Hari hampir petang, dan sekarang yang memegang kendali moter adalah Nia. Sekarang sepertinya Nia lebih bijak dalam mengemudikan moter, tidak terlalu ugal-ugalan, tidak terlalu cepat pula. Standar.
“Sebentar lagi sebaiknya kita istirahat dan mencari tempat untuk makan. Kita akan mencari tempat makan, sedang bekal makanan akan kita gunakan ketika melewati daerah yang tidak ada tempat yang menyediakan makanan, seperti hutan atau pegunungan, dan itu akan kita lewati beberapa hari lagi.” Ucap Nai kepada semua orang yang berada di dalam moter.
“Baiklah, berarti sekarang kita akan mencari tempat makan terdekat.” Sahut Nia, ia segera mengaktifkan peta dan melacak tempat makan terdekat. “Nah, ini dia. Kita akan menuju rumah makan Kasiang.” Ujar Nia, ia senang sekali bisa menemukan tempat makan terdekat, perutnya telah berbunyi dan liurnya mengatakan bahwa ia tidak sabar lagi untuk segera makan.
Sekitar lima menit terbang menggunakan mo
Kira-kira sekarang waktu menunjukkan pukul setengah dua malam. Nai mengemudikan moter dengan santainya, tidak ada halangan berarti sampai saat ini. Hanya saja yang membuat dia jengkel saat ini adalah tidak ada yang menggantikan dirinya mengemudi. Mulai dari pagi, sore, dan malam ini, dia yang mengemudikan moter, sekitar satu jam digantikan oleh Nia sebelum akhirnya mereka memutuskan untuk mampir pada sebuah rumah makan yang cukup ramai. Malam ini benar-benar sangat membosankan. Seisi moter telah tertidur kecuali Nai, dan tidak ada tanda-tanda akan segera bangun.Mata Nai dini hari ini juga sudah cukup mengantuk, tapi dia lebih memilih bertahan untuk tetap mengemudikan moter sampai satu jam berikutnya, dan tepat pukul setengah tiga dia memilih untuk menghentikan moter dan beristirahat. Dia menurunkan moter, dan mengaktifkan mode transparan. Jadi, malam ini Nai dan seisi moter telah terlelap dalam bayangan masing-masing, menunggu pagi datang dan segera meneruskan perjalanan.
“Hati-hati kalian di sana, jaga manusia bumi itu sebaik mungkin!” Terdengar suara dari alat komunikasi depan moter. Nai mendengarkan dengan saksama, beritanya hanya sepotong sehingga sulit untuk dicerna. “Apa yang dia sampaikan, Nai?” tanya Nia. “Dia tidak menyampaikan apa-apa, kecuali bahwa kita harus menjaga Safa dengan sebaik mungkin!” jawab Nai. Semua terdiam, Safa pun belum mengerti sepenuhnya apa yang tengah terjadi. Memang, Safa adalah pendatang dan penggerak pasukan Dewan Kota untuk menangkapnya. Tapi, apakah sekarang yang membuat pasukan Kali Asin di seberang mengatakan demikian, bahwa mereka harus menjaga Safa lebih intensif? “Mungkin mereka sedang ada masalah,” ujar Kanisan. “Masalah apa?” tanya Nia tidak sabaran, seperti biasanya. “Aku juga tidak tahu, tolol!” sahut Kanisan sedikit geram. Sejenak kemudian suasana moter menjadi hening, tidak ada tanda-tanda bahwa alat komunikasi moter akan mengeluarkan suara lagi. Ta
Booom... Satu tembakan dahsyat keluar dari moncong alat tembak moter di belakang. Tidak tanggung-tanggung, dua peluru sekaligus keluar dari moncong yang sama. Nai berusaha mengendalikan moter semaksimal mungkin. Namun naas, Nai terlambat beberapa detik, sehingga salah satu peluru moter itu mengenai moter Nai bagian belakang. Brak... Moter Nai terlempar lima puluh meter ke depan, untunglah semua orang yang berada di dalam moter menggunakan sabuk pengaman, jadilah mereka aman tidak berhamburan. “Bangsat! Rupanya mereka mempunyai peluru super!” ujar Nai sembari menormalkan lagi moternya. “Itu bukan peluru yang super, namun moter kita saja yang belum dikendalikan secara maksimal!” komentar Kanisan. “Baiklah, aku serahkan kemudi kepadamu!” ujar Nai. Kanisan beranjak melepas sabuk pengaman dari dirinya, beranjak menuju kursi kemudi, Kanisan akan menggantikan Nai menjadi seorang pengemudi. “Silakan!” ujar Nai memberikan kemudi kepada Kanisan.
Moter Kanisan sepertinya terkana gangguan dari magnet yang kekuatannya besar. “Bisa-bisa moter ini akan kehilangan kendali mesin jika kita tidak segera menemukan cara untuk menghindar!” ujar Kanisan sembari mengamati moter di belakang dari layar moter depan.“Lalu bagaimana caranya?” tanya Nai.“Aku belum mengerti. Selama ini magnet adalah energi di Kulstar yang sulit sekali untuk ditaklukkan. Bukankah kau juga tahu sendiri?” Kanisan geleng-geleng kapala.Memang benar, magnet adalah salah satu energi yang sulit sekali untuk ditolak, mungkin bisa berbeda dengan di planet bumi. Safa sendiri tidak terlalu suka dengan pelajaran demikian, maka dia tidak bisa mengeluarkan pendapatnya. Dia hanya diam menatap keadaan yang semakin lama semakin mengkhawatirkan.Sebuah tembakan datang lagi, bahkan sekarang ini pelurunya berbentuk lebih besar dari sebelumnya. Bukan, itu bukan peluru biasa yang akan menghancurkan moter Kanisan dan k
Tiba-tiba tercium sebuah aroma seperti buah mangga, datang dari luar moter entah bagaimana caranya. Aroma itu membuat hidung tidak lekang menciumnya, semua penumpang moter Kanisan merasakan bau yang nikmat tersebut.“Aroma apa ini? Apakah ada yang memakan buah mangga?” Kanisan bertanya kepada semua orang.Nia menjawab, “Tidak, walaupun aku suka makan, tapi pada keadaan seperti ini tidak mungkin aku makan!”“Barangkali ada yang memakan permen karet?” Nai ikut bertanya setelah melepaskan pelukannya pada tubuh Safa.“Tidak ada!” Karfan angkat bicara.Beberapa saat kemudian bau itu menjadi semakin menyengat, tajam sekali. Bau itu berubah menjadi bau busuk, bukan lagi bau mangga yang sedap dan memanjakan hidung.“Bangsat! Siapa yang kentut ini?” tanya Kanisan dengan kasar. Bukan apa-apa-, bau itu memang sangat menyengat sekali busuknya, menyerupai bau bangkai.“Ini bukan ken
“Apakah enam orang ini yang telah membuat kacau Kulstar beberapa hari terakhir?” tanya seseorang yang memakai topi lebar, sepertinya dia adalah ketua angakatan darat.“Benar Tuan Kamprit! Mereka adalah para perusuh itu dan salah satunya berasal dari bumi!” ujar penjaga yang sejak tadi menjaga ruangan tersebut.“Yang manakah manusia bumi itu?” tanya Kamprit, dia antusias sekali.“Yang memakai baju putih abu-abu itu, Tuan Kamprit!” ujar penjaga.Penjaga itu menunjuk Safa yang memakai seragam SMA nya. Memang selama di Kulstar, Safa hanya memakai dua jenis pakaian, seragam SMA dan pakaian kesukaannya. Bukan apa-apa, Safa memang selalu menyimpan seragam SMA nya itu di dalam tas, agar tidak terlambat ketika sekolah.Kamprit berjalan mendekati Safa, Safa diam ketakutan, dia mendekatkan diri kepada Nai yang berada di sampingnya.“Kenapa kau? Apakah takut kepadaku, wahai manusia bumi? Tenanglah, a
“Nah, ini makanan untuk kalian!” Ketek datang dengan memajang muka kusutnya.“Lama sekali, kau, Ketek!” teriak Kamprit dari sudut ruangan.“Petugas di dapur juga masih banyak pekerjaan, Tuan Kamprit! Jadi, harus menunggu sedikit lebih lama!” Ketek mengutarakan apa yang terjadi di dapur sehingga harus menunggu agak lama.“Tidak usah memberi tahu aku, Ketek!” teriak Kamprit lagi, dia benar-benar manusia yang tidak suka berguru.Nia berbisik kepada Nai, “Itulah gambaran dirimu, Nai! Kau sama keras kepalanya seperti Kamprit!” Lalu dia tertawa.“Hai, kau menertawakanku?” Kamprit melihat dan mendengar Nia yang tertawa.“Tidak, kami tengah bergurau tentang diri kami sendiri!” ujar Nia hati-hati.“Rasakan itu, Nia!” ujar Nai kepada adiknya sembari menahan tawa.“Hem, makanan ini tidak buruk juga,” ujar Safa sembari menimang-niman
Ruangan itu diselimuti oleh tanda tanya besar. Tidak ada wajah yang mengeluarkan senyum, kecuali Safa yang tetap berusaha tersenyum, mengeluarkannya meskipun dengan kekhawatiran besar.Kamprit datang selepas sarapan, kira-kira pukul delapan pagi. Kamprit berpakaian rapi layaknya seorang pemimpin angkatan darat. Rambutnya pendek di sisir ke kanan, tidak mengenakan topi. Seragamnya hampir sama dengan seragam polisi di Indonesia, cokelat tua. Namun, sekarang di Indonesia harus jeli membedakan antara seragam polisi dan seragam satpam, sebab ada beberapa kesamaan dalam urusan warna.“Hai, Tuan Kampret!” ujar Safa seperti bertemu dengan teman lamanya. “Apakah kau sudah memikirkan matang-matang tawaranku?” lanjut Safa dengan pertanyaan yang jawabannya sangat ditunggu-tunggu oleh semua orang di dalam ruangan itu.“Aku sudah memikirkannya matang-matang, dan tidak akan merugikan siapa-siapa!” ujar Kamprit dengan penuh wibawa.Nam