Share

Bab 6. Bambang Linardi

Sesampainya di rumah, Elisa memarkirkan motornya. Raut wajahnya terlihat lesu setelah apa yang dialaminya siang tadi bersama sahabat-sahabatnya. Perasaan sedih yang ia rasakan terbawa sampai ia pulang.

"Elisa pulang," seru Elisa dengan tak bersemangat memasuki rumahnya.

Ayahnya menoleh ke arahnya dan berlari dengan wajah sumringah, seperti hendak menyampaikan sebuah kabar baik. Tapi raut wajahnya mendadak berubah ketika melihat wajah Elisa yang muram.

"Loh, Sa. Kenapa kok muka kamu sedih gitu?" tanya ayahnya cemas.

"Sedih, Yah... Gimana kalau sebentar lagi Elisa bener-bener pindah sekolah dan ninggalin sahabat-sahabat Elisa, Yah?" tanya Elisa dengan bibirnya dimanyunkan, dan matanya seperti berkaca-kaca.

"Lho, kok kamu jadi sedih? Katanya mau ke Inggris..." kata ayahnya sambil mengelus pipi anaknya itu. Elisa hanya bisa mengangguk-angguk sambil bibirnya tetap dimanyunkan dan matanya masih berkaca-kaca melihat ayahnya.

"Beneran masih pingin ke Inggris?" tanya ayahnya berusaha memastikan.

Elisa pun menjawab, "Masih, Yah... ". Ia terdengar seperti sedang merengek.

"Ya udah, kalau gitu jangan sedih lagi. Kan kamu masih bisa ketemu sama temen-temen kamu meskipun misalnya jadi pindah sekolah," hibur ayahnya.

Elisa pun mulai menunjukkan senyum kecil di wajahnya. Benar juga kata ayahnya, apa yang harus ia takutkan?

"Padahal tadi Ayah mau nyampein kabar baik tapi kamunya manyun gitu...," goda ayahnya.

"Berita baik apa, Yah?" Elisa mendadak mulai bersemangat kembali.

"Mmmm... nanti aja deh, kalau kamu udah nggak sedih lagi." Ayahnya bermaksud mengurungkan niatnya.

"Udah nggak sedih kok, Yah. Beneran," jawab Elisa dengan segera sambil memegang tangan ayahnya, berharap ayahnya segera memberitahunya.

Ayahnya terdiam kemudian tersenyum. Ia pun memutuskan untuk memberitahu Elisa saat itu juga.

"Tadi Ayah dapet telepon..."

"Iya?" Elisa mengangguk dan terdiam menunggu ayahnya melanjutkan kalimatnya.

"Katanya kamu lolos tahap awal Seleksi Program Penerimaan Beasiswa di SMA Akasia!" Nada bicara ayahnya menjadi bersemangat.

"Yang bener, Yah?" Elisa masih tidak percaya.

Ayahnya hanya mengangguk sambil tersenyum. Masih tak percaya, Elisa segera berlari ke kamar menuju meja belajarnya. Dibukanya laptop butut kesayangannya lalu dinyalakannya. Ia menggerak-gerakan jarinya tanda sedang tidak sabar. Kemudian ayahnya juga menyusul masuk ke kamar, berdiri di belakang Elisa.

Elisa membuka e-mailnya dan memeriksa kotak masuk. Di baris paling atas terdapat pesan masuk dari Akasia Student Admissions yang di dalamnya terdapat kata-kata dalam bahasa Inggris yang berbunyi:

"Congratulations, Elisa Putri!

You have passed the early stage of our Scholarship Program Admissions. For further process, we would like to invite you for a test which will be held on:

Day/Date/Time  : Monday, June 14th 2020 at 08:00 a.m.

Place   : Conference Room 1, Akasia Senior High School"

Inti dari surat elektronik tersebut adalah Elisa berhasil lolos tahap awal program penerimaan beasiswa di SMA Akasia dan untuk proses selanjutnya yang harus diikutinya adalah tes seleksi masuk yang akan diadakan pada hari Senin, tanggal 14 Juni 2020 jam 8 pagi.

Elisa dan ayahnya membaca e-mail tersebut, kemudian bertatap-tatapan dan sama-sama menunjukkan senyum lebar di wajah mereka.

"Elisa lolos tahap pertama, Yah! Akasia!" seru Elisa sangat kegirangan.

"Terus selanjutnya gimana, Sa?" tanya ayahnya, tak kalah girangnya.

"Elisa diundang ikut tes Yah, di waktu yang udah disebutin di email tadi," jawabnya.

"Bagus dong! Semoga kamu bisa lulus ya," kata ayahnya mendoakan sambil mengelus-elus kepala Elisa.

"Amin...." Ia pun mengamini.

Elisa merasa sangat bahagia meskipun baru lolos tahap seleksi pertama. Paling tidak jalan menuju mimpinya sudah mulai terbuka dan ia tapaki. Ia memperoleh harapan baru bahwa mimpinya adalah suatu hal yang mungkin dan dapat terjadi.

Hari itu ia menghabiskan sore dengan perasaan sangat senang. Ia bahkan lupa akan kesedihannya yang dirasakan tadi siang. Aktivitas-aktivitasnya ia lakukan sambil bersenandung dan ayahnya hanya bisa melihatnya sambil tersenyum.

Malam harinya, selesai belajar dan membantu ayahnya berjualan, Elisa berbaring di atas kasurnya sambil bermain handphone. Ia membuka aplikasi pengirim pesannya dan dibukanya group chat Vocalista yang beranggotakan sahabat-sahabatnya di geng. Ia memulai percakapan mereka malam itu. 

"Guys, aku punya kabar bagus," tulis Elisa membuka percakapan mereka. 

"Apa, Sa?" tanya Agusta.

"Aku lolos seleksi tahap awal di SMA Akasia!" Elisa membalasnya.

"Wah... Kamu daftarnya di sana? SMA keren tuh. Elit, tempatnya orang-orang kaya! Artis juga banyak yang sekolah di situ," terang Meria.

"Masa?" tanya Elisa dalam pesannya.

"Iya. Itu kan salah satu sekolah paling bergengsi di Jakarta, di Indonesia malah. Kok bisa kamu keterimanya disana? Beruntung banget huhuhu," jawab Meria. 

"Nggak tau juga deh apa pertimbangan mereka. Bersyukur banget! Meski belum tentu keterima tapi seenggaknya mereka kasih aku kesempatan," jawab Elisa.

"Semangat! Kita doain kamu keterima," tulis Agusta dalam pesannya. 

"Aminnnnnn. Makasih ya guys. Oh ya, minta doanya buat tes penerimaan hari Senin tanggal 14 Juni ya. Plisss," pinta Elisa. 

"Habis ujian kenaikan dong?" tanya Meria.

"Iya, doain yaaa," pinta Elisa dengan penuh harap.

"Sorry guy, baru dateng. Elisa lolos? Waaaa selamat ya Sa!" Lili baru saja muncul saat itu.

"Makasih Lili," jawab Elisa.

"Jangan lupain kita ya Sa kalau kamu keterima di sana..., " tulis Lili.

"Nggak bakal kok. Janji!" Elisa menulisnya dengan sangat yakin. 

Meskipun sedih, geng Vocalista selalu mendukungnya. Ia pun sebaliknya, berjanji akan selalu ada untuk sahabat-sahabatnya itu, meskipun ia tak tahu apa yang akan terjadi ke depannya.

Ia meletakkan handphone-nya kemudian pandangannya mulai menerawang sambil tersenyum. Ia lebih merasa bahagia lagi karena sekolah yang memberinya kesempatan baru diketahuinya ternyata merupakan SMA paling bergengsi di Jakarta, bahkan di Indonesia. Ke mana saja ia selama ini sampai tak mengetahuinya? Tapi ia memang tak pernah berpikir sampai sejauh itu karena tujuan utamanya selama ini hanyalah supaya bisa diterima di sekolah dengan kurikulum Cambridge.

Dipenuhi dengan rasa ingin tahu dan perasaan senang, ia pun mulai mencari informasi mengenai SMA Akasia. Dari internet, ia memperoleh informasi bahwa SMA Akasia adalah sebuah Sekolah Menengah Atas yang tergabung di dalam Grup Akasia Schools. Akasia Schools memiliki jenjang pendidikan mulai dari TK hingga Universitas dan lokasinya tidak berada di dalam satu area namun tetap terintegrasi.

Akasia Schools didirikan oleh Yayasan Pendidikan Linardi di bawah naungan Linardi Care, yang merupakan salah satu sektor usaha Linardi Group. Grup bisnis tersebut dimiliki oleh Bambang Linardi, seorang pengusaha properti dan real estate terbesar dan terkenal di Indonesia, yang namanya masuk dalam 25 besar orang terkaya Indoensia versi majalah bisnis Forbes. Tujuan utamanya membangun usaha di bidang pendidikan adalah untuk mencetak pemuda-pemuda Indonesia yang selain berwawasan tinggi dan berprestasi, juga bermoral dan berbudi baik. Elisa takjub dibuatnya karena sepertinya ia memilih sekolah yang sangat tepat.

Lalu ia pun mulai penasaran dengan wajah pendiri yayasan tersebut, Bambang Linardi. Ketika foto orang yang dicarinya itu muncul, Elisa pun tersentak. Ia seperti mengenalnya. Ternyata Bambang Linardi yang ia lihat di internet itu adalah salah satu pelanggan tetap kedai soto ayahnya, yang selama ini ia kenal hanya dengan sebutan Pak Bambang! Elisa tak pernah menyangka bahwa Pak Bambang yang selalu datang malam hari mengendarai mobil BMW keluaran tahun sebelum Elisa lahir dan biasanya hanya mengenakan kaos sederhana itu adalah salah seorang legenda di dunia bisnis Indonesia!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status