Share

BAB 5

Penulis: Kina
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-19 13:03:56

Eliza baru saja selesai menjemur jas yang dicucinya, dengan sedikit dumelan kesalnya, karena terus diperintah sana sini.

Saat melangkah menuju ruang tengah. Manik mata Eliza menangkap adiknya berbaring tidak sadarkan diri di lantai. Dengan Erlan duduk santai di sofa berjarak setengah meter dari tubuh Erlan.

Bola mata Eliza memanas. Tangannya mengepal, memperlihatkan urat tubuhnya yang menegang. Tubuhnya memerah karena marah.

Cairan bening menggenang di pelupuk matanya. Hingga pelupuk matanya, tidak lagi bisa menampung air matanya. Kebencian yang ingin ia hilangkan dan lupakan atas kepergian keluarganya. Kini kembali muncul paling depan di hatinya.

Eliza menghela nafas kasar, mencoba mengendalikan amarahnya. Melihat adiknya yang terlihat masih bernafas dari dadanya yang naik turun.

"Erlan Rodriguez, kenapa kau melakukan ini pada adikku? Padahal aku sudah menuruti segala kemauanmu!" ucap Eliza tenang terkesan dingin dan sorot mata penuh kebencian.

Erlan menyeringai, lalu bertepuk tangan, hingga sebuah layar muncul memperlihatkan kejadian yang berada di bawah tanah. Di mana Sean menghabisi beberapa anak buahnya.

Eliza memejamkan matanya, "Sean. Berapa kali Kakak bilang, jangan berulah dulu," batinnya menatap adiknya.

Eliza berjalan mendekat, menatap sedih pada adiknya yang diperlakukan lebih rendah dari seekor binatang. Langkah Eliza berhenti tepat di sebelah Sean.

Erlan menyeringai, menunggu apa yang akan dilakukan Eliza.

"Jangan melawannya Eliza. Ini belum saatnya. Adikmu harus diberi pertolongan," batin Eliza kemudian menjatuhkan tubuhnya, di samping Sean.

"Aku mohon, panggil dokter," ucap Eliza memohon.

Eliza yang akan memohon tanpa meledakkan amarahnya, tentu diluar perkiraan Erlan. Ia sempat terkejut, tapi sesaat kemudian ekspresinya kembali normal.

Erlan terdiam, tangannya yang berada di dagu sama sekali tidak berpindah. Matanya terus menyorot pada Eliza.

Terpikirkan sesuatu, Erlan kembali menyeringai. Ia duduk dengan angkuhnya di sofa, ditemani para bawahannya yang berdiri di sisi dan bagian belakangnya.

"Evan panggil dokter," perintah Erlan.

Evan melirik Erlan, matanya memicing, seolah ingin membaca isi pikiran Erlan. Sudah pasti akan ada suatu hal seru, jika Erlan dengan mudah menuruti permintaan musuhnya.

"Apa yang kau tunggu. Cepat telepon dokter!" perintah Erlan menatap tajam.

"Em, iya, baik," ucap Evan tidak ingin ambil pusing.

Ia segera menjauh dan melakukan panggilan pada dokter yang sudah sangat dikenalnya.

Setelah beberapa menit menunggu dalam keheningan. Dokter yang ditunggu telah datang.

"Kau kemari, duduk di pangkuanku!" perintah Erlan menepuk pahanya.

Eliza mengangkat pandangannya menatap tajam Erlan. Enggan membantah yang mempersulit adiknya mendapat penanganan, Eliza menurut.

Perlahan ia duduk di pangkuan Erlan. Tangan Erlan pun segera melingkar di pinggang ramping wanita itu.

"Dokter lakukan tugasmu," perintah Erlan, dengan tangannya yang mengusap lembut perut Eliza.

Eliza memejamkan matanya, bukan karena menikmati apa yang dilakukan Erlan. Tapi, ia merasa jijik dan malu saat tubuhnya disentuh seperti itu, di hadapan banyak pria.

Dokter yang melakukan pekerjaannya, dibantu beberapa bawahan. Sedangkan Erlan, semakin nakal, menyentuh setiap inci tubuh Eliza.

Eliza menghentikan gerakan tangan Erlan, ia menatap tajam pria itu, dan Erlan membalasnya dengan tenang.

"Kau tidak ingin adikmu kenapa-napa kan?" bisik Erlan dengan lembut.

Tubuh Eliza meremang, nafas hangat Erlan menyentuh kulitnya.

Eliza memejamkan matanya, air matanya menetes, melepaskan tangan Erlan, membuat Erlan menyeringai, dan melanjutkan aksinya, tanpa peduli sekitarnya.

"Shit, Erlan tidak tau malu. Bagaimana bisa dia melakukan itu pada gadis polos di depan mata kita," umpat Dante menyaksikan setiap perlakuan Erlan pada Eliza yang terlihat menahan malu.

Bohong jika ia tidak berhasrat melihat itu. Tangisan dan lenguhan lembut Eliza sangat memancing dirinya. Jika dilihat tentu bukan hanya dirinya yang terlihat panas. Beberapa bawahannya juga terlihat berbisik, bahkan ada yang sudah melakukan dengan tangannya sendiri.

Evan terkekeh, "Bukankah sudah biasa, kita melihat Erlan melakukan itu. Hanya saja kali ini pada gadis polos. Kau mau coba saja tawarkan diri. Biasanya Erlan juga berbagi wanita kan."

Dante terdiam beberapa saat. Akankah Erlan membiarkannya bergabung? Sedangkan tadi pagi Erlan sudah menyatakan tidak akan berbagi.

"Apa salahnya mencoba," ucap Dante merasa tertantang.

Dante bangkit dari duduknya menepuk punggung Erlan yang tengah menikmati dada Eliza.

Erlan menghentikan aksinya, lalu menoleh, menatap dingin pada Dante. Sedangkan Eliza langsung menyembunyikan wajahnya di balik dada Erlan.

"Bolehkah aku bergabung, sepertinya ini sangat seru," pinta Dante.

Erlan menaikkan sebelah alisnya, lalu menyeringai.

"Tentu boleh," ucap Erlan membuat Eliza membulatkan matanya. Ia langsung memberikan hantaman keras menggunakan lutut pada bagian bawah Erlan.

"Akh!" pekik Erlan menyentuh bagian bawahnya.

Pria itu bahkan sampai terduduk di lantai karena rasa sakit yang menjalar. Eliza kemudian melompat ke belakang sofa, merapikan pakaiannya.

"Apa maksudmu membiarkannya menyentuhku? Aku tidak sudi, tidak akan pernah sudi disentuh dua pria sekaligus! Kau yang sudah menyentuhku, maka hanya kau yang boleh menyentuhku! Jangan membuatku seperti wanita hina, menawarkan tubuhku pada teman-temanmu, bajingan!" teriak Eliza penuh emosi. Ia mengambil sebuah guci dan melemparkannya pada Erlan, beruntung Dante berhasil menangkapnya, sehingga tidak mengenai Erlan yang tampak menahan rasa sakit di pangkal pahanya.

"Sekali lagi kau menawarkan ku pada teman-temanmu, kau akan melihat mayatku. Dengan begini, kau tidak akan bisa membuatku tersiksa lebih lama!" ucap Eliza dengan tatapan tajamnya memperingati Erlan yang juga menatapnya lembut dan terlihat menahan sakit.

"Kematian setidaknya jauh lebih baik, daripada melihatmu tertawa puas menyiksaku!" ucap Eliza kemudian berbalik meninggalkan tempat itu.

"Dia hanya ingin aku menyentuhnya," batin Erlan. Entah kenapa merasa tersanjung dengan kalimat sederhana itu.

"Akh!" Erlan kembali meringis kesakitan saat berusaha bergerak.

"Wah, apakah milikmu akan lumpuh setelah ini?" ledek Evan tertawa kecil melihat Erlan kesulitan berdiri.

"Bajingan berani kau menertawaiku!" bentak Erlan tidak terima.

"Hehe, sudah kukatakan, gadis itu mungkin polos dalam hal hubungan intim, tapi bukan untuk hal mustahil gadis itu yang membunuhmu nanti. Dia cukup kuat untuk melawanmu. Kau yang terlalu meremehkannya," ledek Evan sama sekali tidak merasa bersalah, ataupun takut.

Erlan berdecak, tidak menanggapi Evan, ia melirik dokter yang memeriksa Sean.

"Apa yang kau lihat! Obati aku dulu!" sungut Erlan kesal.

Menahan rasa sakit yang ada, Erlan menumpu tangannya, hingga ia bisa duduk dengan sendirinya di sofa.

"Ah, shit! Milikku tidak pecah, kan? Hanya benda ini yang tersisa untuk meneruskan keturunanku," batin Erlan harap-harap cemas pada batang miliknya.

Erlan memejamkan matanya, berusaha tetap tenang, menetralisir rasa sakit yang ada. Hentakkan lutut Eliza, sungguh membuat seluruh tubuhnya bergetar seperti merasakan sengatan listrik yang luar biasa.

Dokter benar-benar beralih memeriksa kepemilikan Erlan. Saat dibuka, lagi-lagi Evan tertawa keras melihat milik Erlan yang memerah.

"Jika itu patah, kau tidak akan bisa memiliki anak. Hehe, kau harusnya mendengarku. Sudah tau dia anak Aiden Martinez, malah macam-macam dengannya," ucap Evan tiada hentinya meledek Erlan.

"Jika milikku patah, lehermu yang akan kupatahkan!" sergah Erlan tajam.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Tawanan Tangguh Sang Mafia    Bab 32

    "Wah, sangat indah," ucap Eliza penuh kekaguman berjalan-jalan di tengah taman yang dikelilingi bunga, dan terdapat sungai kecil di sisinya.Erlan tersenyum, menyamai langkah Eliza dengan tenang, damai, dan perasaan yang hangat."Sepertinya aku benar-benar jatuh cinta dengannya," batin Erlan menatap Eliza yang tersenyum manis menatap sekitar.Semakin mereka masuk dalam taman. Dari kejauhan mereka melihat sebuah acara kecil. Di mana ada seorang pria tengah melamar kekasihnya. Pancaran kebahagiaan tersorot jelas di mata wanita itu. Eliza terdiam, senyumnya perlahan memudar, menatap tajam pada pasangan yang tengah berbahagia. Perlahan tangannya mengusap perut buncitnya. Bibirnya diam, namun batinnya sedang beradu. "Aku bahkan hamil anak musuh keluargaku. Aku juga masih muda. Rasanya tidak ada harapan untukku menjalin kasih dan menikah. Terbebas darinya saja rasanya mustahil." Eliza menghela nafas. Melanjutkan langkahnya dengan hati yang berat. Erlan yang melihat itu, seolah bisa mema

  • Tawanan Tangguh Sang Mafia    BAB 31

    Hari ini, waktunya Eliza memeriksa kandungannya. Tidak ada raut bahagia sama sekali di wajah wanita itu. Bahkan terkesan dingin menatap layar yang memperlihatkan hasil USG perutnya.Berbeda dengan Erlan yang terlihat serius dan antusias mendengar perkembangan anaknya."Tolong jaga kandungannya. Tetap minum vitaminnya. Kurangi minum-minuman berkafein, apalagi sampai minum alkohol," jelas sang dokter pada Eliza yang justru mengalihkan pandangannya, mengacuhkan, seolah tidak peduli.Erlan menghela nafas, beberapa kali Eliza memang minum anggur jika ia membantah permintaan wanita itu, dan sekarang kandungan Eliza sedikit bermasalah. Dan jika terus mengkonsumsi makanan yang dilarang, bisa-bisa anaknya tidak selamat. Kalaupun selamat akan cacat.Erlan tidak ingin hal itu terjadi. Dengan tekad kuat, ia memilih akan terus mengalah dan menuruti Eliza yang keras itu."Ingin makan sesuatu?" tanya Erlan setelah mereka berada dalam mobil. "Aku ingin makan ayam goreng," jawab Eliza sembari mengusa

  • Tawanan Tangguh Sang Mafia    BAB 30

    Dor ....Di saat frustasi Dante. Erlan dengan gesit menekan pedal pistolnya dan menghancurkan remote bom serta jemari Dante.Tidak ada lagi hal mengancam. Erlan melempar pistolnya. Menggerakkan lehernya hingga terdengar suara keretek. Begitupun pada jemari tangannya.Di tengah tubuhnya yang lemas, sekuat tenaga Dante melawan Erlan yang menghujaninya pukulan dan tendangan tanpa celah.Sedangkan yang lainnya hanya melihat, menunggu perintah dari Erlan.Suara erangan Dante di tengah gelap dan dinginnya malam, tidak membuat Erlan merasa kasihan. Pria itu bahkan terus menyerang, dan tersenyum puas saat darah terpercik ke wajahnya.Saat Dante pingsan pun, Erlan masih menendang kuat perut pria itu."Selesai. Bawa dia ke markas, dan penjarakan dia," perintah Erlan kembali menaiki helikopter yang akan membawanya kembali ke mansion. Pria itu menatap tangannya yang penuh darah, tapi terlihat tidak peduli, bahkan tidak ada niatan untuk membersihkannya lebih dulu.Sementara itu Eliza yang meliha

  • Tawanan Tangguh Sang Mafia    BAB 29

    Erlan masih terpojok. Ia mempertimbangkan saran Eliza untuk langsung membunuh. Ada rasa tidak rela, tapi ia lebih tidak rela jika Eliza dan mansion yang telah ia bangun kembali susah payah hancur begitu saja.Erlan yang bersembunyi di balik para bawahannya saat bicara, melangkah maju. Menatap dingin Dante yang berusaha bertahan dengan ancamannya."Erlan Rodriguez, meski kau sudah menghubungi orang di mansionmu untuk keluar, itu belum melepaskan kekhawatiranmu kan? Aku tau, Erlan, bagaimana usahamu membangun kembali mansion tempat keluargamu dibakar hidup-hidup," ucap Dante terkekeh puas melihat Erlan yang tidak bisa berkutik.Rahang Erlan mengeras, tangannya mengepal. "Aku sudah mempercayaimu. Namun, kau mengkhianatiku! Apa yang kulakukan selama ini untukmu apa kurang!" teriak Erlan penuh emosi.Dante terkekeh, "Kau pasti sudah tau. Aku bukan bawahanmu, tapi mata-mata yang akan mengirim informasi penting Erdez Black. Kau harusnya berterima kasih, karena aku tidak memberi informasi pad

  • Tawanan Tangguh Sang Mafia    BAB 28

    "Shit, bagaimana bisa dia menemukanku?" Dante melompat keluar, dengan cara menggulung tubuhnya. Beruntung ia menggunakan pakaian anti peluru, hingga dirinya hanya mengalami luka kecil.Yang ia tau, Erlan akan membiarkannya hidup untuk menyiksanya, dan dia sudah menyiapkan langkahnya jika menghadapi hal ini.Lima buah helikopter mendarat dari berbagai sisi, menghalangi Dante yang berdiri seorang diri di tengah-tengah.Erlan melompat dari helikopter, menatap dingin pada sosok pria yang telah mengkhianatinya."Bersiaplah, hidup di neraka pengkhianat!" ucap Erlan dengan lantang.Dante membalas tatapan tajam Erlan tanpa rasa takut. Ia menyeringai, paham dengan kondisinya yang pasti terdesak. Ia langsung memperlihatkan sebuah remote di tangannya.Erlan membulatkan matanya, menatap tajam.Dante terkekeh, "Sekali ku tekan, seluruh penghuni mansion-mu akan meledak, booom!" ucapnya menyeringai.Erlan mengeratkan rahangnya, pikirannya langsung tertuju pada Eliza."Meski aku menyukai Eliza tapi

  • Tawanan Tangguh Sang Mafia    Bab 27

    Erlan memasukkan beberapa buah peluru pada pistolnya. Tatapan dinginnya menatap bangunan megah yang merupakan kediaman Dante."Pengkhianat sialan. Hari ini, adalah hari pertama kau akan hidup di neraka," batin Erlan menurunkan kakinya saat pintu mobilnya di buka."Aku benar-benar tidak menyangka. Eliza bisa menemukan detail pengkhianatan Dante, hingga hal terkecil pun. Bahkan Dante sudah menjual informasi kita sejak delapan tahun lalu," ucap Evan setelah selesai membaca hasil awal pengkhianatan Dante. Entah bagaimana cara Eliza hingga menemukan sedetail itu, serta bukti yang lengkap. Hal itu sangat mengesankan."Ya, kemampuannya dalam mencari informasi dunia IT sangat luar biasa. Dan jika kau berani melakukan hal sama, apa yang akan kulakukan pada Dante, jauh lebih mengetikkan untukmu," ucap Erlan menatap dingin punggung Evan. Dante masih bisa membuatnya tidak meledak. Tapi, Evan, pria yang sudah lebih dari bawahannya dan seorang sahabat. Mereka tumbuh bersama, dalam didikan yang sam

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status