Tidak jauh dari sana, seorang wisatawan wanita asing—sepertinya dari Eropa, bertanya kepada pemandu tur mereka dalam bahasa Inggris fasih. “Apa maksud perkataannya itu? Dasar raja buaya? Apa itu ucapan terima kasih di sini? Atau itu nama jenis buaya baru?” Mendengar itu, beberapa wisatawan di rombongan tersebut terlihat antusias, sangat serius sampai terlihat sangat lucu bagaikan sebuah acara komedi TV siang hari. Wanita pemandu tur berpakaian senada dengan topinya, memegang bendera rombongan itu sambil terkekeh salah tingkah. ‘Aha... ahahaha... Benar. Buaya jenis baru sepertinya. Buaya darat pemangsang wanita, buaya genit yang sangat tampan...’ batin pemandu tur ini dengan mata mendatar pasrah. Pemandu tur menjawab pertanyaan itu di dalam hati. Tapi, di luar berdehem membersihkan tenggorokannya, tiba-tiba mata dipejamkan dengan kepala ditundukkan serius, kepalan tangan kanan berada di depan mulut. “Ehem! Benar! Kadang kami berkata ucapan terima kasih yang bermakna sebaliknya, bud
Risa Abdullah kalah dengan sikap Shouhei yang memelas menyedihkan. Bagaimanapun, dia akan sangat keterlaluan jika mengabaikan pria yang sesaat dilupanya adalah bos besar di tempat kerjanya. “Apa kamu ingin membeli boneka juga?” Risa mematung hebat mendengarnya, berdiri kaku dengan wajah bodoh setengah cengengesan di sebuah pintu masuk sebuah toko souvenir. Shouhei yang berdiri di sebelahnya sambil memegangi permen kapas dan balon, menoleh ke arah pasangan seharinya—di mata Risa, status mereka seperti ini, tapi bagi Shouhei, ini hanyalah dalih untuk menaklukkan wanita itu agar mau bersamanya seharian dan tidak banyak protes. Sudut bibir Risa berkedut canggung, melirik gugup ke arahnya. Dia bukan anak kecil yang harus dibelikan boneka. Tidak cukup apa dengan balon dan permen kapas yang diberikan olehnya sekarang? Risa mendatarkan matanya sebal melihat tingkah Clara yang dipikirnya sangat dewasa dan profesional dalam bekerja, ternyata malah sibuk mengoleksi beberapa boneka hewan da
“Le-lepaskan!” desis Risa berbisik kecil, menjaga nada suaranya, sudah seperti benar-benar desisan ular disertai kepala dimajukan seolah hendak mematuk lawan bicaranya, mata mengganas hebat oleh rasa malu dan amarah. “Heh... cepat pilih bonekanya. Kalau tidak bisa memilih, baiklah, kita borong saja setiap karakter di sini,” dengusnya geli melihat tingkah lucu sang pujaan hati, sangat menggemaskan dengan pikiran kotornya. Tingkah Risa membuat Shouhei Shiraishi semakin menginginkannya. Sangat mengelukannya di dalam hatinya. “A-aku tidak butuh boneka! Memang aku anak kecil, apa?” Walaupun Risa berusaha segalak mungkin, tapi jelas bos galak itu lebih mendominasinya dan penuh intimidasi. Auranya sungguh menekan Risa dengan wajah gelap tampannya yang penuh tirani. “Cepat. Pilih. Risa. Abdullah.” Setiap tekanan kata itu membuat Risa menahan napas sesak, kedua bahu terlonjak dan merepet baikan tubuhnya akan tenggelam ke lantai. Shouhei memiringkan kepala arogan, wajah tampannya sangat g
Adegan dramatis sebelumnya sempat membuat Clara dan James yang melihat keduanya berpelukan, akhirnya salah paham hebat. Mengira rencana mereka berjalan dengan sukses. “Ke-ke mana James dan Clara?” tanya Risa, duduk di gazebo sambil berpegangan tangan dengan Shouhei, mata melirik gelisah ke beberapa sudut taman safari. “Sudah merasa lebih baik?” tanya Shouhei lembut, meremas jemarinya erat. Pria ini tidak tahu kenapa pujaan hatinya tiba-tiba menangis seperti tadi, bahkan dia menangis keras di dadanya. Kalau Risa tidak memeluknya erat dengan mesra, sudah pasti orang-orang akan berpikir kalau dia telah menyakiti wanita kesayangannya ini. “Kalau ada masalah, katakan saja kepadaku. Jangan kamu simpan sendiri,” nasihat Shouhei dengan sangat merdu, sangat hati-hati memilih kata-kata untuk diperdengarkan kepadanya. Risa masih murung, tidak tahu bagaimana menjawab pertanyaan itu. Dia menangis karena dia, bukan karena hal lain. Tapi, bagaimana bisa berkata jujur kepadanya? Dia adalah calo
Risa masih dalam pose yang sama. Tidak melihat Shouhei sama sekali. Wajahnya bahkan tanpa emosi saat membuka suara. “Aku memang tidak tahu apa tujuanmu membuatku bingung seperti ini. Tapi, Shouhei, kita tidak bisa seperti ini terus. Aku akan segera menikah... dan tidak main-main saat mengatakan ini.” Risa menaikkan pandangan, menatap bos galaknya dengan linangan air mata kembali menghiasi kedua pipinya. Dia mencintai Shouhei dengan cara yang aneh dan menakjubkan, tapi ini hanya sebatas mimpi. “Aku ingin fokus kepada pria itu. Jadi, aku mohon, jangan membuatku bingung seperti ini.” Shouhei mengencangkan alisnya, menatapnya galak. Tangan kirinya dengan cepat meraih kedua tangan Risa yang berada di atas pangkuannya. “Aku tanya kepadamu sekarang, setelah apa yang kita lalui sejak bertemu di perusahaan sampai detik ini, apa kamu tidak memiliki sedikit pun perasaan kepadaku?” Risa meringis kelam, murung dengan cepat. “Pertanyaan itu, rasanya tidak dijawab pun tidak begitu berarti,” uc
Acara terakhir di taman safari itu adalah melihat pertunjukan gajah. Di barisan para penonton, keempat orang itu duduk berjejeran di bangku yang sangat pas untuk melihat aksi para gajah di seberang sana—di batasi oleh sebuah kolam dengan pagar kaca kokoh, dan di sisi lain sudah ada sebuah panggung bertema pedesaan menghiasinya. Selama pertunjukan tersebut dengan musik yang membuat jantung was-was dan berdebar takut, beberapa penonton berhasil dibuat tegang dan mematung kaget hingga terdiam tanpa kata. Dua gajah terlatih berakting menghancurkan sebuah rumah buatan yang aslinya bisa dibongkar pasang, gajah ini berperan sebagai gajah liar. Para manusia yang berakting sebagai para penduduk desa panik melihat ada gajah liar yang masuk ke perkampungan mereka, merusak rumah dan hasil tanaman yang ada. Lalu, beberapa penduduk desa akting mengusir gajah-gajah itu dengan mukul-mukul mereka menjauhi tempat tinggal manusia, mengusirnya kembali masuk ke dalam hutan. “Oh, ya, Tuhan! Mereka tidak
Yang tidak diketahui oleh Risa, ini adalah pengalaman pertama bagi Shouhei. Jadi, pria ini sedikit bingung harus melakukan apa di atas panggung. Alhasil, dia hanya bisa menggoda Risa untuk mencari tahu apa yang seharusnya mereka lakukan. Wajah Shouhei sesaat terbengong bodoh, tapi segera terhapuskan dengan senyum profesionalnya yang tampan, meraih tangan Risa dan menggenggamnya erat ketika sang pemandu acara datang bersama seekor gajah dewasa. Sang gajah dengan sopan dan hati-hati mengalungkan karangan bunga kepada kedua orang ini. “Berikan tepuk tangan pada keberanian mereka berdua!” teriak sang pemandu acara dengan gembira, menunjuk keduanya dengan tangan kiri, berbicara lebih banyak ke arah penonton. “Bagaimana? Gajah tidak begitu buruk, bukan? Tidak seseram yang kamu pikirkan,” hibur Shouhei kepada Risa yang kini sedikit gugup karena belalai Lulu bermain-main di puncak kepalanya, mengelus-ngelus rambutnya dengan sangat jinak. “Sho-Shouhei...” sahutnya gugup dengan bibir gemeta
“Aku sangat merindukan calon istriku, apa kamu tidak merindukanku juga?” Adnan tersenyum lebar sekali lagi, memeluk Risa lebih kuat hingga nyaris kesulitan bernapas. Detik berikutnya, dia melirik ke arah tiga orang di depan sana. Sudut bibirnya tertarik licik, kepala dianggukkan memberi salam, tapi ada kesan sombong dari pembawaan pria satu ini. Mata Adnan dan Shouhei terkunci satu sama lain. Keduanya diam-diam langsung bisa menilai kalau mereka adalah saingan satu sama lain tanpa perlu dijelaskan dengan kata-kata. Tangan Shouhei mengepal di kedua sisi tubuhnya, hatinya bagaikan diremas oleh tangan tak terlihat. Suasana canggung dan tegang itu sangat terasa, tapi Adnan yang diam-diam berjiwa playboy lebih mendominasi mereka hingga semua orang di sana hanya bisa terdiam mengamati, atau lebih tepatnya menerima aksi pamer kemesraan itu. James melirik cemas ke arah Shouhei. Mata pria berdarah Jepang itu tidak lepas dari kedua sosok tersebut, tidak berkedip dan tidak dilepas sedetik pu