Aurora menarik napas dalam lalu menghembuskannya. Perlahan dia menarik sebuah lekukan di bibir, tempat baru lagi petualangan baru lagi. Dengan erat dia menggenggam tali tas samping yang dia bawa dan berjalan masuk ke rumah sakit di mana di sanalah Kaira dan Tita mengabdikan diri.
“Rumah sakit ini jarang sekali mendapat pasien khusus. Bahkan di UGD hanya diisi para lansia dengan keluhan-keluhan nggak jelas,” ujar Kaira.
“Dan di sini mana ada pangeran setampan Aaron itu. Mustahil!” celetuk Tita.
Dengan sedikit kesal Kaira menyenggol tangan Tita sebab kalimatnya barusan mungkin akan s
Masa lalu. Ada kisah yang mungkin hanya orang-orang tua saja yang tahu. Dalam kisah berikut, mungkin hanya Raanana yang mengingatnya atau hanya dia yang masih cukup waras dari semua tokoh yang ada untuk bicara. Usia Raanana kini sudah lewat separuh abad. Itu artinya setidaknya sudah dua masa dia lewati, masa muda dan masa tua. Di masa mudanya Raanana adalah wanita dengan keinginan yang kuat. Bahkan jauh lebih kuat dari seorang Candra Akarsana. “Kalau kau terlalu berambisi, kapan kau akan menikah?” tanya Candra suatu hari. 
Hujan tidak hentinya mengguyur hari, terutama sejak jasad pria bernama Candra Akarsana itu selesai dipeluk bumi. Namun, itu sedikit pun tidak menyurutkan keinginan Aurora. Dia tetap berdiri di samping pusara sang ayah walaupun dengan berlinangan air mata. Tuhan senantiasa adil bahkan untuk pria sekeras dan seegois Candra Akarsana. Dia mungkin telah melakukan banyak kesalahan dalam hidup, terutama untuk anak dan istrinya. Namun, demikian Tuhan tetap melindungi hati pria itu agar tidak kecewa. Jika boleh jujur, Aurora merasakan sedikit kelegaan dengan kembalinya sang ayah dalam pelukan-Nya. Dengan begitu, ayahnya tidak perlu melihat kegagalan Sofia. Dengan begitu, ayahnya tidak perlu mendengar kenyataan
“Aku nggak nyangka klo akhir-akhir ini aku begitu sibuk sekali,” celetuk Gael seraya memasang senyum khas. Io yang berdiri di samping modelnya itu meringis saja dan sesaat kemudian undur diri. Ya, daripada dia ikut campur dan mendapat predikat anak muda tidak tahu diri. “Pengecut!” maki Gael. Puk! “Aduh!” Gael mengaduh saat sebuah buku yang sengaja digulung dipukulkan ke bahunya oleh seorang wanita paruh baya yang baru saja datang mengunjunginya. “Itu sakit, Raa!&rdqu
Mata Aaron terpejam dengan tubuh yang berbalut selimut. Kedua tangannya menggenggam erat kain tebal yang membungkus tubuhnya itu sementara peluh bercucuran. Tidak! Aaron tidak sedang bermimpi, namun dia dengan sengaja mengingat puing-puing masa lalu yang dia miliki. Dia berusaha sekuat tenaga agar tidak satu pun dari puing itu yang kembali menggerogoti kewarasannya sehingga dia putus asa kembali. Dengan cara itulah Aaron bertahan setiap harinya. Sebelumnya ada Aurora di sampingnya yang dapat dia peluk kapan saja dan dengan cepat mengalihkan pikirannya yang kalut. Namun, kini di kamarnya dia seorang diri. Oleh karena itu dia tidak memiliki cara lain lagi.&nbs
Ibu yang baik. Tidak pernah ada patokan seberapa tinggi sebuah kebaikan. Jika sesuatu cukup membuat kelegaan maka itu sudah bisa dikatakan suatu kebaikan. Begitu pun menjadi seorang ibu. Sayangnya, cenderung orang-orang melihat dari yang kasar saja. Agni mengandung selama tiga kali dan melahirkan tiga orang putri. Dia membuai dan merawat mereka dengan cara yang sama dan metode pengajaran yang sama pula. Namun, setiap manusia tercipta tidak sama. Ada yang memang terlahir dengan bintang bersinar di tangan mereka seperti halnya Riana dan Aurora dan ada juga yang sinar bintangnya sedikit lebih buram, itulah S
Raanana tidak mendapat undangannya. Tentu saja karena bagi kedua mempelai paruh baya itu, dirinya bukan orang yang pantas untuk dijadikan bagian dari daftar tamu. Sebab Raanana adalah sumbunya, akar dari keputusan yang dibuat Candra Akarsana. Dengan demikian, Raananalah yang pantas disalahkan. Sudahlah! Mau dibolak-balik macam apa juga, hal itu sudah tidak penting lagi. Semuanya sudah terlanjur terjadi. Yang bisa Raanana lakukan sekarang hanya mengamati dan kemudian membereskan sisa-sisa masa lalu yang mungkin masih bisa dia perbaiki. “Lama nggak jumpa. Apa kabarmu?”&
Sempat terbersit sebuah tanya, dari mana orang-orang itu mengetahui tempat kerja Aurora yang sekarang? Lalu, Aurora teringat akan kejadian ketika sedang pergi mencari kado Natal untuk Kaira bersama Tita. Mobil coklat itu! Iya. Tok! Tok! Tok! Aurora masih memejamkan mata meskipun sudah sepuluh menit lalu terbangun dari tidurnya. Jadi, dengan jelas dia mendengar suara pintu kamarnya yang diketuk seseorang. Dengan malas Aurora beranjak untuk mencari tahu, siapa gerangan yang sepagi ini mencarinya? “Wake up, Sunshine!” seru sebuah suara di balik sebuah bouquet bunga besar. 
“Hei, kalian mau minum lagi?” Gael dan Baron mengangkat masing-masing gelas mereka yang masih penuh. Mereka ingin menunjukkan pada pria yang menawarkan minuman itu bahwa keduanya tidak sehebat seorang Aaron Theodore Johansson. “Pecundang!” seru Aaron lalu sekali lagi meminum isi gelasnya. Dan dengan segera senyum manisnya seolah memberi tanda agar para wanita penghibur yang dia sewa mendekat dan mulai menunjukkan kepiawaian mereka. “Aku harap dia kembali gila seperti dulu lagi,” ucap Gael seraya meletakkan gelas di ujung bibir lalu sedikit menyesapnya. “Ini kuat s