Carla terus melangkah di belakang Susan dan Hélie yang kini terus berjalan sambil menjelaskan setiap tempat yang mereka lewati. Kalau seperti ini, Carla merasa seolah sedang diberikan tour singkat oleh mereka. Namun setidaknya dia merasa lega karena kini dengan berjalan dibelakang, Carla tidak lagi terlalu diperhatikan. Carla bisa lebih bebas memikirkan rencananya sambil terus mendengarkan dan mengamati sekeliling.
Carla menoleh keluar jendela, sekarang mereka masih berada di lantai atas rumah kediaman marquis Spencer. Dia memperhatikan ke area luar. Dari yang aku amati sejauh ini ada beberapa titik kosong yang mungkin bisa aku gunakan jika aku harus melarikan diri. Beberapa di antara titik itu tidak dijaga oleh penjaga di rumah ini, selain itu ada beberapa titik juga yang mungkin bisa aku manfaatkan kalau titik itu tidak bisa digunakan. Dalam
Carla terdiam memperhatikan wajah lelaki dihadapannya yang terlihat aneh, entah kenapa, namun Carla melihat perubahan ekspresi Cruz. Tadi pagi pria itu masih bersikap tenang, akan tetapi siang ini ekspresinya lebih dingin dari sebelumnya, selain itu, aura pembunuh yang muncul darinya lebih pekat dari biasanya. Carla mengerutkan kening. Dia sungguh tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi dengan lelaki itu. Cruz tampak agak berbeda siang ini. Auranya terasa aneh, dan entah kenapa aku merasa lelaki itu seperti sedang dalam mode menyeramkan. Apa yang terjadi dengannya? Apakah dia masih kesal denganku gara-gara tadi pagi? Atau apakah dari ucapanku tadi pagi ada yang membuatnya kesal sampai-sampai membuat Cruz bersikap aneh seperti ini?Carla baru saja melahap makan siangnya sebelum kemudian dirinya sadar Cruz
“Melihat dari reaksimu, sepertinya kau sudah tahu apa kesalahanmu.” Cruz menatapnya tajam, membuat Johan semakin merasa terintimidasi. Mendengar kalimatnya barusan membuat lelaki itu semakin terkejut. Dia mengubah posisinya, menghadap Cruz, masih dengan posisi yang sama. Terduduk di tanah tempatnya jatuh.“A-apa yang anda bicarakan? S-saya sama sekali tidak mengerti dengan apa yang anda katakan barusan…” Johan bergumam. Dia sama sekali tidak bisa membuat dirinya sendiri tenang menghadapi Cruz. Lelaki itu memiliki aura yang terlalu menakutkan untuk di lawan, meski hanya dengan kata-kat. Namun dia juga tidak punya pilihan lain selain mengelak dari fakta yang sebenarnya, karena taruhannya adalah nyawa. Kalau dirinya sampai menceritakan hal yang sebenarnya pada Cruz, bisa saja Enrique yang sudah membuat perjanjian dengannya langsung membunuhnya seperti kesepakatan y
“Potong lidahnya, dan pastikan dia tidak akan pernah bisa bicara lagi untuk selamanya!” titah Cruz pada kedua anak buahnya yang sejak tadi berdiri tepat di belakang Johan. Lelaki itu membelalakkan matanya begitu mendengar ucapannya barusana. Kedua anak buah Cruz itu lantas bergerak menghampirinya. Mereka memeganginya dengan segera. Johan yang menyadari hal itu seketika berubah makin panik. Jika lidahnya dipotong maka untuk selamanya dia tidak akan pernah bisa berbicara dengan benar, itu sama saja artinya dengan dia tidak akan bisa menjalani kehidupan dengan normal seperti yang lainnya. Dia tidak akan pernah bisa berdagang lagi, bahkan untuk sekedar berteriak memanggil pembeli saja dirinya tidak akan pernah bisa. Itu akan menjadi mimpi buruk baginya. Selain itu, kalau lidahnya dipotong, maka dia juga tidak akan berguna lagi untuk Enrique, lelaki itu pasti juga akan membunuhnya kalau dia sudah benar-benar tidak berguna. Posisinya sungguh ser
Carla terdiam tanpa kata. Wanita itu sejak tadi hanya melamun sambil menatap keluar jendela. Sejak Cruz pergi, dia terus memikirkan apa yang sebenarnya terjadi dengan lelaki itu dan mengapa dia bersikap aneh seperti demikian. Carla terus berasumsi apakah jangan-jangan Cruz masih marah dengannya atau karena hal lain dia bersikap aneh seperti tadi. Di sisi lain, sementara dirinya diam dan melamun, Hélie dan Susan sejak tadi terus memperhatikannya dengan raut wajah bingung. “Apakah anda baik-baik saja, tuan putri? Anda terlihat murung sejak tadi. Apakah ada masalah? Jika anda memiliki masalah, tolong ceritakan semuanya pada kami agar anda merasa lebih lega.” “Benar, jangan menyimpan semuanya sendiri. Akan lebih baik jika anda mengatakan masalah anda.” Hélie menimpali kalimatnya. Mendengar itu Carla hanya menoleh tanpa berkata-kata.
Carla lagi-lagi hanya bisa diam sambil memandangi ke arah kursi kosong yang posisinya tepat berhadapan dengan tempatnya duduk. Dia tidak pernah membayangkan kalau ternyata dirinya sudah menghabiskan waktu hingga berjam-jam lamanya di dalam kamar hanya untuk memikirkan sikap aneh dari Cruz. Bahkan saking lamanya, dia sampai tidak sadar kalau malam telah tiba dan sudah saatnya makan malam. Kini dirinya terdiam di meja makan, sendirian, namun tidak benar-benar sendirian karena ada beberapa maid yang berdiri dan menemaninya. Sementara Cruz… pria itu sama sekali tidak menampakkan wajahnya sejak terakhir kali mereka bertemu. Entah kemana lelaki itu, tapi dari situasi yang dia perhatikan, Carla bisa menyimpulkan kalau dia masih belum juga kembali. Entah kenapa sejak tadi Carla terus saja memikirkan lelaki itu. Rasanya sungguh aneh dan sama sekali tidak seperti dirinya. Carla bahkan berulang kali menoleh ke arah pintu yang biasa dia lewati dan berulang
“Anda baik-baik saja, tuan?” Pria itu bertanya sambil memandangi Cruz yang sejak tadi terdiam sambil menatap keluar jendela sambil melamun. Sudah selama berjam-jam dia melakukan itu sejak terakhir kali mereka menangkap Johan.“Aku hanya sedang memikirkan mengenai surat yang aku kirimkan. Kira-kira, apakah Carla sudah menerimanya, ya?”“Ah, saya kira anda kenapa. Tidak perlu mencemaskan mengenai hal itu. Saya sudah mengatasi semuanya dan menjalankan semua perintah anda sesuai dengan keinginan anda. Semuanya aman terkendali, jadi tidak ada yang perlu anda cemaskan.”“Bukan itu maksudku. Aku hanya sedang memikirkan bagaimana reaksinya kalau tahu aku pergi tanpa pamit terlebih dulu padanya. Dia past
“T-tuan duke… ada gerangan apa anda mengunjungi kediam saya?” tanya Johan dengan suara terbata dan gemetar. Enrique memandanginya tanpa berkata apa-apa sebelum akhirnya mencoba mengintip ke dalam rumah. Menyadari hal itu, Johan bergegas membuka pintu lebih lebar dan meminta Enrique untuk masuk ke dalam rumahnya. “Si-silahkan masuk, tuan…”Enrique lagi-lagi tidak menjawab kalimatnya dan langsung melangkah masuk ke dalam rumahnya. Beberapa anak buahnya juga ikut melangkah masuk bersamanya. Johan sempat beradu tatap dengan salah satu anak buah Enrique dan dari tatapan menakutkan mereka saja sudah cukup untuk membuat Johan gemetar. Enrique mengambil duduk di salah satu kursi yang ada. Kedua mata pria itu mengedar, menatap sekeliling rumahnya dengan wajah serius. Johan yang melihat itu hanya bisa diam dengan berbagai pertanyaan yang langsung menyerbu pikiranny
“Benar apa yang tuan katakan kalau saya tadi baru saja bertemu dengan tuan marquis Spencer.”“Apa yang kalian bicarakan?”“Kami tidak membicarakan apa-apa, tuan. Saya bertemu dengan beliau hanyalah sebuah kebetulan. Tadi tiba-tiba saja ada beberapa orang yang datang dan menyeret saya pergi, mereka adalah penagih utang, dan mereka berusaha untuk membawa saya pergi, tapi tuan marquis langsung datang dan menyelamatkan saya,” jelas Johan. Dalam hatinya, lelaki itu berharap bahwa Enrique akan percaya pada kebohongan yang dibuatnya. Enrique terdiam tanpa kata, menatap lekat kedua mata Johan dengan penuh selidik, seolah sedang mencari celah kebenaran lewat sorot matanya.“Kau yakin hanya itu saja? Kau tidak sedang membohongiku kan?”