Daniel yang menyadari keberadaan Jerome, Jenna, dan Liora. Mendorong mundur kedua pengawal Jerome, tetapi kekuatannya dengan mudah dikalahkan oleh kedua pria berseragam serba hitam tersebut.
Isyarat Jerome kepada kedua pengawalnyalah yang membuat Daniel berhasil menghampiri ketiganya di depan teras rumah dan berhenti tepat di hadapan Liora dengan wajah lebih merah padam dari sebelumnya dan amarah bercampur kecemburuan yang semakin berapi-api di kedua bola matanya. Sialan, ia hanya lengah sejenak dan Liora menyelinap di belakangnya.
“Apa yang kau lakukan di sini, Daniel?” Liora melangkah maju.
“Kita pulang. Sekarang.” Daniel langsung menyambar lengan Liora dengan kasar. Yang sontak membuat Jenna membeliak tak terima bercampur ngeri, terutama mengingat perut Liora yang sudah membuncit.
“Aku tidak mau!” tolak Liora. Memutar lengannya berusaha melepas cekalan Daniel.
“Lepaskan dia, Daniel.”
“Kau yakin dengan informasi ini?” ulang Jerome. Masih membolak-balik berkas-berkas di tangannya. Mencermati setiap lembaran foto tersebut satu persatu dengan lebih saksama.“Kecelakaan tersebut memang ditujukan oleh kedua orang tua Anda pada nona Carissa. Tetapi, sepertinya nona Carissa mengetahui niat buruk tersebut lebih dulu dan memanipulasi mobil yang mereka tumpangi bersama. Nona Carissa berhasil selamat karena duduk di jok belakang, sedangkan …”Jerome mengangguk mengerti sebelum Mac menjelaskan. Orang tuanya mendapatkan kecelakaan yang fatal karena fitur keselamatan mobil yang sudah dimanipulasi. Permusuhan di antara keluarganya dan keluarga Carissa memang sudah mendarah daging. Pun dengan kedua orang tua Carissa yang sudah meninggal. Jerome sendiri tak pernah ingin tahu, tetapi desas-desus yang menyebar di kalangan sosial mereka menggosipkan bahwa permusuhan tersebut karena hubungan cinta yang rumit di antara keempatnya. Yang kemu
Sepanjang makan malam, Jenna sama sekali tak membuka mulutnya kecuali hanya untuk memasukkan setiap suapan nasi. Tanpa melirik sedikit pun ke arah Jerome yang duduk di kepala meja dan hanya berjarak satu meter dengannya. Jerome sendiri tak berusaha memecah keheningan tersebut. Ia menunggu, menunggu mual dan muntah Jenna kembali bereaksi saat suasana hati wanita itun menjadi buruk karena dirinya. Tetapi, nyatanya wanita itu begitu lahap menelan setiap suapan ke mulut. Bahkan menghabiskan piring kedua lebih cepat di saat piring pertamanya pun belum habis. Setelah suapan terakhir, Jenna menelan susunya hingga habis. Tak memberi kesempatan bagi Jerome untuk mengeluh. Dengan sudut matanya, Jerome melirik ke arah Jenna yang bangkit berdiri dan melangkah keluar dari ruang makan. Dengan mulut masih membisu. Jerome pun ikut bangkit, mengekor di belakang wanita itu tanpa suara. “Mau ke mana kau?” Jerome tak bisa menahan pertayaannya ketika melihat Jenna yang berbelok ke ar
Untuk extra part, koinnya agak mahal ga papa ya. Karena kalo mau dipisah jatuhnya juga tetep sama, jadi sekalian aja digabung jadi satu part. *** Beberapa bulan kemudian … Jerome tampak melangkah gelisah menyeberangi ruang tamu yang luas, menuju pintu kamar yang ada di samping tangga. Ya, sejak kehamilan Jenna yang semakin besar dan perut wanita itu yang besarnya selalu membuat Jerome menatap ngeri istrinya, Jerome memindahkan kamar utama sementara di lantai satu. Dokter baru saja menghubunginya, mempertanyakan keberadaan mereka berdua yang tak kunjung muncul di rumah sakit. Untuk mempersiapkan jadwal operasi si kembar di perut Jenna. Karena kehamilan kembar dan kemungkinan sang ibu hamil kehabisan tenaga, Jerome bersikeras memilih operasi caesar untuk persalinan Jenna. Ia ingin semua persiapan terjadwal dengan baik. Selain itu, dengan semua artikel tentang rasa sakit yang akan dialami ibu hamil menjelang persalinan, Jerome tak bisa membayangkan seberapa besar pe
Dua tahun kemudian … Suara tangis bayi yang berasal dari pintu ruangan di samping kamar utama membuat Jenna terbangun di tengah tidurnya yang lelap. Kepalanya terasa begitu berat dan matanya nyaris tak bisa dibuka. Tangannya meraba-raba mencari pakaian yang entah dilempar ke mana oleh Jerome sebelum mereka terlelap. Lebih tepatnya sebelum mereka … “Kembalilah tidur.” Suara serak khas bangun tidur dari arah samping menghentikan Jenna yang samar-samar melihat pakaian tidurnya ada di ujung tempat tidur. “Terima kasih, Jerome,” gumam Jenna sambil kembali berbaring dan membiarkan kecupan singkat mendarat di bibirnya. Kedua matanya kembali terpejam ketika melihat Jerome duduk di pinggiran ranjang sambil berpakaian. Bahkan menyempatkan menaikkan selimut menutupi kulit telanjang pundaknya sebelum beranjak. Di antara kantuk yan kembali menyerang, Jenna bisa mendengar suara langkah kaki Jerome yan menjauh, kemudian pintu terbuka, lalu tertutup. Suara bayi-bayi bersahutan. Tidurnya menjadi te
Jerome menguasai ketenangan hatinya dengan baik. Daniel Lim sama sekali bukan gangguan untuknya. Hidup sepupunya sama sekali bukan urusannya, dan ia tak peduli pria itu kembali ke negara ini atau tidak. Hanya selama tidak mengusik Jenna. Dan sialnya, harus berhubungan dengan Liora juga karena wanita itu saudara kembar Jenna. Yang mau tak mau akan memengaruhi sang istri.“Kupikir kita tidak sedekat itu untuk saling menyapa lagi sejak … dua? Hmmm 3 tahun yang lalu.”Daniel terkekeh. “Apa kau masih sakit hati karena aku berselingkuh dengan tunanganmu?”Jerome tak membalas. Bahkan jemarinya sudah berniat menekan tombol merah ketika Daniel berkata-kata lagi.“Itu sudah berlalu, Jerome. Kau juga sudah mendapatkan kembali pengganti tunanganmu. Jenna yang asli. Yang polos dan … masih perawan?”Jerome menggeram dengan kata-kata terakhir Daniel dengan nada mengejek itu.“Akulah yang lebih dirugikan di sini. Istriku menceraikanku, anakku mati, dan aku masuk ke dalam penjara. Adakah yang lebih bu
Seperti yang sudah Jenna perkirakan, walaupun pesta ketiga kembarnya dilaksanakan di rumah, tetap saja Monica menjadi pemeran utama. Wanita itu mengarahkan semua pelayan seolah wanita itu adalah nyonya di rumah ini.“Pastikan semua sudah siap saat para tamu undangan datang.” Jenna bisa mendengar suara memerintah Monica ketika baru saja turun ke lantai satu. Wanita itu mengenakan gaun pendek berwarna merah maroon. Seharusnya cukup pendek untuk memiliki belahan di paha. Seharusnya. Mengingat banyaknya mata anak kecil yang tak seharusnya dikotori dengan pemandangan semacam itu.Monica menoleh ke samping, senyum semringah seketika menghiasi wajah cantik wanita itu. Bukan karena kedatangan Jenna, melainkan kedatangan Jerome yang tengah menggendong Alexa. Hanya melirik sekilas kea rah Jenna yang menggendong Axel dan pengasuh yang menggendong Xiu.“Semua sudah beres,” ucap Monica sembari mengangkat pergelangan tangannya. “Seharusnya sebentar lagi akan ada yang datang.”Jerome mengangguk data
“Jerome tak pernah menceritakannya padaku“Bukan berarti dia tidak memilikinya, kan?”Jenna tak membalas, wajahnya berputar menatap pintu mobil yang terbuka dan sepasang kaki jenjang melangkah turun. Pandangannya beralih ke atas, menemukan wajah cantik dengan rambut pendek sebahu yang bergelombang. Wajahnya mirip dengan Jerome, mulai dari warna mata, hidung, dan bibir. Hanya garis rahangnya yang terlihat lebih lancip. Jennifer Lim, jadi itu nama kakak iparnya, batin Jenna.Begitu Jennifer berdiri di samping mobil, wanita itu langsung menatap Monica dan Jenna bergantian. Sedikit lebih lama pada Jenna dan dengan tatapan yang sulit diartikan. Seketika Jenna sadar diri kalau wanita itu tidak menyukainya.“Kau pasti Jenna,” ucap Jennifer ketika sudah berhenti tepat di hadapan kedua wanita itu.Jenna mengangguk, berusaha menampilkan senyum selebar mungkin meski sam sekali tak ditanggapi oleh Jennifer.Jennifer hanya menyeringai dan beralih pada Monica. “Di mana Jerome?”“Di ruang kerjanya.”
“Kau sudah pulang?” tanya Jenna ketika keduanya sudah saling berhadap-hadapan dengan pria itu. “Ken …”“Kau bilang ingin keluar.” Kedua lengan Jerome langsung menangkap pinggang wanita itu dan wajahnya semakin mengeras ketika menangkap sesuatu di pipi Jenna. Tangan pria itu langsung terangkat dan menangkap pipi Jenna. Matanya menejam dan kedua matanya menggelap. “Apa ini?”Jenna seketika menyelipkan kedua lengannya di pinggang Jerome ketika sang suami sudah bergerak berbalik. Ia tahu kalau Jerome tahu siapa penyebabnya. Ia bukan pengadu, tapi sepertinya bekas kuku Jennifer cukup kentara. Jerome tak pernah suka ada luka lecet apa pun di tubuhnya. Jenna sudah mengingatkan dirinya untuk menyamarkan luka itu sebelum Jerome pulang, tapi tak tahu kalau Jerome pulang lebih awal dengan penuh kekhawatiran seperti ini. Seolah ada sesuatu yang membuat pria itu tak tenang. “Mau ke mana, Jerome?”“Apakah dia yang melakukannya?”Jenna tak tahu bagaimana harus berbohong, tapi … “Kami terlibat perdeb