Pagi ini, Lyona berbisik kepada Jian jika dia punya sesuatu yang spesial. Tanpa berpikir panjang, Jian pun bertanya kepada Lyona apa yang hal spesial yang ia rahasiakan. Pertanyaan itu hanya dijawab dengan senyuman jahil dan meledek dari Lyona.
“Nanti juga tau,” bisik Lyona saat guru masuk ke dalam kelas.
“Kelamaan. Keponya sekarang bukan nanti,” balas bisik dari Jian yang membuat Lyona semakin tersenyum lebar.
Selama satu jam pelajaran berlangsung, Jian merasa tidak tenang dan berkali-kali melirik kea rah Lyona yang juga dibalas tatapan bertanya dari Lyona. Hingga akhirnya ia menatap Lyona lekat-lekat.
“Apa?” tanya Lyona tanpa bersuara.
Jian pun mengambil sticky notes dan menuliskan pesan di atasnya. Ia menulis dengan fokus penuh. Lyona yang melihatnya bertanya-tanya dan berniat mengintip namun urung karena Jian mengangkat kepalanya dan menempel sticky notes itu di depan Lyona.
Tertulis ‘kasih tau rahasianya sekarang!’. Tanda seru itu membuat Lyona tersenyum. Lalu ia pun membalas. ‘Nanti aja, istirahat ku kasih tau’, ia pun menempelnya di depan Jian. Jian pun membalas ‘SEKARANG AJA!!!’. Ia memberikannya dengan tatapan serius. Lyona pun mendekat ke telinga Jian.
“Orang tuaku udah pulang.” Jian tampak terkejut lalu mendekat ke telinga Lyona.
“Kapan pulangnya?” Lyona mendekat lagi ke telinga Jian.
“Kemarin.” Jian memonyongkan mulutnya membentuk ‘O’ dan mengangguk kecil lalu mendekat lagi.
“Itu aja yang rahasia.” Lyona menatap gurunya yang menjelaskan lalu mendekat lagi ketika gurunya berpaling menghadap papan tulis.
“Dibawakan sesuatu sama bapak aku.” Jian membelalakkan matanya yang semakin berbinar. Ia mendekat lagi.
“Apa?”
“Nanti aja.” Lyona membalas Jian tanpa bersuara.
Ck. Jian pun berpindah pandangan ke arah gurunya dan keduanya mulai mencatat materi di papan tulis.
KRIIING. KRIIING.
“Baik anak-anak. Sekian pembelajaran hari ini. Jangan lupa dipelajari di rumah. Minggu depan kita adakan kuis.”
“Baik bu.”
Bersamaan dengan guru yang keluar, murid-murid pun mulai berhamburan keluar dari kelasnya masing-masing. Koridor-koridor mulai ramai dengan suara murid-murid yang memanggil teman-temannya.
Jian langsung memasang tatapan mengunci kepada Lyona. Ia tidak ingin gadis di depannya hilang dari pandangan. Lyona membalas tatapan Jian dengan mendengus pelan.
“Iya iya.” Jian merubah tatapannya menjadi senyuman.
“Ada apa nih?” tanya Okky.
“Lyona punya rahasia.” Jian menjawab.
Semua temannya langsung menatap Lyona dengan tatapan bertanya-tanya. Mereka menanti Lyona mengambil ‘rahasianya’.
“Nih, rahasiaku.” Lyona menaruh 2 bungkus makanan ringan di atas meja dan mata teman-temannya langsung tertuju ke makanan ringan itu.
“Oh my God. What is that?” tanya Sekta.
“Jadi, kemarin orang tuaku pulang dan bapak bawakan ini buat oleh-olehku tapi karena kebanyakan jadi aku bawa ke sekolah buat dimakan sama kalian,” jelas Lyona.
“Aw… kamu baik banget.” Sekta mencubit pipi Lyona gemas.
“Eh, anak orang ini.” Karine melepaskan cubitan Sekta dengan tertawa dan yang lain juga ikut tertawa.
“Bukan, ini anakku.” Sekta merangkul Lyona dan mendekatkan wajahnya dengan wajah Lyona. “Mirip kan?”
“Eh, kamu hati-hati sama anak ini. Nakutin banget soalnya.” Okky menambahkan dan Lyona hanya tertawa.
“Bilang aja pengen jadi anakku juga,” balas Sekta dengan ekspresi sombong dengan mengangkat satu alisnya dan mendorong pipinya dengan lidah ala-ala bos di film.
“Ih gak banget ya.” Okky membalas Sekta dengan mengernyitkan hidung dan melengkungkan bibir menampakkan giginya.
“Ah, udahlah. Ayo ini cepetan dibuka.” Jian menyela keduanya.
“Iya nih. Malah rebutan jadi anak Sekta.” Karine menambahkan.
“Udah-udah. Yuk kita buka dan makan sama-sama.” Lyona mengambil gunting dan memotong plastik pembungkusnya.
Mereka saling memakan makanan ringan itu dengan berganti-ganti dari yang satu ke yang lainnya. Sambil bercerita-cerita dan bercanda. Mereka juga menanyakan kemana orang tua Lyona pergi. Lyona pun meneceritakannya dengan panjang lebar bahkan hingga pulangnya orang tuanya. Teman-temannya memperhatikannya dengan saksama ketika bercerita sambil mengunyah makanan ringan yang ia bawa.
Lyona merasa dirinya telah diterima baik oleh teman-temannya dan ternyata ia masih mempunyai teman di sekolah barunya. Ia merasa tidak perlu lagi menyendiri dan akan membagikan cerita-ceritanya kepada teman-temannya ini. Ia juga akan menanti cerita-cerita yang lain dari teman-temannya. Kini ia merasa lebih tenang.
“Eh, kamu ada ini gak, Lyo?” tanya Sekta disela-sela mengunyah.
“Ada apa?” tanya Lyona dan yang lain memasang ekspresi penasaran kepada Sekta.
“Ini… chat. Nah iya, kamu ada chat-kah sama Kinan?” pertanyaan Sekta membuat Lyona berhenti mengunyah dengan wajah terkejut.
“Gak ada. Kenapa?” balas Lyona.
“Gak apa-apa sih. Cuma tanya aja. Kali kamu ada chat sama dia.” Karine menyenggol tangan Sekta.
“Ih, apa sih pertanyaanmu? Jangan sampailah. Kita harus beneran pasang badan kalau Kinan berani chat Lyona,” yang lain mengangguk setuju dengan pendapat Karine.
“Ya makanya ini tanya. Kalau dia udah chat-kan berarti kita ini udah mulai perang. Gimana pun, kita harus jaga-jaga.” Sekta menjelaskan.
“Nah bener juga tuh. Jadi Lyo, kalau ada apa-apa terutama nih masalah Kinan, kamu harus cerita ke kita. OK?” Jian mengucapkan dengan memegang pundak Lyona.
“BENER!” semua kompak menjawab.
“Iya, terima kasih teman-temannya.” Lyona mengucapkannya dengan senyum manisnya.
“SAMA-SAMA.”
“Eh, di bawah lagi ada tanding basket. Lihat yuk!” ajak Okky.
“Lihat dari jendela aja. Pasti raami banget di sana.” Karine berdiri dan langsung menuju jendela.
Teman-teman Lyona pun ikut menuju ke jendela dan Lyona mengikuti mereka di belakang. Mereka melihat pertandingan basket yang sengit. Namun mata Lyona langsung tertuju kepada cowok yang memasukkan bola ke ring. Kinan? Tanya Lyona dalam hati yang langsung dijawab oleh pernyataan Sekta.
“Eh, itu kan Kinan? Main basket lagi?” Sekta bertanya dengan menunjuk Kinan di bawah yang sedang high five dengan temannya.
“Makanya ini cewek-cewek ramai banget gak seperti biasanya. Sialan. Anak kayak gitu masih banyak aja yang suka,” ketus Karine.
Jian melihat Lyona yang terdiam sambil melihat Kinan yang sedang meminta bola kepada temannya. Ia pun menepuk pundak Lyona yang mengagetkan Lyona dari lamunannya.
“Kenapa Lyo?” tanya Jian dan semua temannya menoleh ke arah Lyona bersamaan.
“Hmm? Ah, gak apa-apa kok.” Lyona menjawab dengan tersenyum.
“Cerita aja Lyo. Jangan diam aja. Kenapa?” desak Sekta.
“3 hari yang lalu waktu aku pulang sekolah, aku ketemu Kinan di jalan.” Teman-temannya terkejut. Lyona pun melanjutkan. “Aku ngerasa ada yang ngikutin, awalnya aku gak peduli tapi akhirnya aku balik badan dan ternyata Kinan. Terus aku tanyain mau ngapain, dia jawabnya cuma mau kenalan aja.”
“Wah tuh cowok. Tapi beneran gak diapa-apain kan? Gak dimintain nomor juga kan?” tanya Okky.
“Gak kok. Cuma gitu aja. Terus besoknya juga dia gak ngikutin lagi,” pungkas Lyona.
“OK. Kalau ada hal lain langsung cerita ke kita ya!” Lyona mengangguk dengan permintaan Jian.
Mereka pun melanjutkan menonton pertandingan basket. Saat Kinan minum air mineral, ia mendongak dan melihat Lyona. Ia melayangkan senyuman dan menatap selama beberapa detik. Lyona bergidik ngeri. Sebenarnya apa yang dia mau?
PENGUMUMAN! PENGUMUMAN! Semua murid sekolah diistirahatkan di tempat untuk mendengarkan pengumuman dari sekolah. Sambil menunggu kesiswaan yang akan memberikan pengumuman, murid-murid meregangkan tubuhnya setelah sejam upacara. Begitu pula dengan Lyona dan teman-temannya, mereka juga meregangkan tubuh kakunya. Lalu kembali ke posisi istirahat di tempat. Kesiswaan pun memberi salam pembuka dan menyampaikan pengumuman kepada seluruh siswa. “Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.” “Wa’alaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh.” “Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua. Saya di sini akan memberikan sedikit pengumuman–“ kesiswaan memberikan rincian pengumuman seputar tata tertib dan juga kebijakan sekolah, “–dan yang terakhir, untuk kelas 11 yang akan melaksanakan study tour diharapkan berkumpul setelah jam pelajaran kedua di aula. Informasi akan disampaikan lebih lanjut. Sekian, saya akhiri, Wassalamu’alaikum Warahmatullahi W
Lyona berangkat ke sekolah dengan perasaan campur aduk. Ia takut dengan kejadian kemarin, ia terus berusaha melupakannya namun gagal. Ia semakin terlarut dan bahkan merasa semakin berdebar. Kinan, manusia yang ingin ia hindari di sekolah malah menjadikannya target. Ia tidak tahu bagaimana ia sebenarnya dan dari mana ia berasal, namun ia selalu diberitahu bahwa Kinan merupakan ‘ketua’ di sekolah dan sebisa mungkin jangan pernah berhadapan dengannya. Jika menjadi targetnya, maka tidak akan ada jalan keluar selain menjadi ‘miliknya’. Tidak peduli itu musuh atau pun wanita, Kinan akan selalu mendapatkan keinginannya. Lyona memegang pegangan tas sambil menarik napas sebelum mengangkat dan mengenakannya. Ia pun melangkah keluar dan berpamitan kepada orang tuanya yang juga telah selesai bersiap-siap akan berangkat bekerja. Langkahnya pagi ini lebih berat daripada hari-hari lainnya. Ia memikirkan hal apa yang sedang menantinya. Namun ia ingat bahwa jika seseorang memikirka
Hari minggu yang cerah, Lyona sudah sibuk memilih pakaian yang ingin ia gunakan hari ini. Sejak pagi, ia sudah mandi dan sudah sarapan bersama orang tuanya. Hari ini ia akan main ke taman bermain bersama teman-temannya. Karena menurutnya ia harus tampil rapi dan cantik, akhirnya ia memilih pakaian yang menurutnya paling sempurna. Seakan dirinya akan kencan buta, ia bahkan memaki dirinya sendiri ‘berlebihan’ namun tetap melanjutkan mencari pakaian. Setelah 35 menit memilih pakaian, akhirnya ia memutuskan mengenakan blue jeans panjang dengan atasan kaus putih dan kemeja sky blue sebagai outer. Tidak lupa pula ia memakai sabuk, bukan karena fashion namun karena celananya agak kedodoran di badan kecilnya. Ia berdiri di depan cermin dan melihat pakaiannya dari atas ke bawah dan memutar. Ia rasa sudah pas dan cocok di badannya. “Hihihi … sudah lucu dan cantik.” Lyona memuji dirinya sendiri. “OK. Waktunya make up biar lebih cantik lagi.” Lyona
Petang itu, Lyona membersihkan ruang tamu selepas kepulangan teman-temannya. Saat ia mendorong meja di ruang tamu, ibunya mengucapkan salam dan Lyona menoleh sambil membalas salam ibunya. Ia memberikan pelukan selamat datang kepada ibunya. Ibunya juga membalas pelukan Lyona. “Habis ada temanmu neng?” tanya ibu Lyona. “Iya, tadi baru aja pulang,” jawab Lyona. “Oh gitu, kamu udah makan neng?” “Udah bu, sebelum teman-teman datang.” “OK. Ibu mau mandi dulu, gerah.” “Iya, ibu.” Lyona tersenyum ketika ibunya mengelus rambutnya sambil berjalan. Setelah selesai merapikan meja dan membersihkan sampah-sampah bekas plastik makanan, Lyona masuk ke kamarnya. Ia langsung merebahkan tubuhnya dan mengambil ponselnya. Ia menggulir chat yang masuk dan mengecek tugas untuk esok hari. Kemudian pesan baru masuk dari nomor tidak dikenal. Ia menunggu si pengirim untuk mengirim pesan yang lain sebelum membukanya. Pikirannya kem
Lyona membuka pintu rumahnya dengan membuang napas kasar. Ia kemudian menutup kembali pintu yang ditutupnya di belakang. Ia melempar tas sembarangan ke pojok kamarnya dan melompat menuju kasurnya. Ia tidur telentang dan menatap langit-langit kamarnya. merasa lelah, ia memejamkan matanya dan menutupnya dengan tangan kirinya. Saat ia memejamkan mata, ia kembali melihat senyuman Kinan di lapangan basket tadi. “Ihh …” ia membuka matanya dengan lebar sambil menghembus-hembuskan napasnya dengan mulut. Ia bangun ke posisi duduk di atas ranjangnya dengan kedua tangan di samping badannya. Ia mengerjap-ngerjap berkali-kali berharap bayangan senyuman itu hilang. Namun ia malah semakin melihatnya jelas. Ia mengangkat tangannya menutupi wajahnya. “Aarrgghh …” ia mendongak kesal menatap langit-langit kamarnya. Kemudian ia beranjak turun dari ranjangnya dan membuka almari pakaiannya untuk berganti baju. Setelahnya ia mengambil tasnya yang tergel
Pagi ini, Lyona berbisik kepada Jian jika dia punya sesuatu yang spesial. Tanpa berpikir panjang, Jian pun bertanya kepada Lyona apa yang hal spesial yang ia rahasiakan. Pertanyaan itu hanya dijawab dengan senyuman jahil dan meledek dari Lyona. “Nanti juga tau,” bisik Lyona saat guru masuk ke dalam kelas. “Kelamaan. Keponya sekarang bukan nanti,” balas bisik dari Jian yang membuat Lyona semakin tersenyum lebar. Selama satu jam pelajaran berlangsung, Jian merasa tidak tenang dan berkali-kali melirik kea rah Lyona yang juga dibalas tatapan bertanya dari Lyona. Hingga akhirnya ia menatap Lyona lekat-lekat. “Apa?” tanya Lyona tanpa bersuara. Jian pun mengambil sticky notes dan menuliskan pesan di atasnya. Ia menulis dengan fokus penuh. Lyona yang melihatnya bertanya-tanya dan berniat mengintip namun urung karena Jian mengangkat kepalanya dan menempel sticky notes itu di depan Lyona. Tertulis ‘kasih tau rahasianya sekara