Bagian 15
Aku mundur, balik arah, lalu mendatangi kasir. Bertanya dengan cepat di mana letak toilet.
“Mbak, toilet di mana?” tanyaku pada kasir yang kini tengah melayani pelanggan lain.
“Oh, di situ, Kak.” Kasir cantik itu menunjuk ke arah kiri dirinya. “Lurus terus, nanti Kakak belok ke kiri, ya.”
Aku mengangguk. Cepat-cepat berlari ke arah toilet tanpa menoleh lagi ke belakang. Sesampainya di lorong dengan dua ruangan yang bersebelahan, aku memilih belok lagi ke kiri, masuk ke toilet perempuan, kemudian memilih bilik nomor pertama. Kukunci diri dari dalam.
Napasku bahkan sampai tere
Bagian 16 Aku pun lekas bangkit dari toilet. Memasukan ponsel ke ransel, kemudian menaikan ujung jilbab instan yang kukenakan demi menutupi wajah. Kubuat seolah menjadi masker, supaya mukaku tak mudah buat dikenali oleh Mas Faisal, gundik, dan keluarganya. Melesat aku keluar dari bilik buang air. Jantungku kian berdegup kencang saat tangan ini menyentuh kenop pintu keluar ruang cuci tangan. Kukuatkan batin. Meyakinkan diri bahwa aku tak akan kenapa-kenapa. Saat pintu berhasil kubuka, tahukah kalian apa yang kudengarkan? Suara jeritan, ribut-ribut, sorak sorai, dan ragam kecentang-perenangan lainnya. Buru-buru aku keluar dari celah penghubung antara ruangan dalam restoran menuju toilet. Kutole
Bagian 17 Saat kuputar video terbaru yang diunggah oleh akun user178816255, tampak jelas di sana sosok Adelia yang tengah dijambak sambil diseret di resto Kebanggan Nusantara, tempat aku makan sekaligus bersembunyi tadi. Bagaimana aku tidak syok, lokasi penjambakan tak jauh dari lorong toilet. Terlihat di sana, seorang gadis cantik berambut panjang dengan outfit sporty serba hitam, tengah menarik rambut pirang Adelia. Pelakor itu menjerit kesakitan. Namun, tak ada yang bisa menghentikan cewek berambut panjang hitam yang terlihat bringas sekaligus kesetanan tersebut. Tak hanya cewek berbaju hitam, muncul lagi seorang perempuan muda dengan outfit yang lebih feminim. Cewek yang mengenakan mini dress selutut warna pink itu tiba-tiba maju dan ikut menarik paksa Adelia. Terdengar suara jeritan Ummi. Namun, perempuan tua bangka mata duitan itu
Bagian 18 Mas Sofyan masih melanjutkan menyetirnya. Sementara itu, aku kini tengah menekuni ponsel. Mengirimi tim kreatif Trens TV yang menghubungiku pesan balasan, kemudian membuka pesan-pesan WhatsApp siapa saja yang telah masuk ke nomorku. Kebanyakan pesan itu berasal dari teman-temanku. Baik teman sekolah, teman satu kampung, teman kuliah, hingga rekan kerja di kampus menanggapi status WA yang kuunggah Subuh tadi. Bahasa mereka rata-rata sama. Mengucapkan turut bersedih atas musibah yang tengah memintaku. Semua pesan itu pun tak hanya kubaca. Sebisa mungkin juga kubalas dengan ucapan terima kasih dan emotikon tangan yang ditangkupkan atau lebih dikenal dengan namaste. Ada pesan yang membuatku agak kaget. Dua pesan yang berasal dari nomor tak dikenal. Ketika kub
Bagian 19 “T-tidak apa-apa,” gumamku terbata. Ada yang bertalu-talu dalam dada. Perasaan yang tak biasa. Lebih mirip dengan sesak akibat asam lambung naik. Ah, aku dilanda nervous rupa-rupanya. “Foto itu, sudah lama sekali di dalam dompetku. Sebelum kamu menikah jelasnya. Aku yang terlalu pengecut waktu itu. Aku juga yang kurang ajar sebab telah mempertahankan potret istri pria lain di dalam dompetku. Aku minta maaf. Aku akan membuangnya—” Kupotong cepat ucapan Mas Sofyan, “Tidak perlu. Terserah saja kalau mau disimpan.” Tak kuduga, aku bisa menukas dengan kata-kata barusan. Setelah seperempat detik barulah kusadari bahwa kalimat tadi sepertinya menggelikan. Ya, ampun!
Bagian 20 Kabar baik itu membuatku benar-benar bisa tidur dengan nyenyak malam ini. Aku dan Syifa yang telah kubangunkan pukul 20.30 untuk sikat gigi serta minum susu, kini berada di dalam kamar tamu milik Mas Faisal yang letaknya hanya bersebelahan dengan kamar si empunya rumah. Tanpa kusadari, aku bahkan telah memejamkan mata sejak pukul 22.00 malam hingga pukul 05.30 pagi. Aku sedikit menyesal, sebab bangunku kesiangan dan akhirnya salat Subuhku terlambat. Usai salat Subuh di kamar dengan mukena yang dipinjamkan oleh Bi Dilah tadi malam sebelum aku tidur, buru-buru aku keluar kamar. Syifa masih tidur di kasur. Anak itu terlihat sangat keletihan dan aku tak tega buat membangunkannya. Alangkah malunya diriku ketika melihat Mas Sofyan sudah duduk di meja makan. Lel
Bagian 21 “Om, di depan ada ramai sekali wartawan. Mereka tahu dari mana kalau Mila ada di rumahku?!” Suara Mas Sofyan yang duduk di sofa ruang tamu terdengar mencelat. Panik. Setali tiga uang denganku yang sudah gemetar hingga ujung kaki. “Bukan apa-apa, Om. Ini takutnya ada penggiringan opini!” Mas Sofyan yang lembut dan santun mendadak terdengar seperti sedang emosian. Aku pun hanya bisa terduduk kembali di ruang makan. Bi Dilah ikut duduk di sebelahku sambil menenangkan. Namun, itu tak bereaksi sedikit pun. Masih saja aku deg-degan. Kulihat, Mas Sofyan kini menaruh jemari di atas bibirnya. Seperti sedang menyimak baik-baik apa yang pengacaranya ucapkan. Dia lalu ma
Bagian 22 “Saya rasa pertanyaan Anda berisi intimidasi dan pelecehan.” Mas Sofyan menegur dengan nada ketus. Membuat pria di hadapan kami tampak tersentak seketika. “Sudah cukup. Sudah sepuluh menit. Silakan untuk membubarkan diri kepada teman-teman awak media. Selamat pagi.” Mas Sofyan melanjutkan kalimatnya. Lelaki itu kemudian mengangguk kecil. Balik badan dan memberikan kode kepadaku agar segera masuk. “Mari semuanya,” pamitku pada seluruh wartawan. “Huu! Masa cuma sebentar, sih!” celetuk salah satu dari mereka. “Iya. Nggak asik!” Satu lagi menambahi. Kupin
Bagian 23 “Bunda … aku nggak mau ketemu ayah lagi!” Syifa berteriak dalam dekapku. Membuat hati makin lebur sebab lolongan sedihnya. “Maafkan Bunda, Nak.” Hanya lirih kalimat itu saja yang bisa kuulang-ulang kepada Syifa. Telanjur sudah kubongkar kebusukan Mas Faisal. Ada sesal, tetapi ucapan tak lagi bisa ditarik seperti batu yang sudah dilemparkan ke lautan. “Ayah jahat!” pekik Syifa lagi. Ya Allah, maafkan aku … bukan maksudku menjauhkan anak dari ayah kandungnya atau memprovokasi Syifa agar jadi pembenci. Aku hanya tak lagi mengerti, kata-kata apa yang pas untuk membuat Syifa tak lagi-lagi menanyakan Mas Faisal.&n