David, asisten Elvaro datang untuk melihat kondisi Bella yang sudah sadarkan diri. Ia duduk bersebelahan dengan Elvaro. Setelah menyelidiki tentang kecelakaan yang menimpa calon istri dari bosnya itu ia belum dapat menyimpulkan apakah benar-benar kecelakaan atau ada pihak yang sengaja. Ia juga mendengar penuturan dari Bu Siti kronologi yang terjadi pada Bella. Tak lupa dirinya pun langsung mengecek CCTV swalayan sesuai perintah dari Elvaro. "Aku sudah melihat rekaman CCTV tak ada yang mencurigakan, hanya seseorang yang terburu-buru berjalan sampai menyenggol Non Bella," papar David. Elvaro mengangguk, tetapi dirinya masih menaruh kecurigaan yang amat besar. "Kau, sudah membereskan pekerjaan kantor?" tanya Elvaro. David mengangguk, ia datang untuk meminta tandatangan Elvaro karena ada beberapa berkas yang harus dibubuhi persetujuan. "Ada beberapa kontrak kerja sama yang harus ditandatangani."Elvaro mengangguk, ia membaca beberapa point kerja sama. Dirinya telah mempercayakan pek
Melissa berpapasan dengan sang ibu saat ia keluar dari ruangan. Wajah masamnya pun tak dapat dirinya sembunyikan dari Deswita. Kini hari-harinya terasa begitu rumit, sang suami terus-terusan meneror akan bagian yang akan diberikan untuknya apabila orang tua Melissa telah tiada. Jelas sebagai anak dirinya merasa tersinggung saat Dion menanyakan akan hal itu. Suaminya begitu gila akan harta dan jabatan. Sudah dijelaskan jika ayahnya tak mungkin memberikan jabatannya kepada ia apalagi Dion, tetapi tetap tak peduli. "Ada apa? Wajahmu seperti asam jawa begitu?" tanya Deswita. Melissa berusaha terlihat biasa, tak mau membuka aib rumah tangganya di hadapan sang ibu. Biarkan ia yang menangani sendiri, apabila orang tuanya tau makan akan semakin rumit. "Hanya sedikit problem kerjaan, Ma," kilah Melissa. Ia tak mungkin mengatakan hal yang sebenarnya pada sang ibu jika dirinya tengah kesal akibat pertengkarannya dengan Dion tidak pernah usai. Dion seolah tidak pernah lelah membahas perihal
Pak Ferdinan datang untuk mencari Elvaro, tetapi lelaki itu tidak ada di tempat. Mencoba menghubunginya. Namun, tidak mendapatkan jawaban, mencari asisten pribadinya David pun tidak ada. Heran ke mana perginya sang putra. Tak biasanya Elvaro tidak ada di ruangan. Lelaki yang begitu pekerja keras tak mudah membuang waktunya begitu saja. "Ke mana anak itu," gumam Pak Ferdinan. Sangat sulit sekali menemui anak sendiri. Menghilang bak ditelan bumi. Ia langsung menemui sekretaris Elvaro untuk menanyakan di mana keberadaan lelaki itu. "Apa Elvaro ada pekerjaan di luar?" tanya Pak Ferdinan. Sang sekretaris mengernyitkan dahi, apa lelaki paruh baya itu tidak mengetahui keberadaan putranya sendiri? "Pak El, kemarin lusa sedang melakukan rapat. Namun, ia pulang ditengah acara berlangsung karena calon istrinya mengalami kecelakaan dan segera dilarikan ke rumah sakit dan beberapa hari ini dia sedang izin."Pak Ferdinan mengernyitkan kening, memikirkan apa yang dikatakan sekertaris Elvaro. S
"Dosa Pak berbohong pada orang tua," papar Bella.Ya, ada benarnya juga apa yang diucapkan oleh calon istrinya itu. Namun, ia harus bagaimana lagi? Orang tuanya yang berusaha menghalangi pernikahan mereka, tidak setuju karena masalah status sosial sungguh tidak adil untuk Bella. "Mau bagaimana lagi," jawab Elvaro. Seperti biasa, selepas makan dan meminum obat keduanya akan menghabiskan waktu bersama. Mengobrol dan bercerita satu sama lain. Semakin lama Bella semakin yakin jika Elvaro adalah lelaki yang baik, tak pernah kata kasar pun dia lontarkan untuk dirinya. Perlakuannya begitu baik. "Aku yakin papa pasti sangat kebingungan mencari tahu informasi tentang kamu," ungkap Elvaro. "Sepertinya, soalnya Tuan tidak mau membalas atau menjawab teleponnya sih," ujar Bella. Elvaro juga bingung jika membalas akan membalas apa? Menjawab telepon akan semakin banyak kebohongan yang dilakukannya. Lagi dan lagi keduanya tertawa terbahak-bahak. Bella kembali berpikir jika mereka pasti menduga
Melanie bergeming mendengar ucapan sang ibu. Mau menyesal pun tidak mungkin karena nasi sudah menjadi bubur. Apa yang telah terjadi tidak bisa dirubah kembali, semuanya sudah hancur. Ia kehilangan apa yang dulu telah digenggam. Mengejar cinta Elvaro kini sudah sia-sia, semua hancur karier pun hancur. Ia meratapi nasibnya yang tragis tidak pernah terbayangkan jika semuanya akan berakhir seperti ini. Ia masih terdiam, mencerna apa yang telah terjadi. Semua adalah kesalahannya, mengapa sampai terlena hingga akhirnya tersungkur dan tertimpa tangga. Benar-benar sial, dirinya saat ini. Melanie pun bergegas berganti baju dan mengambil tas. Pikirannya tertuju pada satu orang. "Mau ke mana kamu?" Sang ibu bertanya karena ia merasa pembicaraan mereka belum selesai.Ya, putrinya selalu seperti itu, tidak mau mendengarkan apa yang ia ucapkan. Nasihatnya pun tak pernah Melanie turuti, Melanie selalu mengikuti egonya sendiri. Jika hancur, akan seperti orang yang tak punya pikiran. Bu Marta ha
Satu bulan berlalu hubungannya dengan Bella semakin dekat. Bahkan wanita itu sudah berani mengadukan apa saja yang membuat hatinya gundah. "Apa sulitnya menandatangani surat cerai itu." Kali ini Elvaro dipusingkan oleh urusan perceraiannya dengan Melanie. Wanita itu tetap tidak mau bercerai darinya. Sudah salah dan kini mempersulit perceraian mereka. Benar-benar menyusahkan. Elvaro merasa geram akan hal itu. "Tidak masalah jika Pak El menikah dengan Bella masih berstatus suami Melani, sah sah saja," ujar Pak Hanung. Ya, tidak ada masalah jika Elvaro menikah dengan Bella walaupun ia belum resmi bercerai dengan Melanie. Agama pun tak melarang, hukum juga. "Aku ingin benar-benar bebas dari wanita itu," ungkap Elvaro. Pak Hanung mengerti, mungkin keliennya tak ingin ada masalah d8 kemudian hari karena Melanie. Elvaro mengusap wajahnya dengan gusar. Ia mencoba untuk berpikir bagaimana membuat Melanie setuju. Kini itulah yang mengganggu pikirannya. Orang tuanya berhenti ikut campur,
Masih dengan emosi, Melanie ke luar dari ruangan Elvaro. Wanita elegan itu bertemu di lobi dengan Dion, suami Mellisa. Pria dengan kemeja biru laut itu begitu senang melihat Melanie.“Sepertinya ada yang sedang kesal, kita bicara di kafe depan. Kali saja aku bisa mencari solusi seperti waktu itu,” ujar Dion. Melanie melirik ke sekitar, ia melihat tidak ada yang curiga dengan keduanya. Wanita itu menunduk, lalu mengikuti Dion yang sudah berjalan lebih dahulu. Sepeti biasa, tidak ketinggalan kaca mata dan masker untuk menutupi dirinya yang sebagai aktris terkenal. Tidak jauh dari tempat keduanya duduk, David yang tidak sengaja melihat Melanie dan Dion pun berpikir untuk tetap di tempatnya. Padahal pria itu segera inginkan kembali ke ruangannya. Namun, jarak mereka jauh dari jangkauan telinga David. Pria itu hanya bisa melihat tanpa mendengarnya.Melanie pun mencoba memperhatikan sekitarnya. Sementara, Dion sudah memesan minuman. Pria itu langsung mengajak bicara Melanie untuk me
“Kita bicarakan nanti. Aku mau mandi lebih dulu,” ujar Tuan El.Pria itu bangkit lalu melangkah menuju kamarnya. Sementara, Bella menatap Bu Siti, ia merasa bersalah karena salah bicara pada Tuan El. Harusnya, tidak ada pertanyaan sepeti itu pikir Bella. Namun, semua sudah terjadi, tapi ia meyakinkan dirinya jika sejatinya pertanyaan itu memang harus di pertanyakan.Bella pun merapikan bekas minum sang tuan. Sedikit berpikir, ia memilih tidak bertanya hal itu lagi. Bella menarik napas panjang, lalu duduk kembali setelah mencuci piring. “Kamu kecewa?” tanya Bu Siti. “Entah, aku merasa takdir pernikahan tidak berpihak padaku. Menikah dengan Edo, malah di jual. Sekarang, seperti tergantung. Bahkan, sampai sekarang aku tidak pernah bertemu Edo.”“Untuk apa berharap bertemu dia?” “Hanya memastikan, apa dia berpikir saat menjualku.”“Setelah itu, apa lagi yang akan Nona lakukan?” tanya Bu Siti.“Entah.”Perasaan Bella tidak menentu, ia pun memilih untuk menikmati udara malam di