Home / Romansa / Terikat Cinta Setelah Akad / Bab 2 Tawaran Menikah

Share

Bab 2 Tawaran Menikah

Author: Nona Enci
last update Last Updated: 2024-11-20 18:55:40

"Kamu nggak mau nikah sama saya? Biar samaan kaya mereka," kata Bian membuat Laras menajamkan matanya.

"Laras!" panggil Sarah.

Sarah pun datang menghampiri keduanya. "Oh lagi sama Bian, aku kira kamu lagi ngobrol sama siapa."

"Aku pulang duluan, ya, Ras? Suamiku kasian pulang-pulang aku nya malah nggak ada di rumah," ujar Sarah.

Sarah memang sudah menikah. Suaminya tidak ikut kondangan karena masih ada di luar kota urusan pekerjaan. Saat ini Sarah sedang mengandung anak keduanya. Usia kandungannya baru 2 bulan.

"Nggak apa, kamu pulang aja, Sar. Bumil jangan pulang malam-malam," ucap Laras.

"Bisa aja kamu, Ras. Oh, iya, kamu pulang sama Bian aja. Rumah kalian deket, tuh. Bisa kan, Bi?" tanya Sarah meminta persetujuan Bian.

Laras langsung menolak, "Nggak usah. Astaga, Sar. Aku bisa pulang pesan Taxi. Udah kamu pulang sana, suamimu marah tau rasa nanti."

"Ya udah. Titip Laras, ya, Bian. Bye, Ras!"

Setelahnya tinggallah Laras dan Bian. Suasana terasa canggung. Laras mengambil minum kemudian meneguknya sedikit. Selain itu, ia tidak mengerti mengapa Bian ada di sini.

"Ayo?" ajak Bian.

Laras menautkan kedua alisnya. "Ayo ke mana?"

"Pulang. Kamu mau nginap di sini?"

"Loh, kalau Mas Bian mau pulang, ya, pulang aja. Kenapa jadi ngajak-ngajak aku?"

Bian menghembuskan napas kasar. Laras ini tidak mengerti atau pura-pura bodoh si? Tentu saja ia tidak ingin terlihat miris.

Tidak tahan, Bian pun menarik tangan Laras keluar gedung dan berakhirlah mereka di parkiran. Bian membawa mobil milik pribadi.

"Masuk." Bian membuka pintu tersebut dan memaksa Laras masuk ke dalam mobilnya.

Laras langsung menyentak kasar, "Nggak. Kenapa jadi maksa begini? Aku bisa pulang sendiri."

"Masuk, Laras." Kali ini dengan intonasi tegas juga dingin.

Bian berusaha menggapai lengan wanita itu, tetapi hal tersebut berhasil Laras tepis. Sorot mata tajam ia pancarkan kepada Bian.

"Aku bisa pulang sendiri," ucap Laras penuh penekanan.

Bian memandang tubuh Laras yang makin menjauh. Entah dari mana rasa kesal itu datang, ia menendang ban mobil cukup kencang dan berkacak pinggang dengan dada naik turun.

Akhirnya Laras pulang naik taxi dan diikuti Bian di belakang. Sepanjang perjalanan Bian terus berada di belakang Taxi tersebut. Seolah memantau Laras.

"Mbak, mobil belakang kayanya ngikutin kita," ujar si pengemudi Taxi.

Laras menoleh ke belakang. Itu mobil Bian. Ia bahkan hapal plat mobil pria itu. Ah, biarkan saja. Lagipula rumah keduanya saling berhadapan, jelas pria itu mengikuti Taxi yang Laras tumpangi.

"Lanjut jalan aja, Pak." Laras membuang napas kasar dengan tubuh ia sandarkan ke belakang jok mobil.

Sesampainya di rumah. Laras keluar dari Taxi online tersebut usai membayar ongkos perjalanan. Di lain sisi, Bian pun keluar dari dalam mobil yang ia kendari dan berlari kecil menghampiri Laras.

"Tunggu," cegah Bian seraya mencekal lengan Laras yang hendak pergi.

Karena peka dengan tatapan Laras, Bian pun langsung melepas cekalan itu dan menarik napas sejenak.

"Besok kerja?" tanya Bian.

Laras menatap Bian tidak percaya. Dari banyaknya pertanyaan, kenapa harus soal pekerjaan yang ia tanyakan? Ia pun menghembuskan napas kasar.

"Mau aku kerja atau nggak, itu bukan urusan Mas Bian." Laras langsung melenggang pergi. Sungguh ia lelah. Tidak mau berdebat sama sekali.

"Ibu saya besok mau ke sini."

Langkah Laras terhenti. Berbalik arah, tetapi tidak bergerak maju. Ia menatap Bian dengan jarak yang tidak terlalu jauh.

"Lebih baik kamu kerja."

Wanita itu makin dibuat tidak mengerti dengan ucapan Bian. Memang apa masalahnya ia masuk kerja atau tidak?

"Itu saran saya."

Usai mengatakan itu Bian langsung bergegas pergi. Ia berjalan ke arah mobil yang terparkir di tepi jalan depan rumahnya dan memasukannya ke dalam garasi. Laras melihat semuanya, bahkan sampai gerbang itu tertutup kembali.

*Keesokan paginya.

"Laras kamu nggak berangkat kerja?" teriak sang Ibu sambil mengetuk pintu kamar anaknya.

Laras membuka matanya. Pukul 7 pagi. Ia terdiam sebentar, lalu beranjak dari tempat tidur. Rasanya baru saja memejamkan mata, tetapi sudah pagi lagi.

"Nggak kerja?" tanya Ibu Laras usai membuka pintu.

Laras menggeleng lemah. "Masih cuti, Ma."

Ya, dirinya memang mengajukan cuti selama 3 hari. Hal itu disebabkan karena Pandu. Ia ingin mengistirahatkan pikiran dan tubuhnya dari rasa lelah yang terus membuat energinya habis.

"Mama udah bikin nasi goreng buat sarapan. Jangan tidur lagi, langsung mandi. Kami tunggu di meja makan."

Laras mengangguk dan tersenyum hangat.

"Jangan tidur lagi," peringat sang Ibu.

"Iya Mamaku yang cantik. Laras langsung mandi."

Namun, hal itu langsung mendapat tatapan tajam dari sang Ibu. Wanita itu seakan tahu bahwa anak gadisnya cukup sulit di bangunkan.

Laras menghembuskan napas kasar. Mendengar notifikasi dari ponselnya buru-buru ia mengecek.

Sarah :

[Untung kamu masih cuti kerja, Ras. Semua orang pada bahas pernikahannya Pandu. Padahal masih pagi udah pada gosip aja. Kamu juga dibawa-bawa, Ras.]

Laras :

[Biarin aja, Sar. Nggak usah di dengerin.]

Setelah mengetik balasan untuk Sarah, Laras bergegas ke kamar mandi dan membersihkan diri di dalam sana.

Di meja makan.

Bian. Laras melihat sosok pria itu duduk dan bergabung di meja makan. Juga, ada Weni—Ibu pria itu. Sontak ia terpaku di tempat. Mengapa tiba-tiba wanita setengah paru baya itu berada di rumahnya sepagi ini?

"Pagi, Laras. Makin cantik aja calon menantu Ibu," celetuk Weni asal.

Kemudian Weni menambahkan, "Tumben nggak pakai baju kantor, memang sekarang tanggal merah, ya?"

"Dia ngambil cuti, Bu." Ibu Laras yang menjawab.

"Oh, cuti. Ibu pikir karena libur."

Laras hanya membalas dengan senyuman. Ia menatap Bian sebentar, lalu ikut bergabung dengan mereka menikmati nasi goreng buatan sang Ibu.

"Oh, ya, denger-denger Laras sekarang lagi sendiri, ya?" tanya Weni dengan tatapan serius.

Dengan ragu Laras mengangguk. "Iya, Bu."

"Wah, kebetulan yang pas ini. Bian juga lagi sendiri. Biasa, galau habis ditinggal nikah dia." Weni terkekeh pelan.

Ingin sekali Laras berteriak, aku juga ambil cuti karena galau ditinggal nikah! Sayangnya kalimat itu tidak pernah terucap. Ia lagi-lagi membalas dengan senyum kikuk.

"Gimana kalau kalian berdua kami jodohkan?" tanya Weni menatap Laras dan Bian secara bergantian.

Awalnya Laras masih terdiam. Mencerna apa yang barusan ia dengar. Tetap berpikir positif. Mungkin wanita itu tengah bergurau. Untuk itu, Laras tidak mau ambil pusing ia melanjutkan sarapannya.

"Gimana, kamu setuju 'kan menikah dengan Bian, Laras?" tanya Weni secara terang-terangan.

Mendengar pertanyaan seperti itu membuat Laras tidak bisa berkedip sama sekali. Ia bahkan sampai tersedak nasi goreng yang dimakan. Sial. Kenapa pembicaraan seperti ini membuatnya gemetar sekaligus membeku di tempat.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terikat Cinta Setelah Akad   Bab 48 Hari Bahagia (Tamat)

    Jam makan siang."Laras!" panggil Lolita karena masih tidak terima bahwa surat penguduran dirinya tidak kunjung dapat persetujuan.Sarah yang melihat Lolita memanggil sahabatnya itu sontak menatap Laras seakan meminta jawaban."Kenapa, Ras?" tanya Sarah.Yang ditanya malah menggeleng pelan. Ia juga sebenarnya kurang tahu kenapa Lolita memanggilnya dengan nada cukup keras tersebut. "Yang bener aja kamu, Ras. Masa resign nggak ada omongan sama sekali ke aku," ujar Lolita masih tidak terima. Sarah yang mendengar seperti itu langsung menyahut, "Kamu resign, Ras?""Siapa yang resign?" Kali ini suara Bima yang muncul.Lolita menatap Laras dengan kesal. "Laras. Gara-gara dia surat resign saya batal di acc sama Pak Hendra.""Itu si nasib Bu Lolita." Bima memegang kopi dengan laptop di tangannya. "Pak Hendra mana mungkin lepasin sekretaris kesayangannya." "Diam kamu, Bima," balas Lolita tajam.Sebenarnya Lolita tidak marah, hanya saja kesal karena ia sudah menunggu-nunggu hari tersebut. Ia

  • Terikat Cinta Setelah Akad   Bab 47 Resign Bersama

    —Beberapa bulan kemudian. "Mas ... Mas Bian bangun." Laras menepuk-nepuk pipi suaminya pelan.Tidak lama pria itu membuka matanya usai mendapat satu kecupan di pipi. Mungkin itu jimat ketika Bian susah dibangunkan."Mas aku berangkat duluan, ya? Hari ini ada meeting," ujar Laras di jam 8 pagi.Bian yang masih tertidur di atas ranjang pun sontak terbangun. Ini masih pagi, kenapa sang istri sudah mau berangkat kerja?"Cium dulu," balas Bian setengah sadar.Laras memandang malas. Ia sudah mau telat, tetapi Bian malah meminta hal aneh yang pasti berujung memakan waktu lama.Cup! Ciuman itu mendarat di pipi untuk yang kedua kalinya."Udah. Aku berangkat, ya."Namun, baru saja hendak bangkit tangan Laras dicekal oleh Bian sehingga wanita itu kembali jatuh ke ranjang."Mas," gerutu Laras.Sayangnya Bian tidak peduli, pria itu malah menunjuk bibirnya dengan ibu jari. Menyodorkan pada sang istri seolah meminta lebih."Aku udah mau telat, Mas. Nanti aja, ya?"Akhirnya aksi tawar-menawaran Lara

  • Terikat Cinta Setelah Akad   Bab 46 Cinta yang Setara

    "Dari bibir kamu lebih manis," goda Bian.Laras refleks memukul tubuh sang suami. "Mas Bian!"Sayangnya pria itu justru terkekeh geli. Seolah hal yang paling menyenangkan adalah menganggu dan membuat istrinya marah."Muka kamu lucu," celetuk Bian. Laras pun merenggut. "Jangan kaya gitu lagi.""Kenapa?" Bian kembali mengikis jarak dengan sang istri. "Di sini aman. Mau nyoba lagi?"Tiba-tiba kedua orang tua Bian datang membuat keduanya berdiri dengan posisi normal. Laras merasa lega karena merasa diselamatkan."Kalian masih mau di sini atau ikut pulang bareng kami?" tanya Ibu Bian.Laras melirik ke arah Bian. Kemudian memamerkan senyum tipisnya. "Kita juga mau pulang, Bu. Takut hujan."Kedua orang tua Bian mengangguk lirih, berjalan lebih dulu meninggalkan kedua pasutri yang tengah berlibur tersebut. Entah sejak kapan Bian menjadi pria yang hangat dan romantis. Namun yang jelas Laras tidak henti tersenyum. Seperti saat ini, pria itu berjalan seraya menautkan jari-jemarinya dengan mili

  • Terikat Cinta Setelah Akad   Bab 45 Merasa Indah

    Usai berganti pakaian kedua pasangan suami istri tersebut menuruni anak tangga dengan senyum rekah di bibirnya. "Gibran?" panggil Laras saat sampai di bawah."Ibu sama ayah di mana?" tanyanya."Oh ... ibu sama ayah kayanya pergi ke kebun," balas Gibran.Tentu saja Laras kebingungan sendiri. Bukankah kesibukan kedua orang tua Bian adalah mengurus perusahaan mereka? Karena selama tinggal satu komplek yang ia tahu Bian ini dari keluarga berada. Ayahnya saja pemilik perusahaan tempat pria itu bekerja. "Ibu sama ayah saya memang urus perkebunan di sini, lebih tepatnya ibu. Karena hobinya berkebun," jelas Bian.Kemudian Gibran kembali membuka suara. "Kata ibu, Kak Bian disuruh ajak Kak Laras jalan-jalan. Jangan di rumah terus.""Makasih Gibran. Kamu pengertian, deh," celetuk Laras.Bian pun melirik ke samping. "Memangnya kamu nggak capek?""Stamina tubuh aku itu kuat, Mas. Jangan diragukan. Gimana kalau kita susul ibu sama ayah. Aku pengen liat-liat," ucap Laras tampak bersemangat. Gibra

  • Terikat Cinta Setelah Akad   Bab 44 Bertemu Mertua

    Setelah beberapa hari menghabiskan waktu di Bali, kini Laras dan Bian sudah berada di Taxi usai menempuh perjalanan pulang dari Bali—Bandung yang menghabiskan waktu sekitar satu jam lebih. "Mas, udah hubungi Ibu kalau kita udah perjalanan ke rumah?" tanya Laras di dalam mobil. Bian pun mengangguk. "Udah. Kenapa, kamu kok keliatannya seneng banget?""Aku nggak sabar ketemu orang tua Mas Bian. Apalagi ini pertama kalinya aku diajak berkunjung langsung setelah kita nikah," jujur Laras tidak lupa menebarkan senyum.Bian ikut senang karena sang istri terlihat bahagia dengan hal-hal kecil yang akan ia jumpai setelah. Ia tidak hentinya tersenyum. Kemudian tangan lembut itu mengusap rambut Laras dengan sayang. "Laras ...."Laras menoleh lalu membalas, "Kenapa, Mas?""Nggak apa-apa. Saya seneng aja liat kamu senyum lebar kaya gini," ungkapnya."Emang selama ini aku jarang senyum?" tanya Laras kebingungan. Lagi lagi Bian menggeleng lirih. Istrinya itu selalu saja membuat gemas. Tidak ayal

  • Terikat Cinta Setelah Akad   43 Honeymoon

    Beberapa hari berlalu. Kini, Laras dan Bian sedang berkunjung ke salah satu pantai yang menyediakan penginapan dengan nuansa pantai pasir putih yang terletak di kota Denpasar, Bali. Kedua pasangan suami istri itu sedang bersiap-siap karena sebentar lagi langit akan berganti warna jingga. "Kamu beneran honeymoon ke Bali, Ras?" tanya Sarah dari balik telepon. Laras pun mengangguk dengan wajah menghadap ke cermin hias. Memoles tipis riasan agar wajahnya tidak terlalu pucat. "Aku kangen pantai, Sar. Kebetulan kita mau berkunjung ke rumah mertua, jadi biar sekalian aja pulang dari Bali ke Bandung," balas Laras. "Astaga, Ras. Kamu istrinya Direktur, loh, minta honeymoon ke Eropa, kek. Jangan nanggung-nanggung, mau keliling dunianya juga Bian duitnya nggak bakalan abis," celetuk Sarah sengaja. "Perjalanan jauh yang bikin capek, Sar. Mending yang deket-deket aja lebih menghemat tenaga," jelas Laras apa adanya. "Padahal kapan lagi jalan-jalan jauh sebelum punya anak, nanti kalo udah ada

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status