Gisella Anastasia — gadis cantik nan manis berusia dua puluh tahun itu harus menelan rasa kecewa yang di torehkan oleh sang tunangan. Pria yang seharusnya minggu depan menikah dengannya, malah bermain serong dengan wanita dari masa lalu. . . "Meskipun tidak jadi menikah denganmu, tapi aku pastikan Minggu depan aku akan tetap menikah, walaupun harus menikah dengan pria lain!" . . Siapa menyangka, kalau hal itu membuat Gisella nekat mengajak seorang pria matang berwajah tampan untuk menikah? "Menikah denganmu? Boleh. Tapi jika sudah menikah denganku, tidak ada perceraian di kemudian hari. Kamu sanggup? tanya pria matang dengan wajah rupawan itu. Sukses kah Gisella membalas dendam pada sang mantan Tunangan? Lalu bagaimana respon Gisella setelah mengetahui kalau Suaminya ternyata tidaklah sesederhana yang terlihat? . . ikuti kisah "Terjebak Cinta Om Presdir" eksklusif hanya di Good Novel. TTD : Little Rubah
View MoreGisella Anastasia Bintang — gadis itu mengepalkan kedua tangan di sisi tubuh. Menatap marah pada seorang pemuda berkulit Tan yang sedang berdiri di hadapannya.
"Tega kamu ginikan aku, Bang?" tanya Gisella dengan suara bergetar menahan tangis. "Kamu gak lupa kan kalau minggu depan kita mau menikah? Terus di sini sekarang kamu malah selingkuh sama Mbak Vera?!" suaranya naik satu oktaf saat menyebut nama selingkuhan sang tunangan. Adi berusaha meraih tangan Gisella, "Sella, Abang bisa jelaskan. Ini—" Gisella tepis tangan Adi, dia tidak sudi bersentuhan dengan lelaki itu. "Penjelasan apa lagi? Sudah jelas kalau kamu sama Mbak Vera habis tidur bersama kan?! Mataku enggak buta, Bang. Aku lihat dengan kedua mata kepalaku sendiri!" Pecah, akhirnya tangisan gadis itu luruh juga. Rasa sakit yang dia rasakan seakan menusuk relung hati. Lelaki yang dia percaya, yang sudah dia pacari sejak dua tahun belakangan, nyatanya hanya lelaki brengsek yang tidak bisa menahan hawa nafsu belaka. Persis seperti hewan, itu lah yang ada di pikiran Gisella. Adi menjambak rambutnya sendiri, kepalanya menoleh ke kanan. Bingung bagaimana hendak menjelaskan pada sang tunangan. Karena nyatanya, tuduhan Gisella tadi memang benar adanya. Adi telah tidur bersama Vera, mantan Adi dari masa SMA. "Sella, udah lah. Kamu kan perempuan sok suci. Menurutmu aja, pacaran dua tahun tapi enggak pernah ngapa-ngapain itu bagaimana konsepnya? Jelaslah Adi bosan sama kamu," di akhir kalimatnya Vera tertawa meremehkan. Tangannya terlipat di depan dada, terlihat pongah sekali karena telah berhasil membuat Adi dan Gisella bertengkar hebat. Kedua netra coklat Gisella menatap tajam ke arah Vera. Mata nya menatap naik turun, memindai tubuh Vera dari kepala hingga kaki. Hingga satu dengusan dan senyum sinis terbit di bibir gadis cantik itu. "Pantas, perempuannya macam kucing kampung begini. Mau kawin sama sembarangan jantan." Vera melotot saat mendengar ucapan Gisella barusan. Baru saja mulutnya terbuka hendak melayangkan cacian, tangan kanan Gisella sudah terangkat tepat di depan muka Vera — gestur agar Vera berhenti bicara. "Harusnya saya yang tanya ke Mbak Vera. Sudah tau Bang Adi punya tunangan, tapi Mbak masih mau sama calon Suami orang itu gimana konsepnya?" tanya Gisella balas mendelik. Adi yang berada di tengah-tengah pertengkaran dua perempuan beda usia itu sampai memijat kening karena merasa pusing. Dia sadar, kalau semua ini pemicu nya karena kesalahan dia sendiri. Seandainya saja dia tidak tergiur dengan godaan Vera, pasti dia tidak perlu mengalami hal ini. Gisella yang sudah terlalu emosi itu lantas berucap sesumbar, "Kita batalkan saja Pernikahan kita berdua Bang. Lalu, meskipun tidak jadi menikah denganmu, aku pastikan Minggu depan aku akan tetap menikah, walaupun itu bukan sama kamu!" "Sella!" murka si Adi. Dia tidak terima dengan keputusan impulsif yang di ambil oleh Gisella. Apalagi, apa katanya tadi? Akan tetap menikah walaupun bukan dengan Adi? Apakah Gisella sedang mencari perkara dengan keluarga Adi yang terpandang di kampung sebelah? "Apa kamu?! Kamu tidak punya hak buat menghentikan aku, Bang! Kamu lihat saja, aku akan tetap menikah Minggu depan!" Tanpa menunggu tanggapan Adi, Gisella langsung pergi dari kostan dimana Adi tinggal. Adi hendak mengejar, tapi tangannya keburu di pegang oleh Vera. Perempuan itu mencegah Adi agar tidak mengejar Gisella. Yang mana, Gisella semakin membenci Adi karena tidak berusaha untuk membujuknya. Siang itu, Gisella berniat mengantarkan makan siang ke kostan Adi. Dia rela datang di sela jam makan siangnya demi bisa bertemu dengan Adi. Sayangnya, keputusan itu malah membuat dia harus mengetahui perbuatan buruk sang tunangan. "Adi brengsek! Laki-laki sialan! Mati aja kau di laut! Huhu," sumpah serapah Gisella ucapkan bersamaan dengan air mata yang jatuh ke pipi, demi meluapkan amarah di hati. Bukannya mereda, Gisella malah semakin bertekad untuk mencari laki-laki yang bisa dia nikahi Minggu depan. Tidak masalah bila dia di cap sebagai perempuan tidak benar karena seenak hati mengganti mempelai pria, karena dia yakin, suatu saat semua orang akan mengetahui siapa sebenarnya Adi tanpa dia perlu membeberkan keburukan pria itu. Sesampainya di tempat kerja, Gisella sudah menghapus semua jejak air mata. Namun tetap tidak bisa menyembunyikan wajahnya yang sembab. "Widih, habis makan di luar kayanya nih." Celetukan tengil itu membuat Gisella menoleh ke asal suara secara spontan. Saat itu lah, orang itu melihat wajah Gisella yang memerah dan terdapat jejak kemerahan di sudut matanya. "Gis? Kamu kenapa?" "Apasih Om? Kepo banget deh," sinis Gisella seraya melepas sendal luar, dan berganti dengan sendal ruangan. Seragam Oka yang dia gunakan pun terdapat jejak basah di lengan bajunya. Pria itu bernama Arya, tetangga yang tinggal tepat di sebelah tempat kerja Gisella. Sementara Gisella sendiri bekerja di sebuah Apotik milik seorang bidan yang juga membuka praktek mandiri. Klinik dan Apotik yang saling bersebelahan, membuat Apotik tempat Gisella bekerja tidak pernah sepi pengunjung. Arya yang tadinya sedang duduk di teras kontrakan lantas berdiri dan menghampiri Gisella. "Kamu habis nangis? Kenapa Gis?" tanya Arya dengan kening berkerut. Ada jejak khawatir di matanya. Gisella yang tadinya sudah tenang, mendadak kembali melankolis. Matanya berkaca-kaca kembali, dia buru-buru menundukkan kepala, mencegah Arya untuk melihat. "Kenapa Gis?" Arya dan Gisella menoleh ke asal suara. Ternyata itu Febri, salah satu Bidan yang bekerja di klinik. Melihat mata Gisella yang berembun, Febri sontak menatap Arya sambil mendelik. Arya yang sadar kalau dia di curigai sebagai tersangka lantas mengangkat kedua tangan ke atas, "Bukan saya! Saya pun penasaran kenapa Gisel sampai menangis." Febri menatap Gisella, meminta klarifikasi. Benar saja, Gisella menggelengkan kepala, menjawab kalau bukan Arya yang membuatnya menangis. "Terus kamu kenapa Sella?" di rengkuhnya gadis itu ke dalam dekapan. Tangan kanannya bergerak alami menepuk punggung Gisella. Suara isak tangis Gisella semakin terdengar. Gisella benar-benar berada di titik tertinggi rasa kecewa dan amarah. Rasa tidak percaya masih menggelayut hati. Berusaha menyangkal, tapi bukti telah dia saksikan dengan kedua mata kepalanya sendiri Hingga tiba-tiba dia mengangkat kepalanya dari dekapan Febri, menoleh ke arah Arya yang ternyata masih berdiri tidak jauh dari sana. Gisella menarik tangan Arya, menuju ke arah Kontrakan pria itu. "Sella! Mau ngapain kamu, Dek?!" teriak Febri yang sudah terlepas dari rasa speechless nya. "Jangan berbuat yang enggak-enggak!" "Tenang aja Kak, aku tidak segila itu." Ucapan Gisella beberapa menit lalu itu seakan menampar dirinya sendiri saat sadar, kalau apa yang akan dia katakan pada Arya adalah hal yang sangat gila. "Om, mau gak nikah sama aku?""Mas minta maaf, ya? Mau jalan-jalan tidak? Mas akan belikan apapun yang Kamu mau, hm?"Gisella tidak menjawab. Gadis itu hanya terus terisak. Entah mengapa dia merasa sangat sedih. Membayangkan wajah Arya yang begitu dingin tadi, membuat air matanya kembali terjatuh.Sedangkan Arya yang melihat Istrinya masih terus menangis hanya bisa menarik napas panjang. "Sayang, udah ya nangisnya? Mas minta maaf. Mas tidak bermaksud memarahi Kamu."Tiba-tiba saja kepala Gisella terangkat dan menoleh ke samping. Di tatapnya wajah Arya dengan ekspresi kesal. "Tidak bermaksud marah, tapi ngebentak?"Arya menelan ludah susah payah. Benar, dia tadi memang sempat meninggikan nada suaranya. "Iya, Mas minta maaf ya? Mas kelepasan tadi.""Terus aja kelepasan. Yang tadi malam juga bilangnya kelepas—"Gisella diam, tidak jadi melanjutkan ucapannya. Ia malah kembali menenggelamkan wajahnya ke bantal. Bukan karena marah, melainkan karena malu b
"Mas!" Gisella berteriak kala dia sudah masuk ke dalam rumah.Langkah kakinya langsung menuju ke dapur. Benar saja, Arya sudah duduk di kursi meja makan, menunggu istrinya kembali. Di atas meja makan juga telah tersaji beberapa jenis makanan yang Gisella yakin baru saja Arya beli dari luar.Gisella berdiri di sebelah Arya. Kedua matanya menatap memelas ke arah Arya yang sedang menatapnya dengan dingin. "Maaf, Aku lupa mau ngabarin. Tadi A-aku ...""Udah ngomongnya? Duduk. Jam makan siang Saya sudah mau habis."Gisella langsung menutup rapat mulutnya. Dia sadar Arya sedang marah. Gisella tahu ini kesalahannya, karena itu dia akan diam sebagai bentuk rasa bersalahnya.Gisella berjalan ke arah kursi yang ada di depan Arya. Dia diam, matanya bergerak ke kanan dan kiri mengikuti pergerakan tangan Arya yang sedang mengambil nasi beserta lauk pauk yang tersaji.Sedangkan dua tangannya saling bertautan di atas pangkuan. Tenggorokannya te
"Kita mau kemana, Mom? Bukannya ini kawasan Apartemen?" tanya Gisella kala dia baru menyadari kemana arah mobil berjalan.Dulu saat dia masih bersekolah, dia sering melintasi area tersebut. Meski dia tidak pernah masuk dalam kawasan nya, tapi Gisella jelas tahu kalau area tersebut untuk kalangan kaum atas.Chloe menoleh ke samping, senyumnya terbit saat melihat wajah bingung sang menantu. Chloe fokus menyetir kembali. "Ada kenalan Mommy yang mau kenalan sama Istrinya Arya. Teman Mommy saat kecil dulu."Rasa cemas Gisella naik drastis. Jika itu teman masa kecil Chloe, berarti orang itu pernah melihat Arya kecil. Hal tersebut semakin membuat Gisella panik.Pasalnya, orang tersebut pasti nantinya akan ikut menilai Gisella.Bagaimana jika kenalan Mommy tidak menyukaiku? Bagaimana jika orang itu punya anak perempuan yang tadinya hendak di jodohkan dengan Mas Arya?Berbagai macam jenis pertanyaan dan prasangka singgah di kepala Gisella
[Kamu di rumah, Sayang?]Gisella membaca satu pesan masuk yang baru saja di kirimkan Chloe. Satu alisnya naik ke atas, ia di buat bertanya-tanya dengan pesan yang ibu mertuanya kirim.Gadis itu lantas menekan tombol icon telepon pada sudut kanan aplikasi Chatting tersebut."Assalamualaikum, Mommy. Iya, Gisella di rumah. Mommy mau ke sini?" tanya Gisella sambil membersihkan meja makan."Waalaikumusallam. Mommy udah di depan, buka pintunya dong. Tolong bantu Mommy bawain beberapa barang," sahut Chloe dari seberang telepon.Gisella menghentikan kegiatannya. Kepalanya menoleh ke arah pintu utama. Buru-buru dia meletakkan kain lap ke tempat semula, dan berlari kecil menuju pintu depan.Cklek!Gisella langsung melihat pemandangan Chloe yang sedang membuka pintu bagasi belakang mobil HR-V miliknya. Lekas Gisella berjalan mendekat. "Mommy bawa apa?" tanya gadis itu.Chloe menatap menantunya sejenak, kemudian kembali fokus mengeluarkan beberapa paperbag. "Ini Mommy beli baju buat kamu dan Arya
"Sayang, kamu berani sendirian di rumah kan?" Arya bertanya demikian karena dia harus tetap berangkat bekerja. Meninggalkan istrinya sendrian di rumah yang masih asing bagi gadis itu membuat Arya jadi kepikiran.Gisella meletakkan tas kecil berisi bekal ke atas meja di hadapan Arya. Mata coklatnya menatap Arya, "Aman aja. Nanti Aku telepon Mommy atau enggak teman-teman SMA ku."Arya meraih tangan istrinya yang masih berdiri di sebelahnya, dan menarik gadis itu agar mendekat. Arya memeluk perut Gisella dengan posisi dirinya masih duduk di kursi meja makan. "Mas yang kepikiran sama kamu. Kamu baru kemarin pindah ke sini. Nanti kalau kamu merasa bosan, datang aja ke kantor Mas ya?"Setelah kejadian semalam, Arya benar-benar mulai menunjukkan satu demi satu sifatnya. Salah satunya adalah sifat manja. Gisella sama sekali tidak memiliki ekspektasi kalau Arya bisa bersikap semanis ini.Tangan Gisella terangkat dan mengusap bahu suamin
Tetesan air dari dedaunan jatuh membasahi permukaan tanah. Udara sejuk subuh hari membuat siapapun enggan bangkit dari pembaringan. Merasa nyaman dalam balutan selimut tebal.Suara kendaraan bergemuruh sesekali di luar. Menandakan beberapa orang telah memulai aktivitas nya masing-masing. Mengais rezeki hanya untuk mendapatkan sesuap nasi.Subuh hari yang tenang. Hari yang cocok untuk memulai hari yang bersemangat.Gisella mengerjapkan mata. Ruangan yang temaram membuatnya harus mengerjapkan mata berulang kali. Saat itu juga ingatan semalam bagai menghantam kepalanya. Tubuhnya menegang, perlahan dia menoleh ke samping. Suaminya, masih berbaring di sebelahnya sambil memeluk satu tangan Gisella.Sial, imut banget — batinnya kala melihat wajah Arya yang tertidur pulas bagaikan bayi beruang yang terlihat begitu menggemaskan.Sangat berbeda dengan semalam. Arya yang mendominasi, mengungkung tubuhnya, menggerakkan pinggul dengan sentak
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments