Gisella dan Arya masih berada di lantai tiga. Arya menunjukkan semua ruangan yang ada di lantai tersebut.
Hembusan angin yang terasa lembut membelai pipi membuat Gusella menoleh ke arah jendela yang ada di ujung lorong. Terlihat atap-atap rumah dari unit yang lebih kecil di kejauhan sana.
Unit milik Arya berada di perbatasan antara perumahan cluster mewah dengan cluster yang berada di level bawahnya lagi. Karena hal itu lah, kini Gisella bisa melihat jejeran cluster yang terlihat di kejauhan.
"Udah capek?" tanya Arya saat melihat ke belakang, ternyata istri kecilnya itu sedang menatap ke arah jendela. Arya mendekat dan memeluk Gisella dari belakang, "Lihat apa sih? Tidak ada yang bisa di lihat."
Gisella menggeliat dalam pelukan suaminya. Gisella hanya bisa mendengus saat Arya tak membiarkan dirinya bersantai barang sejenak. "Ada kok. Itu rumah-rumah di kejauhan cantik semua."
"Rumah kita juga cantik kan?" tanya Arya memastikan. Dia takut Gise
Sekitar pukul sebelas siang, Arya terlihat sudah rapih kembali. Memakai pakaian formal yang sudah lama tidak dia kenakan.Begitu Arya keluar dari kamar, dia bertemu dengan Gisella yang baru saja datang dari lantai bawah. Gadis itu mematung di tempat dengan tangan memegang sebotol air minum."Om, ganteng banget. Mau kemana?"Arya terkekeh mendengar pujian yang sangat jarang Gisella ucapkan. Pria itu berjalan mendekat dan mengusap puncak kepala istrinya. "Saya ada meeting siang ini. Kamu ikut ya? Saya mau memperkenalkan kamu pada orang-orang kantor."Gisella memiringkan kepalanya ke kanan sambil salah satu tangannya menggaruk pipi yang tidak gatal. "Emang boleh ke kantor bawa kerabat? Lagipula, kenapa tiba-tiba Om kerjanya di kantoran? Maksud Om kantor di perkebunan kan? Emang di sini ada perkebunan sawit ya?"Arya menghela napas. Terasa berat sekali, menunjukkan betapa Arya merasa frustrasi menghadapi sikap Denial istrinya. Entahlah bisa di sebut De
Gisella dan Arya masih berada di lantai tiga. Arya menunjukkan semua ruangan yang ada di lantai tersebut.Hembusan angin yang terasa lembut membelai pipi membuat Gusella menoleh ke arah jendela yang ada di ujung lorong. Terlihat atap-atap rumah dari unit yang lebih kecil di kejauhan sana.Unit milik Arya berada di perbatasan antara perumahan cluster mewah dengan cluster yang berada di level bawahnya lagi. Karena hal itu lah, kini Gisella bisa melihat jejeran cluster yang terlihat di kejauhan."Udah capek?" tanya Arya saat melihat ke belakang, ternyata istri kecilnya itu sedang menatap ke arah jendela. Arya mendekat dan memeluk Gisella dari belakang, "Lihat apa sih? Tidak ada yang bisa di lihat."Gisella menggeliat dalam pelukan suaminya. Gisella hanya bisa mendengus saat Arya tak membiarkan dirinya bersantai barang sejenak. "Ada kok. Itu rumah-rumah di kejauhan cantik semua.""Rumah kita juga cantik kan?" tanya Arya memastikan. Dia takut Gise
Meski awalnya Gisella bersikeras tidak mau tidur, nyatanya gadis itu kini tengah tertidur lelap. Ucapannya yang ingin mengetahui jalanan agar bisa kabur pada akhirnya hanya wacana belaka.Arya melajukan mobilnya memasuki kawasan elite yang ada di pusat kota. Gapura besar dengan ornamen-ornamen kuda warna putih menjadi ikon perumahan tersebut. Ketika di pos pemeriksaan, mobil di hentikan oleh petugas keamanan. Memeriksa untuk keamanan bersama.Setelah memastikan semua aman, Arya di persilahkan lewat. Mobil warna silver itu melaju meninggalkan pos penjagaan. Salah satu petugas berucap pada temannya, "Hei, tau tidak? Pak Arya tadi sedang bersama seorang wanita. Baru kali ini aku melihat Pak Arya membawa seorang wanita ke rumah pribadinya.""Masa sih? Adiknya mungkin," ujar petugas yang lain.Petugas yang memeriksa tadi menggeleng, "Tidak mungkin. Pak Arya kan anak tunggal? Aku dengar, hubungan dia dengan sepupu nya yang lain tidak
Seperti apa kata Arya, sekitar jam tujuh kurang Arya dan Gisella sudah bersiap-siap untuk pindah.Arya sudah mengajak kedua mertua dan Gibran untuk ikut serta, agar mereka tahu tempat tinggal yang akan Gisella tempati. Agar mereka tetap merasa tenang.Sayangnya baik Bintang dan Sarah, ternyata Gibran pun memiliki urusan yang tidak bisa di tunda."Papa sama Mama bisalah tidak ikut karena alasannya cukup masuk akal. Terus masa Abang juga tidak ikut? Kenapa Abang tidak berhenti aja dari Club Band itu sih?" omelan Gisella yang terus gadis itu ucapkan sejak satu jam lalu.Gibran memutar bola mata, merasa sangat jengkel. Dia sudah terbiasa mendengar omelan Gisella, tapi tetap tidak pernah suka bila sang adik sudah mengomel kalau keinginannya tidak terpenuhi."Sudah, Sayang. Tidak apa. Masih ada waktu lain kali kan? Lagipula kita pindah masih di provinsi yang sama, masih ada kesempatan untuk berkunjung."Gisella melirik Arya dengan tatapan si
Pada keesokan harinya.Gisella sudah bangun sejak pagi buta. Gadis itu sengaja bangun lebih pagi karena hendak menyiapkan sarapan untuk keluarga.Arya yang bangun karena mendengar suara alarm di ponsel Gisella sempat terlihat kebingungan saat tak mendapati istri kecilnya tertidur di sebelahnya. Sempat mengira gadis itu berada di kamar mandi, tapi ketika Arya melihat ke arah kamar mandi, ternyata kosong.Tak ada Gisella di sana. Pintu kamar mandi yang tertutup dan lampu di dalam yang mati membuat Arya berasumsi bahwa Gisella kemungkinan sudah berada di dapur."Masih jam setengah lima, tumben banget udah ke dapur?" gumamnya pelan seraya menurunkan tungkai kaki dari atas ranjang.Matanya masih tampak sembab, maka dari itu Arya pergi ke kamar mandi guna membersihkan diri karena sebentar lagi Adzan subuh akan berkumandang.Di lain sisi, Gisella sedang memasak ayam ungkep, setelah mengecilkan kompor dan menitipkannya pada Bibi ART, Gis
"Sudah ngobrolnya?"Arya dan Gibran menoleh ke arah ruang keluarga. Hanya ada Gisella di sana sedang menonton televisi, sendirian sambil memakan camilan kentang goreng.Arya mengangguk dan berbelok menghampiri istri kecilnya. Sementara Gibran melengos pergi ke lantai atas dimana kamarnya berada.Arya duduk di sebelah Gisella, dia tatap kentang goreng dan wajah Gisella secara berulang. Gisella yang menyadari arah tatapan Arya juga turut menatap ke arah kentang gorengnya dengan tatapan bingung."Kenapa sih?"Satu tangan Arya terangkat dan mencubit gemas pipi Gisella. "Kamu menggemaskan banget sih?"Seketika itu juga wajah Gisella berubah memerah. Bibirnya berkedut menahan perasaan membuncah ingin tersenyum. Arya yang menyadari malah terkekeh."Mama sama Papa udah tidur?" tanya Arya sambil melirik ke arah kamar yang ada di dekat tangga.Gisella mengangguk, tatapannya sudah fokus kembali pada layar televisi. "Udah ngantuk kat