Share

BAB 4

Penulis: Kina
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-19 13:01:27

Selesai makan Eliza dan Sean kembali dipisahkan.

Sean yang dikurung, Eliza dibebaskan. Dibebaskan bergerak dalam artian, dia harus menjadi pelayan.

"Akan kubunuh singa itu!" Ancam Eliza saat melihat dua ekor singa dewasa dalam kandang.

"Kau berani membunuhnya, kau akan melihat adikmu mati dengan cara lebih mengenaskan," ucap Erlan sembari menikmati secangkir kopi dan terus menatap tajam Eliza yang kini memakai pakaian pelayan.

Eliza menghentakkan kakinya. Ia kembali mengayunkan tangannya, membersihkan halaman belakang yang terdapat beberapa kandang hewan buas, dan lapangan yang diperuntukkan olahraga bola.

"Bagaimana aku membersihkan halaman belakangmu yang luas ini? Kau ini bisa memanusiakan orang tidak sih?" sergah Eliza.

Erlan terkekeh, meneguk kopi hitam miliknya dengan nikmatnya.

"Aku bisa memanusiakan orang. Tapi, tidak dengan anak keturunan keluarga Martinez," jawab Erlan dengan santainya.

Eliza menghela nafas, ia kemudian mendekati Erlan, dengan santainya duduk di kursi berhadapan.

Erlan menatapnya tajam. Sungguh, ia tidak pernah mendapat perlakuan tidak sopan begitu. Tapi, Erlan tidak protes. Ia menatap waspada pada Eliza yang terkadang menyerang tanpa ia ketahui.

"Aku memilih balas dendam. Kenapa kau tidak melepaskan kami saja? Ayo berdamai, permusuhan kita hanya berawal dari orang tua kita, kenapa kita harus melanjutkannya," ucap Eliza mencoba menawarkan untuk keselamatannya.

Erlan menyinggungkan senyumnya, "Kau lupa adikmu melayangkan tembakannya sebanyak dua kali padaku kemarin?"

Eliza mengatup mulutnya. Menatap Erlan dengan kesal.

"Milikku bengkak karenamu, setidaknya biarkan aku istirahat lebih dulu!" sergah Eliza.

Ucapan Eliza sederhana. Namun, caranya bicara membuat Erlan tidak bisa menahan diri untuk tidak tertawa.

"CK, tidak usah tertawa. Kau kira ada yang lucu!" sergah Eliza.

Erlan berhenti tertawa, wajahnya berubah drastis menjadi datar. Membuat Eliza menyinggung senyumnya sinis.

Tiba-tiba Evan datang, berpapasan dengan Eliza. Keduanya sama-sama tidak tersenyum atau sekedar melirik.

Evan membungkuk, membisikkan sesuatu pada Erlan, membuat pria itu membulatkan matanya.

Ia melirik Eliza yang sudah kembali membersihkan lapangan luas yang sengaja ia kotori dengan sampah-sampah plastik.

"CK, kenapa anak kecil itu lebih sulit diatur," gerutu Erlan bangkit dari duduknya.

Pergi dari tempat itu bersama Evan. Eliza meliriknya, lalu melempar kembali sampah-sampah yang berada di tangannya.

"Akhirnya pergi juga," ucap Eliza berjalan ke arah kolam renang dan mencuci tangannya.

Eliza menoleh menatap luasnya halaman yang juga terdapat hewan-hewan liar di sana.

"Jika aku melepaskan mereka, apa mereka akan menyerang semua orang di sini?" batin Eliza.

Berkacak pinggang menatap lurus dengan senyumnya yang seolah merencanakan sesuatu.

"Hewan mana yang paling dia sayang, aku akan membunuhnya," batin Eliza merasa semangat.

Sementara itu di bawah tanah. Melihat beberapa anak buahnya tergeletak di tanah dalam keadaan bersimbah darah dan tidak lagi bernyawa membuat Erlan mengeratkan rahangnya menatap tajam pada Sean.

Anak buahnya dibunuh, mungkin ia bisa toleransi, tapi dua tawanannya berhasil dilepaskan Sean, dan ketiganya bekerja sama melumpuhkan bawahannya.

Sean membalas tatapan Erlan dengan seringaian tipis.

"CK, harusnya aku tidak mendengar kakakmu, untuk tidak mengikatmu!" ucap Erlan dingin.

Sean menyeringai. Memang ia tidak diikat. Ia hanya dimasukkan dalam sel, dengan satu orang menjaga.

Dan hal itu membuat Sean mencari cela, hingga berhasil menumbangkan para penjaga dan melepaskan tawanan lain, dengan syarat mereka bersedia bekerja sama untuk bebas.

"Kenapa kau mendengarkan kakakku? Apa kau terlarut dalam pesonanya? Kakakku memang cantik, tapi tidak cocok dengan pria jelek sepertimu," hina Sean.

Erlan tidak menanggapi, tapi tatapannya yang tajam dan dingin membuat aura membunuh dalam diri pria itu semakin melekat.

"Evan, Dante, kalian turun tangan. Jangan membunuhnya, tapi patahkan tangannya. Setelah itu bawa dia ke atas," perintah Erlan.

"Baik," ucap keduanya melangkahkan kakinya menuju Sean.

Sean dan dua orang yang bersamanya mengambil posisi untuk bertahan. Seberapa kuat Sean menahan serangan. Evan dan Dante bukan lawannya. Setelah beberapa saat Sean dan kedua temannya tumbang.

Erlan meraih sebuah botol berisi cairan alkohol. Lalu melangkah dengan angkuhnya, dan tersenyum menyeringai melihat Sean yang terkapar di lantai.

Sean berusaha untuk kembali bangkit. Tapi, dadanya segera ditahan Erlan, dan ditekan dengan kuat.

"Akh!" Sean meringis kesakitan. Matanya terpejam erat merasakan sakit di dadanya.

"Kau masih terlalu muda. Saat keluargaku dibantai Daddy-mu, aku seusiamu. Tapi, aku tidak seceroboh dirimu yang berani menghadapi musuh dengan kemampuanmu yang masih rendah. Kau memiliki kemampuan yang baik, jauh lebih baik dariku dulu. Sayangnya kau ceroboh dalam bertindak. Dan terimalah kecerobohanmu yang juga membahayakan kakakmu!"

Erlan semakin menekan kuat dada Sean, membuat Sean semakin sulit bernafas.

"Patahkan kedua tangannya!" perintah Erlan.

Dante dan Sean masing-masing menginjak satu lengan. Dengan kuat menekan lengan Sean. Hingga terdengar suara retakan. Sean yang lemas, seketika menjerit merasakan rasa sakit dan nyeri yang luar biasa.

Belum puas. Sebelum pingsan, Erlan menumpahkan cairan alkohol di tangannya, tepat di wajah Sean.

Sean semakin memberontak rasa perih di wajahnya membuatnya semakin menjerit.

"Mengataiku buruk rupa. Akan ku perlihatkan bagaimana namanya buruk rupa," ucap Erlan tersenyum kecil menyaksikan Sean yang terus meringis kesakitan. Namun, tidak bisa berbuat apa-apa. Tangan dan wajahnya telah rusak dalam hitungan menit.

Erlan berbalik, "Bawa dia nanti ke atas, bisa saja itu akhir hidupnya. Aku ingin melihat, bagaimana marahnya wanita itu melihat adiknya sekarat."

Setelah mengatakan itu Erlan melangkah kakinya dengan tenang, seolah tidak terjadi apa-apa.

"Kau serius?" tanya Evan membuat langkah Erlan berhenti.

"Apa maksudmu mengatakan hal itu?" Erlan menanggapi dengan dingin, tanpa menatap lawan bicaranya.

"Ya, pertama. Dia hanya menurut padamu demi keselamatan adiknya. Kedua, jujur saja. Aku mengagumi kelihaiannya dalam bertarung. Kemarin saja saat kami bertarung, hasilnya seimbang. Kalau bukan karena adiknya, mungkin akulah yang tumbang," ucap Evan.

Erlan tersenyum sinis, "Kau pikir, aku takut menghadapinya? Dia hanyalah seorang wanita."

"Em, baiklah. Kita lihat saja nanti," ucap Evan mengedikkan bahunya tidak peduli.

Erlan tidak menggubris. Melanjutkan langkahnya untuk kembali ke lantai dasar.

"Aku lihat-lihat, kau begitu yakin Erlan akan tunduk pada wanita itu," sahut Dante bersedekap dada.

"Ya, aku melihat, sejak pertama kali Erlan seolah memperlihatkan ketertarikan pada wanita itu," jawab Evan santai.

"CK, seolah kau sudah berpengalaman saja," cibir Dante membuat Evan meliriknya sinis, tanpa niat menjawab.

Keduanya begitu santai, tanpa peduli Sean yang mengerang kesakitan.

Sementara itu, Erlan yang telah kembali ke lantai dasar mansion. Indera pendengarannya langsung mendengarkan suara Eliza.

"Sudah ku bilang aku tidak mau! Jika kau tidak ingin baju-baju Tuan sialanmu itu rusak, jangan memintaku mencucinya dengan tangan!" hardik Eliza kemudian menendang jas hitam yang berada di lantai.

"Apa yang kau lakukan? Ini jas edisi terbatas. Tuan Erlan akan membunuhmu jika tau jasnya kau tendang seperti ini!" sentak Clara memungut jas Erlan.

"Kalau begitu cuci sendiri!"

"Aku adalah pengawal Tuan Erlan, dan kau adalah pelayannya. Ini sudah menjadi tugasmu, Nona Martinez!" ucap Clara penuh penekanan, saat mengatakan marga Eliza.

"Ingatlah, adikmu berada dalam genggaman Tuan kami. Jika kau melawan, adikmu akan mati," ucap Clara memperingati.

Eliza menggeram. Tangannya mengepal kuat, tidak bisa berkutik. Ia kemudian mengambil jas hitam di tangan Clara.

Tanpa mengatakan apa pun lagi, ia pergi meninggalkan Clara.

"Jangan salahkan aku melukai adikmu. Dia memberontak, maka aku tidak akan segan membunuhnya," batin Erlan berekspresi datar menatap punggung Eliza yang semakin jauh dan menghilang dari pandangan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Tawanan Tangguh Sang Mafia    Bab 32

    "Wah, sangat indah," ucap Eliza penuh kekaguman berjalan-jalan di tengah taman yang dikelilingi bunga, dan terdapat sungai kecil di sisinya.Erlan tersenyum, menyamai langkah Eliza dengan tenang, damai, dan perasaan yang hangat."Sepertinya aku benar-benar jatuh cinta dengannya," batin Erlan menatap Eliza yang tersenyum manis menatap sekitar.Semakin mereka masuk dalam taman. Dari kejauhan mereka melihat sebuah acara kecil. Di mana ada seorang pria tengah melamar kekasihnya. Pancaran kebahagiaan tersorot jelas di mata wanita itu. Eliza terdiam, senyumnya perlahan memudar, menatap tajam pada pasangan yang tengah berbahagia. Perlahan tangannya mengusap perut buncitnya. Bibirnya diam, namun batinnya sedang beradu. "Aku bahkan hamil anak musuh keluargaku. Aku juga masih muda. Rasanya tidak ada harapan untukku menjalin kasih dan menikah. Terbebas darinya saja rasanya mustahil." Eliza menghela nafas. Melanjutkan langkahnya dengan hati yang berat. Erlan yang melihat itu, seolah bisa mema

  • Tawanan Tangguh Sang Mafia    BAB 31

    Hari ini, waktunya Eliza memeriksa kandungannya. Tidak ada raut bahagia sama sekali di wajah wanita itu. Bahkan terkesan dingin menatap layar yang memperlihatkan hasil USG perutnya.Berbeda dengan Erlan yang terlihat serius dan antusias mendengar perkembangan anaknya."Tolong jaga kandungannya. Tetap minum vitaminnya. Kurangi minum-minuman berkafein, apalagi sampai minum alkohol," jelas sang dokter pada Eliza yang justru mengalihkan pandangannya, mengacuhkan, seolah tidak peduli.Erlan menghela nafas, beberapa kali Eliza memang minum anggur jika ia membantah permintaan wanita itu, dan sekarang kandungan Eliza sedikit bermasalah. Dan jika terus mengkonsumsi makanan yang dilarang, bisa-bisa anaknya tidak selamat. Kalaupun selamat akan cacat.Erlan tidak ingin hal itu terjadi. Dengan tekad kuat, ia memilih akan terus mengalah dan menuruti Eliza yang keras itu."Ingin makan sesuatu?" tanya Erlan setelah mereka berada dalam mobil. "Aku ingin makan ayam goreng," jawab Eliza sembari mengusa

  • Tawanan Tangguh Sang Mafia    BAB 30

    Dor ....Di saat frustasi Dante. Erlan dengan gesit menekan pedal pistolnya dan menghancurkan remote bom serta jemari Dante.Tidak ada lagi hal mengancam. Erlan melempar pistolnya. Menggerakkan lehernya hingga terdengar suara keretek. Begitupun pada jemari tangannya.Di tengah tubuhnya yang lemas, sekuat tenaga Dante melawan Erlan yang menghujaninya pukulan dan tendangan tanpa celah.Sedangkan yang lainnya hanya melihat, menunggu perintah dari Erlan.Suara erangan Dante di tengah gelap dan dinginnya malam, tidak membuat Erlan merasa kasihan. Pria itu bahkan terus menyerang, dan tersenyum puas saat darah terpercik ke wajahnya.Saat Dante pingsan pun, Erlan masih menendang kuat perut pria itu."Selesai. Bawa dia ke markas, dan penjarakan dia," perintah Erlan kembali menaiki helikopter yang akan membawanya kembali ke mansion. Pria itu menatap tangannya yang penuh darah, tapi terlihat tidak peduli, bahkan tidak ada niatan untuk membersihkannya lebih dulu.Sementara itu Eliza yang meliha

  • Tawanan Tangguh Sang Mafia    BAB 29

    Erlan masih terpojok. Ia mempertimbangkan saran Eliza untuk langsung membunuh. Ada rasa tidak rela, tapi ia lebih tidak rela jika Eliza dan mansion yang telah ia bangun kembali susah payah hancur begitu saja.Erlan yang bersembunyi di balik para bawahannya saat bicara, melangkah maju. Menatap dingin Dante yang berusaha bertahan dengan ancamannya."Erlan Rodriguez, meski kau sudah menghubungi orang di mansionmu untuk keluar, itu belum melepaskan kekhawatiranmu kan? Aku tau, Erlan, bagaimana usahamu membangun kembali mansion tempat keluargamu dibakar hidup-hidup," ucap Dante terkekeh puas melihat Erlan yang tidak bisa berkutik.Rahang Erlan mengeras, tangannya mengepal. "Aku sudah mempercayaimu. Namun, kau mengkhianatiku! Apa yang kulakukan selama ini untukmu apa kurang!" teriak Erlan penuh emosi.Dante terkekeh, "Kau pasti sudah tau. Aku bukan bawahanmu, tapi mata-mata yang akan mengirim informasi penting Erdez Black. Kau harusnya berterima kasih, karena aku tidak memberi informasi pad

  • Tawanan Tangguh Sang Mafia    BAB 28

    "Shit, bagaimana bisa dia menemukanku?" Dante melompat keluar, dengan cara menggulung tubuhnya. Beruntung ia menggunakan pakaian anti peluru, hingga dirinya hanya mengalami luka kecil.Yang ia tau, Erlan akan membiarkannya hidup untuk menyiksanya, dan dia sudah menyiapkan langkahnya jika menghadapi hal ini.Lima buah helikopter mendarat dari berbagai sisi, menghalangi Dante yang berdiri seorang diri di tengah-tengah.Erlan melompat dari helikopter, menatap dingin pada sosok pria yang telah mengkhianatinya."Bersiaplah, hidup di neraka pengkhianat!" ucap Erlan dengan lantang.Dante membalas tatapan tajam Erlan tanpa rasa takut. Ia menyeringai, paham dengan kondisinya yang pasti terdesak. Ia langsung memperlihatkan sebuah remote di tangannya.Erlan membulatkan matanya, menatap tajam.Dante terkekeh, "Sekali ku tekan, seluruh penghuni mansion-mu akan meledak, booom!" ucapnya menyeringai.Erlan mengeratkan rahangnya, pikirannya langsung tertuju pada Eliza."Meski aku menyukai Eliza tapi

  • Tawanan Tangguh Sang Mafia    Bab 27

    Erlan memasukkan beberapa buah peluru pada pistolnya. Tatapan dinginnya menatap bangunan megah yang merupakan kediaman Dante."Pengkhianat sialan. Hari ini, adalah hari pertama kau akan hidup di neraka," batin Erlan menurunkan kakinya saat pintu mobilnya di buka."Aku benar-benar tidak menyangka. Eliza bisa menemukan detail pengkhianatan Dante, hingga hal terkecil pun. Bahkan Dante sudah menjual informasi kita sejak delapan tahun lalu," ucap Evan setelah selesai membaca hasil awal pengkhianatan Dante. Entah bagaimana cara Eliza hingga menemukan sedetail itu, serta bukti yang lengkap. Hal itu sangat mengesankan."Ya, kemampuannya dalam mencari informasi dunia IT sangat luar biasa. Dan jika kau berani melakukan hal sama, apa yang akan kulakukan pada Dante, jauh lebih mengetikkan untukmu," ucap Erlan menatap dingin punggung Evan. Dante masih bisa membuatnya tidak meledak. Tapi, Evan, pria yang sudah lebih dari bawahannya dan seorang sahabat. Mereka tumbuh bersama, dalam didikan yang sam

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status