Beranda / Romansa / Tawanan Cinta Sang Penguasa / Bab 103. Kamar yang berantakan

Share

Bab 103. Kamar yang berantakan

Penulis: Strrose
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-07 17:00:17

“Selamat pagi, istriku…” bisik Marco, mengecup lembut bibir Hiriety yang masih setengah tenggelam dalam selimut sutra putih.

Hiriety hanya mengerjap malas, matanya setengah terbuka, dan bibirnya bergerak pelan untuk membalas ciuman itu. Tapi ketika ia mencoba membuka mulutnya untuk menjawab, yang keluar justru hanya... suara serak yang nyaris tak terdengar.

“Pagi...” gumamnya, lebih seperti bisikan pecah yang tercekik di tenggorokan.

Marco mengangkat alis, lalu tersenyum geli. “Suaramu… hilang?”

Hiriety memutar bola matanya, lalu mencoba berbicara lagi. “Aku... benci... kau...” ucapnya dengan suara yang begitu parau hingga terdengar seperti geraman lelah. Ia menutup wajahnya dengan bantal sambil mendesah frustrasi. “Ini salahmu...”

Marco terkekeh, dan tawanya terdengar rendah, berat, namun puas. Ia menyibak sebagian selimut dan memeluk tubuh Hiriety dari belakang, dagunya ber

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Tawanan Cinta Sang Penguasa   Bab 103. Kamar yang berantakan

    “Selamat pagi, istriku…” bisik Marco, mengecup lembut bibir Hiriety yang masih setengah tenggelam dalam selimut sutra putih.Hiriety hanya mengerjap malas, matanya setengah terbuka, dan bibirnya bergerak pelan untuk membalas ciuman itu. Tapi ketika ia mencoba membuka mulutnya untuk menjawab, yang keluar justru hanya... suara serak yang nyaris tak terdengar.“Pagi...” gumamnya, lebih seperti bisikan pecah yang tercekik di tenggorokan.Marco mengangkat alis, lalu tersenyum geli. “Suaramu… hilang?”Hiriety memutar bola matanya, lalu mencoba berbicara lagi. “Aku... benci... kau...” ucapnya dengan suara yang begitu parau hingga terdengar seperti geraman lelah. Ia menutup wajahnya dengan bantal sambil mendesah frustrasi. “Ini salahmu...”Marco terkekeh, dan tawanya terdengar rendah, berat, namun puas. Ia menyibak sebagian selimut dan memeluk tubuh Hiriety dari belakang, dagunya ber

  • Tawanan Cinta Sang Penguasa   Bab 102. Silahkan nikmati hadiahmu ++

    Pintu Villa tertutup di belakang mereka, menjadi saksi bisu bagaimana Marco, dengan cepat dan tanpa ampun, mengangkat Hiriety dan mencium bibirnya dengan penuh gairah. Pria itu seperti kehilangan akal sehatnya, kegembiraan dan kelegaan meluap tak terkendali.Ciuman itu berbeda dari semua ciuman yang pernah mereka bagi. Ini bukan lagi permainan kekuasaan, bukan lagi sandiwara yang dirancang dengan hati-hati.Ini adalah ekspresi cinta yang mentah, cinta yang telah lama terpendam dan akhirnya meletus tanpa kendali. Hiriety menyerah pada ciuman itu, menyerah pada Marco, menyerah pada perasaan yang telah lama ia tekan da

  • Tawanan Cinta Sang Penguasa   Bab 101. Propose

    Laut Aegea membentang luas, memantulkan cahaya keemasan dari matahari senja yang perlahan turun di ufuk barat. Angin laut menyapu lembut rambut Hiriety yang dibiarkan tergerai, sementara gaun tipis putihnya berkibar perlahan, seirama dengan irama laut yang tenang.Hiriety berdiri di dek atas sebuah yacht mewah yang melaju pelan, membelah air biru jernih dengan keanggunan yang senyap. Tak ada keramaian, tak ada saksi lain selain langit, laut, dan waktu yang terasa seolah berhenti hanya untuk mereka.Marco berdiri tak jauh dari Hiriety, mengenakan kemeja putih yang bagian atasnya terbuka, rambutnya sedikit berantakan karena angin, tapi sorot matanya penuh ketegasan dan kelembutan. Sejak sore tadi, ia terlihat lebih diam dari biasanya. Tapi tidak canggung—lebih seperti... menunggu momen yang tepat.Hiriety menoleh ke arahnya, menyipitkan mata sedikit karena cahaya senja yang menyilaukan.“Kapan kau menyewa ini?” tanyanya pelan, suara Hiriet

  • Tawanan Cinta Sang Penguasa   Bab 100. Kembali bersama

    Pagi itu, sinar matahari lembut menyusup masuk melalui tirai tipis villa di Santorini. Suara burung-burung laut terdengar samar, dan aroma asin khas pantai bercampur dengan hangatnya linen bersih yang membungkus tubuh Hiriety.Ia mengerjapkan mata perlahan, mengatur napasnya yang sedikit berat—dan saat itu pula ia merasakan sesuatu. Lengan yang kuat melingkari pinggangnya. Dada hangat di punggungnya. Nafas tenang dan dalam yang menyentuh tengkuknya.Marco Valley.Hiriety menoleh perlahan dan benar saja—Marco terlelap di belakangnya, wajahnya jauh lebih damai daripada biasanya, seperti pria yang akhirnya menemukan tempat untuk pulang setelah berjalan terlalu lama dalam badai. Tapi yang membuat Hiriety nyaris tertawa pelan adalah caranya memeluk—erat, bahkan seperti anak kecil yang takut bantal kesayangannya diambil.Seketika, Marco menggeliat pelan. Matanya membuka sedikit, lalu—tanpa sepatah kata pun—ia menarik Hiriety makin

  • Tawanan Cinta Sang Penguasa   Bab 99. Persiapan melamar

    “Berapa ukuran jarinya?”Marco terdiam.Diam yang tidak biasa. Matanya berkedip pelan, seolah otaknya mencoba membongkar ribuan momen bersama Hiriety hanya untuk menemukan... ukuran jarinya.Richard memelototinya. “Jangan bilang kau tidak tahu.”Marco menatapnya dengan ekspresi nyaris bersalah. “…Dia punya tangan kecil.”“Semua wanita kecil punya tangan kecil, Sherlock,” Richard menggeram sambil menutup teleponnya sementara. “Kau mau melamarnya lusa, Marco. Lusa. Dan kau bahkan tidak tahu ukuran jarinya?”Marco bangkit dari kursi, mulai berjalan mondar-mandir seperti tahanan menunggu eksekusi.“Dia jarang pakai cincin. Aku tak pernah perhatikan. Aku sibuk… memperhatikan ekspresi wajahnya, cara dia bicara, bagaimana dia marah, dan...”—ia mengangkat bahu seolah itu membenarkan semuanya—“kau tahu, hal-hal penting.”“

  • Tawanan Cinta Sang Penguasa   Bab 98. Ukuran jari????

    Hari-hari selanjutnya menjadi rutinitas yang aneh bagi Richard. Dari semua kemungkinan hidupnya sebagai penasihat hukum perusahaan multinasional, ia tak pernah menyangka pekerjaannya akan beralih menjadi… pendengar pribadi Marco Valley yang patah hati tapi menyangkal.Setiap pagi, sebelum rapat, Richard akan menemukan dirinya duduk di ruang kerja Marco, dengan secangkir kopi hitam yang mulai dingin dan mata sepupu-nya yang seperti habis bertarung dengan malam tanpa tidur.Marco, seperti biasa, duduk di balik meja kaca besar, membuka ponselnya lalu menatap layar kosong seakan sedang memecahkan sandi nuklir.“Sampai kapan aku harus menunggu” Ucap Marco entah untuk yang keberapa kalinya selama kurang dari seminggu iniRichard menghela napas panjang. “Datangi saja dia dan lamar disana”“Dia takkan suka jika aku melakukan itu”Richard menyesap kopi, sudah terbiasa dengan paranoia itu.“Lalu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status