Share

Bab 7. RATU DUYUNG

Mardawa duduk melamun di cabang sebatang pohon. Wajah Semboja masih menggoda hatinya. Senyum gadis itu meluluhkan hatinya. Biasanya dia hanya bertemu dengan Eyang Suwita. Kini, banyak gadis cantik yang tersenyum begitu manis padanya.

"Hehehe." Mardawa tertawa sendiri. Dia cengar-cengir macam orang gila. Terbayang jika dirinya dicintai banyak wanita. "Tentu menyenangkan. Hihihi." Wajah jahilnya menyeringai. Dia jadi ingin mencoba.

"Aaauuuuu!"

Hampir terjatuh Mardawa mendengar suara itu. Dia yang tengah bersantai dengan bertumpang kaki sambil rebahan kaget seketika.

"Ada suara serigala? Dari mana?" batinnya. Pemuda itu segera duduk menjuntaikan kaki. Matanya nyalang menyisir sekitarnya. Tidak ada sesuatu yang mencurigakan.

"Jelas sekali kalau itu suara serigala." Mardawa meyakinkan dirinya. Dia tahu karena sering mendengar tapi belum pernah bersua. Hidupnya dari kecil tinggal di hutan, jadi dia tahu jenis-jenis suara binatang.

"Di mana serigala itu?" Mardawa masih menyelidiki dari tempat dirinya nangkring. Pemuda itu garuk-garuk kepala karena tidak menemukan apa yang dicarinya.

"Hiat hiat!" Mardawa melompat dari dahan ke dahan. Pandangannya tertuju ke bawah. Satu kali dia tidak menjejak tepat di dahan yang dituju. Tangannya dengan gesit meraih daun-daun di dekatnya. Tentu saja daun itu tidak kuat menahan bobot tubuhnya. Lelaki itu meluncur ke tanah.

Bluk!

Suara seperti nangka matang jatuh terdengar. Tidak lama terdengar jeritan tertahan.

"Wadaw!" Mardawa berteriak kesakitan. Dia menggeliat sambil memegang pinggangnya. Rupanya dia kesakitan saat jatuh terduduk tadi.

"Hihihi hihi hihihi hihi."

Mardawa kaget mendengar suara tawa perempuan. Cepat-cepat dirinya bersikap waspada dan siaga. Rasa sakitnya seketika hilang, dirinya berdiri sambil memasang kuda-kuda.

"Hihihi hihi hihihi hihi."

Tawa itu terdengar lagi. Kali ini semakin dekat dan Mardawa bisa menebak dari mana tawa itu berasal. Ingin rasanya pemuda itu langsung menghadiahinya pukulan jarak jauh. Namun, yang didengarnya tawa seorang wanita, dia tidak mau gegabah. "Siapa tahu dia cantik," pikirnya. Jiwa playboynya mulai menggelitik.

"Keluarlah, Nisanak!" suruh Mardawa. Dia juga bersikap waspada, dari suaranya bukan tidak mungkin wanita itu seorang nenek sihir.

"Hihihi hihi hihihi. Pendekar hebat tapi gedebukan jatuh seperti nangka mateng. Hiat!"

Jleng!

Seorang wanita cantik berbaju hijau bersalto dan berdiri di hadapan Mardawa. Pemuda itu cengengesan karena malu. Penampilannya membuat silau mata Mardawa.

"Ah, Nyai bisa saja. Kata siapa aku pendekar, aku hanya tukang ngarit rumput." Mardawa menjawab sambil tertawa kecil.

"Aku tahu kamu Mardawa murid Eyang Suwita dari Gunung Wingit." Gadis itu dengan santai menjelaskan siapa Mardawa.

"Eh, buset dah! Kamu siapa?" tanya Mardawa. Dia tidak mengerti apa yang sudah dilakukannya, hingga gadis secantik ini bisa mengenal dirinya dengan baik. Tahu asal usulnya.

"Aku Ratu Duyung." Wanita itu menjawab dengan penuh wibawa kini. Tidak lagi cekikikan seperti tadi.

"Apa? Ratu … Duyung?" tanya Mardawa heran. Apa yang dilihatnya tidak sesuai dengan bayangannya tentang ikan duyung. "Tidak kelihatan seperti ikan?" tanya Mardawa dengan mimik heran.

"Siapa yang bilang aku ikan? Namaku Ratu Duyung, bukan ikan duyung!" seru wanita itu kesal.

"Eeh, maaf. Aku pikir kamu ikan duyung. Hehehe." Mardawa terkekeh menertawakan kebodohannya. Dia membungkuk minta maaf tapi sambil cengengesan.

Wuss!

Ratu Duyung menyalurkan tenaga dalamnya di kedua tangannya. Asap tipis mengepul dari tangannya yang sudah berubah menjadi sekeras es. Mengibaskannya di depan Mardawa.

Hawa dingin tiba-tiba meluncur ke arah pemuda itu. Dia terkejut karena hawa itu sangat dingin melebihi es. Mardawa mencelat ke atas menghindari serangan Ratu Duyung. Dia tidak mau membeku menjadi es batu.

Set set set.

Pemuda itu sudah berada di atas pohon. Ratu Duyung menghilang dari pandangannya. Mardawa jelalatan melihat kiri-kanan. Waspada dengan pergerakan pohon sekalipun. Dia tidak boleh kalah dengan wanita yang baru saja ditemuinya.

"Grrrh."

Mardawa tercekat saat mendengar bunyi menggeram suara anjing hutan. Pemuda itu melihat ke bawah. Matanya terbelalak saat melihat ada seekor serigala di bawah sana.

"Grrrh." Serigala itu mendongak ke arah Mardawa. Pemuda itu tidak tahu dari mana serigala itu berasal.

Mardawa mempersiapkan pukulan ke arah serigala tersebut. Tepat mengenai lambungnya. Serigala tersebut terpental seiring pemuda itu juga turun melayang ke tanah.

Serigala turut bangkit dan waspada. Lidahnya menjulur keluar berwarna sangat merah. Wajahnya berubah menjadi mengerikan. Matanya sangat besar, moncongnya juga berubah sangat lebar. Gigi taringnya tajam dan lancip seperti tombak. Pemuda itu sampai bergidik melihatnya. Mardawa tidak bisa membayangkan kalau badannya sampai dikoyak binatang itu.

"Ratu Duyung! Ratu Duyung!" teriak Mardawa dengan cemas. Dia teringat wanita yang tadi menyerangnya dengan angin sedingin es. "Ke mana dia?" pikirnya.

"Jangan-jangan kamu sudah menyerangnya?" tuduh Mardawa kepada serigala.

"Gggrhh!" Serigala menggeram. Namun kali ini, geramannya tidak segarang tadi.

Mardawa melihat moncong serigala itu bersih. Tidak tampak ada darah jika serigala itu berhasil mengoyak Ratu Duyung. Ada sedikit kelegaan di hati Mardawa. Setidaknya Ratu Duyung masih hidup tidak dikoyak-koyak makhluk itu.

"Di mana dia?" batin Mardawa. Pandangan pemuda itu tidak lepas dari sosok serigala tadi. Dia heran dari mana datangnya makhluk itu.

"Jangan-jangan kamu ….?" Mardawa tidak meneruskan ucapannya.

Serigala itu menyerang Mardawa tanpa menunggu pemuda itu selesai bicara. Rupanya dia tidak suka dengan kata-kata Mardawa. Serangannya sangat mematikan dengan cakar tajam bagai kuku besi sangat runcing.

'Tentu makhluk ini yang membunuh Intan." Mardawa sudah sangat yakin jika pembunuh Intan adalah makhluk di depannya.

Mardawa mempersiapkan jurusnya yang bernama Kolebat Layung. Angin akan menyambar sangat panas kepada lawannya. Hawa panas itu bisa membuat lawan gosong.

Mardawa dengan cepat melesat menyerang binatang itu. Sorot mata serigala tampak hijau kemerahan. Selarik cahaya muncul dari sana.

Wuss.

Angin sambaran pemuda itu menyapu tempat tersebut. Beradu dengan selarik cahaya hijau tersebut.

Des!

Terdengar bunyi ledakan cukup kuat saat terjadi bentrokan. Percikan-percikan serangan tercerai berai. Mardawa sempat terkena larikan sinar hijau yang pecah terkena serangannya. Hawa sangat dingin menusuk pangkal lengannya.

Mardawa terhenyak. Dia sadar akan sesuatu, tapi dirinya tidak percaya. Ditatap lagi serigala di hadapannya. Meyakinkan apa yang menjadi kecurigaannya.

Menyadari tatapan curiga Mardawa. Serigala itu seakan tahu diri. Binatang itu menjulurkan lidahnya dengan napas tersengal-sengal. Dari mulutnya keluar asap yang menyebabkan cuaca sekitar menjadi dingin.

Mardawa semakin curiga. Pemuda itu bermaksud untuk lebih dekat lagi dengan binatang tersebut. Namun, rupanya serigala itu bergerak lebih cepat. Dia melompat ke semak-semak dan melarikan diri dari tempat tersebut.

"Hey … tunggu, tunggu!" teriak Mardawa. Pemuda itu berkelebat ke arah serigala itu kabur. Lama dirinya berlari tidak ada tanda-tandanya binatang tersebut. Mardawa menghentikan larinya. Dia juga teringat dengan Ratu Duyung. Heran, ke mana perginya wanita tersebut. Pemuda itu mencebik naik ke atas pohon, tetap saja wanita cantik itu raib.

"Mengapa wanita itu menghilang dengan cepat. Datang tanpa basa-basi, apalagi perginya. Bagaikan angin saja," rutuk Mardawa. "Cepat sekali larinya. Siapa makhluk itu sebenarnya? Apakah dia itu …."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status