Dua jam perjalanan, mereka akhirnya sampai di rumah. Bella menatap sekeliling halaman tempat di mana lima bulan lalu ia meninggalkannya. Sembari tersenyum, Bella menggenggam tangan sang suami lalu mendorong kursi rodanya masuk. Sekian lama akhirnya Bella sadar jika dirinya begitu merindukan rumah itu. Begitu pun dengan sang suami. Mereka pernah salah paham, tapi kini semua telah berlalu. Bella bersama Elvaro masuk ke kamar, dia tidak menyangka akan kembali ke kamarnya. Setelah itu ia mulai merapikan pakaiannya. Lalu, menghampiri sang suami yang kini duduk memperhatikannya dirinya."Kamu bahagia?" tanya Elvaro."Aku sangat bahagia apalagi bisa kembali bersama kamu dan merasa dicintai saat sedang hamil.""Kondisiku seperti ini tidak bisa berjalan," ujar Elvaro terlihat murung.Bella menggenggam tangan sang suami, dirinya tidak tega melihat Elvaro bersedih sepeti itu. Ia menyesal karena ulah Edo telah membuat Elvaro menderita.Bella mencoba menyajikan sang suami untuk tetap bersabar. Y
Bella menahan emosinya dengan ucapan Melani kali ini. Di hadapan semua orang mantan istri suaminya mencoba mempermalukan dirinya. Bella bukan wanita lemah seperti dulu, ia kini siap melawan siapapun yang ingin merusak rumah tangganya maksud Melani."Jangan mengarang cerita, anak yang kau kamu ini adalah anak Elvaro. Kamu pikir dengan mengatakan hal itu suamiku akan peduli dan lebih percaya dengan ucapan dari wanita yang berselingkuh di belakangnya."Wajah Melani mulai panik dengan setiap ucapan yang terlontar dari mulut Bella. Gimana bisa wanita kampung itu membuat dirinya tidak berkutik."Bahkan menunda punya anak dengan alasan karir padahal dirinya hanya ingin bebas bermain dengan pria manapun tanpa takut hamil dan tahu anak siapa yang akan ia kandung." Lagi Bella mulai mempermalukan Melani. Lagi Bella siapa yang memulai Ia yang harus menanggung semua resikonya.Elvaro meminta Bella untuk sabar dengan menggenggam tangannya. Sang suami meminta untuknya diam dan tidak meladeni setiap
Setelah mendapat ancaman dari suaminya, Deswita pun diam. Kali ini apa yang di katakan Ferdinand membuat wanita itu tidak berkutik. Ibu dari Elvaro itu bungkam seribu bahasa dan memilih masuk kamar. Terdengar suara pintu begitu keras hingga membuat telinga sang suami perih. Ferdinan hanya menggeleng melihat apa yang di lakukan oleh Deswita. Ia sudah sangat muak dan tidak bisa mentolerir semua perbuatannya. Hanya itu yang bisa ia lakukan, mengancam dengan cara itu yang bisa membuatnya diam dan bungkam. Ferdinand pun terduduk lesu membayangkan bagaimana nasib Elvaro kini. Dengan kaki yang lumpuh, apa bisa dia melakukan aktivitas, pikirnya. Pria itu mendesah, mungkin besok ia bisa berpikir jernih jika sudah beristirahat.Sementara, di kamar Deswita beberapa kali bergumam kesal kenapa bisa hanya karena Bella sang suami dan anaknya sampai membuat dirinya tersudut. Ia kali ini kalah dengan ancaman sang suami yang baginya adalah musibah dan perkara terbesar jika hal itu terjadi. "Lebih ba
“Bella, selamat ya, aduh kamu beruntung loh. Menikah dengan Pak Edo.” “Iya, mana kaya raya, ganteng. Paket komplit, beruntung deh kamu.” Bella tersenyum mendengar komentar-komentar para temannya di hari bahagia ini. Walau berasal dari keluarga sederhana, Bella memang merasa dirinya adalah salah satu wanita beruntung karena dicintai oleh pria yang kini menjadi suaminya. Ia menoleh pada Edo yang berdiri di sampingnya dan tersenyum makin lebar. Pria dengan kulit hitam manis itu tersenyum lalu mengelus pucuk rambutnya.“Sayang,” ujar Bella. Hatinya sangat bahagia.“Ya, Nyonya Edo?” Sahutan suaminya membuat Bella tersipu.Hubungan keduanya sangat harmonis, apalagi Edo yang sama sekali tidak mempermasalahkan latar belakang Bella yang hanya lulusan SMA dan hanya bekerja sebagai SPG obat di sebuah mal. Edo yang bekerja di sebuah perusahaan besar pun jatuh cinta pada kelembutan Bella.“Apakah kita langsung ke hotel setelah ini?” tanya Bella setelahnya. Mereka masih berdiri di podi
Tuan El menoleh ke sumber suara. Wanita tua dengan baju asisten rumah tangga itu sudah berada di belakang Tuan El dengan wajah kebingungan. “Dia Bella, tolong gantikan baju untuknya, Bu!” titah Tuan El.“Baik, Tuan. Saya akan gantikan,” ujar Bu Siti. Ia tak berani banyak bertanya pada sang Tuan tentang wanita cantik yang dibawanya. Bu Siti mengikuti perintah sang tuan, menggantikan baju Bella. Wanita tua itu begitu terpesona dengan kulit bersih Bella. Ia yakin jika wanita di hadapannya adalah wanita spesial bagi Tuannya.Setelah itu Bu Siti kembali menemui Tuan El.“Tuan, sudah saya gantikan baju. Ada lagi?” tanya Bu Siti.“Tolong rahasiakan ini, saya mau Bu Siti mengurus Bella di sini. Selama saya tidaklah ada, tolong jangan biarkan dia pergi atau ke luar dari tempat ini.”“Baik Tuan.”Tian El kembali masuk kamar Bella. Ia duduk di sofa menunggu wanita itu bangun. Lalu, ia pun terlelap di sofa tanpa bantal. ***Keesokan paginya, Tuan El terbangun. Namun, Bella masih tert
“Kalian berdua sama saja!” Bella masih saja emosi jika membayangkan dirinya kini menjadi tahanan Tuan El. Pria arogan yang sesuka hati menggunakan tubuhnya untuk di nikmati. Bella menatap bengis Tuan El, tapi pria itu sedikit melunak saat melihat luka gores yang sengaja di buat Bella. “Tangan indah ini cukup sekali saja kau lukai, jangan sekali lagi mencoba menggores di bagian tubuh mana pun. Aku tidak suka hal itu. “ Bella memalingkan wajah, ia tak peduli dengan apa yang di katakan Tuan El. Ia sangat membenci pria itu. Apalagi saat dengan nafsu El menyentuhnya. Tuan El mengambil piring yang berisi bubur di meja, lalu menyiapkan untuk Bella makan. Dengan tangannya, pria itu pun membalikkan wajah Bella. “Makan, atau kau akan kurus dan tak berisi.” “Enggak ma—“ Belum selesai bicara, Tuan El sudah menyuapkan bubur itu ke mulut Bella. “Di buang, saya buat rumah sakit ini tidak beroperasi karena buat makan tidak enak buat kamu.” Terpaksa Bella memakan bubur itu walau mulutn
“Nona, percaya saja pada Tuan El, saat Tuan El datang membawa Nina Bella, Tuan meminta saya menggantikan pakaian Nona. Saya pastikan tidak ada yang terjadi dengan diri Nona Bella.”Bella masih menatap tidak percaya pada kedua orang di hadapannya. Jiwanya masih sedikit terguncang dengan apa yang diterimanya. Percaya pada orang pun baginya sangat sulit, apalagi dengan Tuan El.“Masa Nona tidak bisa membedakan, bagaimana rasanya jika memang sudah tersentuh oleh Tuan El. Misal, ada rasa nyeri di bagian kewanitaan Nona. Bercak darah atau sulit berjalan,” tambah Bu Siti.Apa yang di katakan Bu Siti membuat Bella mencoba merasa-rasa apa ada yang sakit di sekujur tubuhnya atau tidak. Namun, yang ia rasakan adalah rasa sakit di hati saja, bukan di bagian tubuhnya. Bella kembali menatap Tuan El, pria itu tak kalah bengis menatap dirinya. Tuduhan Bella membuat pria itu menyesal kenapa tak menyentuhnya saja.“Masih mau menuduhku?” Tuan El meninggikan suara. Bella hanya menunduk karena tak
Mendengar bentakan dari sang tuan, Bella pun menunduk. Pria itu kembali memanggil Bu Siti. Wanita tua itu pun sigap dan sudah berada di hadapan Tuan El.“Bu, apa mau ikut ke mal untuk membeli beberapa baju untuk Bella?” tanya Tuan El pada Bu Siti. “Capek, Tuan. Saya di sini saja.”“Baiklah.”Tuan El langsung menghampiri Bella, ia mengajak untuk membeli beberapa stel baju juga sepatu. Lalu, ia pun akan membelikan beberapa keperluan yang akan di gunakan Bella. Seperti ponsel atau beberapa keperluan wanita.Bella tidak bisa menolak, ia pun mengikuti langkah sang tuan. Walau merasa malas, tak ada pilihan lagi karena dirinya kini sedang menjadi tahanan pria bernama Elvaro.***Di sebuah pusat perbelanjaan, Bella menatap takjub kota besar yang memiliki banyak toko baju ternama. Ia pun terkesiap melihat harga yang tertera di baju itu. Saat melihatnya ia kembali menyimpan di tempat semula. “Ambil saja yang kau mau, tak usah seperti orang miskin. Aku bisa membeli semua baju di sini j