"Dia tenggelam! Tolong! Tolong!" teriak lelaki paruh baya. Pengunjung lainnya ikut riuh berteriak minta tolong. "Kemana penjaga pantai?!" teriak pengunjung yang bertanya-tanya."Tolong!" Wanita itu terombang-ambing di laut, ia semakin menjauh. Dia merasakan keram di kaki. Kepalalanya terus menyembul ke permukaan sembari berteriak meminta pertolongan."Kalian yang bisa berenang bantu dia! Jangan lihat saja!" cetus wanita tua pada sekumpulan orang di bibir pantai. Mereka kebingungan seperti enggan untuk terjun membantu wanita itu. "Lihat! Itu ada yang bawa kapal. Kita teriaki saja supaya mendekati perempuan itu!" kata seorang lelaki. Sedari tadi dia celingukan mencari bala bantuan. "Tolong! Yang membawa kapal! Tolong selamatkan wanita itu!!" Mereka meneriaki kapal yang dinaiki Raline.Azkara menerobos kerumunan, matanya memicing melihat wanita hampir tenggelam yang kini semakin menjauh. Tanpa menunggu lagi, ia turut berenang demi menolong wanita itu. "Ada yang berenang menolongnya!"
Pria berkumis tipis dengan setelan jaket kulit berwarna hitam menemui Raline di kediaman lamanya. "Hal penting apa yang ingin kau sampaikan? Hingga aku harus meninggalkan rapat." "Nyonya Raline, saya rasa Anda akan terkejut melihat vidio ini," ungkapnya sembari menyalakan laptop. "Coba putar biar kulihat."Prans menghubungkan flashdisk ke laptop lalu diputarlah suatu video berdurasi satu menit.Raline menjadi panik. "Kenapa bisa ada yang merekam kejadian itu, Prans?" "Kau bilang sudah mengamankan semuanya! Kau polisi yang paling berpengaruh di kota ini. Perjanjian kita tidak main-main!" Ia menatap nyalang lelaki itu. Di video terlihat jelas Aldrich dan ketiga pria suruhannya. Hubungan dengan Aldrich saat ini tidak baik. Ia takut kalau pria itu tidak bisa menutup mulut dan diajak kerja sama. Melihat kemarahan Raline justru membuat Prans terkekeh kecil. "Payah! Kenapa kau malah tertawa? Reputasiku sedang dipertaruhkan di sini!" Raline melempar tas mini yang berhasil ditangkap Pran
"Seharusnya mama masih dirawat di rumah sakit. Aku harus memarahi Dokter Ryan karena membiarkan mama pulang.""Mama sudah baikan. Kamu kenapa tidak istirahat saja, Az? Mengkhawatirkan mama, tapi tidak mengkhawatirkan diri sendiri," ujar ibu mertua. "Ma, Azkara belum berhasil menemukan Meika." Ia tertunduk sedih dan merasa tidak berguna sebagai suami. "Kita akan terus berusaha Azka. Mama yakin, putriku pasti akan kembali." Citra bersikap tegar untuk menutupi kesedihan atas hilangnya Meika. Ia tak mau terlalu membebani Azkara.Bertepatan pula dengan kepulangan Arland dan Liza dari kantor. "Syukurlah kau sudah pulang, Azkara. Aku tidak bisa membayangkan hari-hariku bekerja terus dengan asistenmu!" Liza ikut duduk menyantap cemilan yang disajikan.Azkara memberi Arland kode lewat mata lalu pergi sambil melempar senyum pada Citra dan Mahira. Kulihat mereka semakin lama sudah seperti kakak adik saja. Liza selalu sewot melihat kedekatan mereka. Nama Malvin tertera di layar handphone yan
Sania mengambil kendali kemudi setelah mereka kembali dari mall. Perjalanan berlanjut menuju kota tempat tinggal Yasmin. "Minum obat itu. Rasaku kau belum terlalu fit. Tidur saja kalau mau," terang Sania. Mereka kini saling diam. Setelah meminum obat, Yasmin mengamati keadaan sekitar tol. Malam belum larut. Seperti deja vu, ingatan saat dihabisi kembali muncul. "Ada apa??" Sania heran melihat dia yang terkesiap tanpa sebab. Yasmin menggeleng. Ketika menoleh ke samping, mobil lain sudah sejajar dengan mereka. Spontan ia mengedipkan kedua mata dengan rasa takut bercampur kejut. Ia sedikit mengeluarkan suara. "Kenapa? Kau lihat hantu?!" Sania resah. Suaranya lebih kuat dari sebelumnya. "Tidak. Aku ... cuma teringat sesuatu," kelit Yasmin. Inikah yang dinamakan trauma pasca kecelakaan? Trauma terhadap mobil yang melintas di malam hari benar-benar membuatnya dalam ketakutan. Apalagi jika jarak dengan mobil itu sangat dekat. Ia memejamkan mata lalu bersandar dan meregangkan
Pagi ini Yasmin pulang ke rumahnya. Rasa senang terus membuatnya tersenyum sedari tadi. Sempat putus asa akan nasib, tetapi sekarang tak lagi. Ia akan kembali ke siklus semula hidupnya. Menjalankan rutinitas harian dan mengembangkan karier.Namun, Yasmin harus lebih waspada. Bisa saja Raline masih mengincarnya. Orang yang layak mendapat ucapan terima kasih adalah Sania. Rupanya gadis itu tak menipu, ia sungguh menolong Yasmin. Sedangkan Oliv, biarlah menjadi urusan belakangan. "Iya, sebentar!" Nesha tergesa-gesa menuju ruang tamu. Sejak tadi bel rumah berbunyi berulang kali.Nesha memperhatikan dari atas hingga turun ke bawah sosok tamu itu. "Kau?"Yasmin mengangguk cepat sembari tersenyum. Sebelumnya ia melihat dua cincin emas di tangan kiri adiknya. Sementara di jari manis tangan kanan tersemat cincin berlian. Ia memeluk erat Nesha. Tak peduli jika sang adik masih memakai masker wajah yang cukup belepotan. "Lepas!" cecar Nesha."Beraninya kau kemari," ujarnya dengan tatapan sini
"Mengapa lampunya bisa padam? Suruh bagian keamanan untuk memeriksa listrik! Cepatlah! Agar listrik kembali bekerja," perintah Arland pada anak buahnya.Pria itu memutuskan panggilan lalu beralih menyentuh ikon senter yang ada di ponselnya.Riuh dari suara para tamu ketika di gedung mewah yang mereka tempati lampunya sedang padam. Di antara mereka bahkan juga ada yang menyalakan senter dari ponselnya.Arland berjalan melewati para tamu dan naik ke atas panggung, tempat di mana terdapat pelamainan di atasnya. Ia ingin menyampaikan sesuatu kepada para tamu atas ketidaknyamanan karena lampu yang tiba-tiba padam.Namun, sebelum mengatakan itu. Gio, anak buahnya tadi kembali menghubunginya."Halo, Pak Arland! Kabel listrik di luar gedung putus. Sehingga listrik tidak bisa menyala," ucap anak buahnya."Astaga! Cepat hubungi tim lainnya untuk menyelidiki penyebab kabel itu putus! Panggil PLN juga untuk segera memperbaikinya. Sekarang cepat kemari! Suruh mereka nyalakan genset! Genset otomatis
Arland menoleh ke arah kamar mandi. Ia teringat menemukan paperbag di dalamnya. Belum sempat ia cek apa isinya karena itu termasuk hal privasi Meika dan akan lebih baik jika Azkara yang membukanya."Maaf sebelumnya, Tuan Muda. Saat Anda pingsan tadi, saya mencoba mencari keberadaan Nyonya Meika. Saat saya mengetuk pintu kamar mandi tidak ada respon sama sekali dari dalam. Maaf sekali lagi atas kelancangan saya, Tuan, saya membuka pintunya karena saat itu saya berpikir sedang terjadi sesuatu yang buruk pada Nyonya di dalam, mengingat Anda tadi pingsan. Namun, begitu saya masuk, Nyonya tidak ada. Saya malah menemukan satu paperbag yang teronggok di dekat wastafel," ungkap Arland panjang lebar."Baiklah, saya mengerti. Berikan paperbag yang kau maksud itu," pinta Azkara yang masih agak pusing kepalanya.Arland mengambil paperbag yang terletak di atas sofa berwarna krim di sudut kamar lalu memberikannya pada Azkara. Di paperbag itu terdapat tulisan kata "Maaf" dalam bahasa Jerman "Verzeihe
Sejak malam tadi hingga pagi ini Meika belum bangun sama sekali. Malvin menyuntik Meika dengan bius yang sangat ampuh yang bisa membuat mereka yang terkena suntikannya tertidur dalam waktu yang cukup lama.Malvin adalah dalang di balik insiden malam tadi. Semua ia rencanakan dengan amat matang. Bermain secara tenang, lihai, dan cerdik. Sehingga rencananya tidak terendus sama sekali oleh Azkara, tangan kanan beserta ajudan dan anak buahnya.Ia memendam rasa cintanya pada Meika dan tak pernah menunjukkannya sedikit pun pada siapa pun. Saat mengetahui dambaan hatinya akan menikah dengan orang lain sebulan yang lalu, ia tak rela. Timbul hasrat untuk merebut dan memiliki Meika yang kini sudah bersuami. Sungguh ambisinya begitu besar.Azkara kini berada di rumahnya. Ia masih tidur. Sejak dalam perjalanan pulang menuju ke rumahnya malam tadi, Azkara masih merasakan kantuk yang luar biasa. Kepala terasa berat dan pusing, tangan kebas kesemutan, serta napasnya pun tersengal-sengal. Alhasil dir