinya dalam bahaya. Seperti punya firasat akan keselamatannya. Dewi Rimbu merasa sangat berterima kasih. “Mardawa," gumam gadis tersebut. "Bagaimana dia bisa ke sini." Dewi Rimbu tidak sempat berpikir karena Jayaprana sudah bersiap untuk menyerangnya. Dirinya tidak sempat mempersiapkan serangan. Dewi Rimbu pasrah dengan apa yang akan terjadi. Riwayatnya akan tamat hari ini. Lari! Sempat terlintas dalam benaknya. Namun, sampai kapan dia harus terus-menerus berlari dari Jayaprana. Kali ini, jika terhindar dari serangan pemuda itu, Dewi Rimbu akan menghadapinya dengan sekuat tenaga. Tadi, Mardawa sengaja mencari Dewi Rimbu karena curiga dengan Danu. Sekali sentakan, dengan sangat cepat pemuda itu menarik tangan gadis itu ke sebelah kanan. Serangan Jayaprana yang berbahaya lewat tanpa menyentuh gadis tersebut. Tampak Dewi Rimbu bernapas lega. Dia sedikit membungkuk, mengisyaratkan ucapan terima kasi

  • Tarian Pemikat Serigala    Bab 110. DENDAM

    Dewi Rimbu melesat tanpa menoleh lagi. Dirinya yakin jika Mardawa tidak mengikutinya. Gadis itu ingin segera tiba dan tidur dengan nyenyak. Tak ada tempat paling nyaman selain tempat punya sendiri. Walau itu hanya sekedar tempat tidur dari batu.Bulan yang semakin terang saat tengah malam berlalu, memudahkan Dewi Rimbu berlari. Saat dirinya mendongak, bulan tersebut seolah-olah ikut berlari bersamanya. Gadis itu berhenti sejenak, dia memperhatikan keindahan bulan di atas sana. “Indah sekali langit dini hari.” Gadis itu bergumam sambil memandang ke langit. Sesaat dia teringat dengan negeri peri yang baru saja ditinggalkan. Teringat betapa dirinya terpesona dengan keindahan alam di sana. Gadis itu, dia melihat sekeliling, suasana sangat sepi tidak dilihatnya ada orang.“Ah, mengapa aku teringat kepada Eyang Suwita. Mereka sepasang kekasih yang berbahagia. Dewi Rimbu tertunduk, teringat dengan kekasihnya.“Kakang maafkan aku, belum menemukan pembunuhmu. Aku berjanji akan menemukan siapa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status