Bella tersadar jika Tuan El sudah menghilang dari pandangannya. Pria itu benar-benar membuat dirinya gila. Apa yang di lakukannya selalu membuat dirinya bingung kenapa bisa merasa tak bisa mengendalikan jantungnya. Apalagi saat keduanya bergulat di ranjang. Tidak ada penolakan darinya, bahkan tubuhnya terasa tertagih untuk di sentuh. Bella kembali ke dalam untuk membantu Bu Siti. “Non, kayanya ada yang lagi kasmaran?” Bu Siti menggoda Bella saat melihat raut wajah itu begitu semringah.“Apa sih, Bu. Biasa aja,” ujar Bella. “Bu Siti senang kalau Non sudah bisa menerima Tuan El. Dia pria baik dan bertanggung jawab, Ibu yakin kalau Non Bella akan bahagia sama dia.”Bella tak menjawab, ia berpikir apa benar dirinya sudah menerima pria yang di takdirkan membeli dirinya dari sang suami atau hanya sekedar kenyamanan sesaat. Bu Siti pun kembali menyiangi sayur, sedangkan Bella masih bergeming di meja. Pandangannya kosong, seolah-olah ia sedang memikirkan hal berat. Apalagi sampai de
David begitu senang mendapat tugas baru dari Elvaro. Ia bersiul sembari melangkah memasuki ruangan, hanya saja langkahnya terhenti saat tidak sengaja ia kembali bertemu dengan Mellisa. Sebuah kebetulan yang tidak di sengaja.Melissa masih jengkel melihat David, ia tak mau menatap. Hanya saja tiba-tiba ia hampir terjatuh jika David tak menahannya.“Jangan ambil kesempatan.”David pun melepaskan tangannya yang melingkar di pinggang Mellisa. “Kalau tidak aku tangkap, kamu jatuh. Bukan berterima kasih, malah marah-marah. Cepat tua nanti,” goda David.Wajah Mellisa terlihat sangat judes, ia pun gegas melewati David yang masih saja menatap mengejek wanita itu. Tidak bisa di pungkiri kalau adik Bosnya itu masih terlihat cantik walau sudah memiliki anak. “Kalau kamu sadar, saat kamu berpisah dari pria berengsek itu pun masih banyak laki-laki yang menunggu kamu. Contohnya aku,” ujar David dengan seulas senyum.Sementara, Elvaro mendatangi ruangan Mellisa untuk berbicara empat mata. Se
Sorot mata Elvaro menatap tidak suka karena Deswita datang tidak sendiri melainkan bersama dengan Melanie. Sudah pasti keduanya akan menghakimi Bella dan dirinya. “Karena wanita ini kamu berani berkata kasar sama Mama?” Deswita begitu marah.“Lalu, apa yang Mama lakukan di rumah ini dengan berkata kasar pada aku dan Bu Siti? Oh, pasti dia yang membuat Mama seemosi ini?” Tuan El menunjuk Melanie yang berdiri di samping sang ibu. Demi apa pun pria itu tidak bisa menerima jika ibunya terprovokasi oleh istri yang akan diceraikannya itu. “El, jangan salahkan aku. Mama membela aku karena memang aku istri sah kamu. Bukan dia yang menjadi simpananmu!” Lantang suara Melanie hingga membuat Bella pun beranjak dari tempat duduk. Namun, Elvaro memintanya tetap di tempat dan jangan maju.Menjelang sore Melanie sengaja menelepon dan mencari simpati ibu mertuanya. Dengan menceritakan apa yang di lakukan oleh Elvaro. Ibu mertuanya pun naik pitam karena tahu Bella adalah wanita yang di jual s
Deswita sebagian seorang ibu bingung harus mempercayai siapa. Akan tetapi, saat melihat Bu Siti berada di pihak Elvaro, dirinya merasa memang sang anak benar. Hanya saja, ia tak mungkin mengakui kesalahannya percaya pada Melanie. Perlahan Deswita mulai melembut, tidak seperti tadi menggebu-gebu.“Oke, walau Melanie salah pun Mama tidak membenarkan kamu asal dalam mengambil keputusan untuk menikahi wanita lain. Apalagi dia akan mengandung benih untuk keturunan keluarga kita. Wanita sepeti ini, pikir pakai otak kamu, El,” tutur Deswita.Perkataan sang ibu membuat hati Elvaro marah, tapi mau bagaimana pun ia tak bisa berkata kasar. Apalagi wanita itu yang sangat ia hormati. Lebih baik ia diam dan menenangkan.Sementara, Bella merasa sesak mendengar kalimat demi kalian yang menusuk hati. Apalagi keluar dari mulut calon ibu mertuanya. Hatinya sungguh membuatnya merasa ingin mundur saja.Elvaro menarik kasar Melanie ke luar. Walau ia pernah mencintai wanita itu, akan tetapi kini ia mer
Deswita terus saja memukuli tubuh Elvaro. Salah hidup pria itu yang boleh memukul dan menyentuhnya hanyalah kedua orang tuanya. Sementara, Ferdinan sang ayah mencoba menenangkan istrinya yang begitu ff mendengar pengakuan sang anak.“El, lebih baik kamu pulang!” titah sang ayah. Tanpa basa basi, setelah membuat sang ibu kacau, Elvaro pun melangkah ke luar ruangan. Ia mengerjapkan mata, berpikir konyol tentang apa yang di katakannya tadi.Sementara, kedua orang tua Elvaro masih berdebat sengit. Deswita sang ibu masih saja cemas, sedangkan sang suami pun sama sepertinya. Namun, masih bisa mengendalikannya.“Papa bayangin, cucu kita lahir dari rahim wanita yang enggak jelas,” ujar Deswita.“Ma, cukup. Papa juga sudah pusing dengan apa yang di lakukan anak laki-laki kamu. Sudah, aku mau tidur.” Ferdinan malangkah keluar ruangan dengan wajah masam. Pria itu menggaruk kepala berulang kali karena merasa pusing dengan apa yang sedang terjadi. Keinginannya memiliki cucu memang terwujud
David terkekeh mendengar pertanyaan sang bos. Tuan El terlihat sangat polos bahkan konyol saat melempar pertanyaan seperti itu. Tuan El menepuk pundak David yang tak henti tertawa. “Kok kamu tertawa?” tanya Elvaro. “Bos, bagaimana saya enggak tertawa kalau pertanyaan itu sangat konyol. Di mana-mana wanita hamil itu setelah sebulan merhubungan itu pun kalau top cer. Kalau enggak, ya belum hamil. Memang kenapa?” tanya David lagi. Elvaro duduk di sofa, ia melipat kedua tangannya. Lelaki itu memperhatikan David, baru saja bertanya sudah di tertawakan. Apalagi dia mengatakan jika dirinya mengaku jika Bella hamil pada keluarganya. “Bos, apa ada yang hamil? Bos tidur dengan wanita mana?” “Bukan hamil, semalam masalah ruwet.” “Masakah apa?” Akhirnya Elvaro bercerita tentang apa yang ia katakan pada keluarganya. Mengakui jika Bella hamil agar tidak mendapat penolakan. Hanya saja, ia merasa konyol dengan alasan seperti itu. Benar dugaannya, David kembali terkekeh. “Bos, serius bilang be
Sebuah tamparan mengenai pipi Bella. Deswita begitu emosi mendengar apa yang di katakan oleh wanita di hadapannya. Kalimat yang membuat hatinya semakin membenci calon istri anaknya itu. Bu Siti merelai Deswita yang kembali ingin menampar pipi Bella. Deswita menarik napas panjang lalu menatap tajam Bu Siti. “Maaf, Nyonya. Bukan saya lancang, tapi jangan sampai Nyonya main tangan sepeti ini. Hal ini tidak baik, lagi pula sebenarnya –“ “Sebenarnya apa?”Bu Siti bingung harus meneruskan apa tidak. Ia takut Tuan El marah padanya karena mengatakan jika Bella tidak hamil anaknya. Padahal ia tahu pagi tadi Bella sibuk mencari pembalut dan dirinya yang membelikannya ke supermarket di depan. Lalu, ia pun melihat saat Bella mencuci darah menstruasinya. Bagaimana bisa dia hamil jika sedang datang bulan pikir Bu Siti.“Sebenarnya saya bingung dengan kedatangan Nyonya karena saya memang benar-benar tidak tahu tentang kehamilan Non Bella.”Bu Siti lega bisa berbicara lancar walau ia tahu be
Tuan El segera memeluk Bella, ia berbisik pada wanita itu. "Baiklah, Sayang, tunggu saatnya kita menikah."Bella tersipu malu mendengar panggilan 'sayang' tersebut. Jantungnya berdebar kencang. Ya, seorang Elvaro dapat mengatakan hal itu. Tangan kekarnya erat memeluk tubuhnya. Wanita itu tak sengaja melirik ke arah Bu Siti yang tengah membawa nampan dan dua gelas jeruk. Bella segera melepaskan pelukan Elvaro, ia malu saat ketahuan dipeluk El oleh wanita itu. Bu Siti hanya tersenyum bahagia melihat pemandangan romantis tersebut. Elvaro tak tau malu, ia justru merangkul Bella. Tidak memedulikan kehadiran Bu Siti yang tengah menyuguhkan jus jeruk. "Terima kasih, Bu," tutur Elvaro. Bella yang hendak saja bangkit, tangannya kembali dicekal oleh Elvaro. Lelaki itu tidak membiarkan sangat wanita pergi. "Tetaplah di sini, temani aku," tutur Elvaro. Bella menggeleng, ia melirik ke arah Bu Siti memberi isyarat kepada Elvaro. "Tidak apa-apa, Bu Siti pun tak masalah melihat kita justru s