Share

65. Hanya Seline

Penulis: feynaa
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-08 23:15:05
“Apakah kau benar-benar mencintaiku, Lorenzo?”

Pertanyaan itu meluncur dari bibir Ella dengan suara yang lantang. Matanya yang tajam menatap Lorenzo, menuntut penjelasan. Namun, sejauh ini pria itu masih bungkam.

“Aku tahu betul, bahkan meskipun Seline sudah tiada, perasaanmu masih miliknya. Bukankah begitu?” seru Ella, suaranya naik beberapa oktaf, melengking di telinga Lorenzo.

“Apa selama ini aku hanya sekadar hiburan untuk mengisi kekosongan hidupmu karena kepergian Seline?”

Pria berambut gelap itu bergeming. Matanya masih memancarkan amarah, rahangya masih mengetat rapat. Selalu ada keraguan di hati Ella kepada Lorenzo. Selalu ada ketidakpercayaan Ella pada pria itu.

Gadis itu selalu butuh validasi dan konfirmasi, hal sederhana yang tidak bisa Lorenzo berikan pada Ella. Detik-detik berlalu dalam keheninga yang menegangkan. Ella merasakan jantungnya berdetak begitu keras seiring waktu, harap-harap cemas menunggu jawaban Lorenzo.

“Jawab aku,” batin Ella berharap. “Kataka
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   140. Bahagia Tanpa Aku

    Kesunyian mencekam menyelimuti suite mewah di lantai tertinggi hotel. Lorenzo melangkah limbung menuju bar mini di sudut ruangan. Dengan gerakan kasar, ia melepaskan kancing atas kemejanya satu per satu. Dada bidangnya yang kecoklatan terlihat naik turun dengan irama yang tidak teratur. Rahangnya terkatup rapat, otot-otot di sana menegang karena tekanan emosi yang masih menguasai setiap saraf tubuhnya. Mata kelamnya yang biasanya memancarkan otoritas mutlak dan kepercayaan diri yang mengintimidasi kini tampak penuh keputusasaan. Emosi yang bahkan hampir tidak pernah ditunjukkan oleh seorang Lorenzo De Luca. Tangan besarnya menuangkan whiskey ke dalam gelas kristal. Cairan mengalir dengan gemericik yang memecah kesunyian. Ia berdiri dengan postur tubuh yang sedikit bungkuk. Jemarinya Mencengkeram gelas dengan kekuatan yang berlebihan, buku-buku jarinya memutih karena tekanan. Dalam satu tegukan rakus, ia menghabiskan seluruh isi gelas. Namun, sensasi panas yang mengalir mel

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   139. Dua Nama, Satu Hati

    "Apa yang sudah diberikan Daren padamu yang tidak pernah aku berikan? Katakan, Ella, katakan apa yang dimiliki Daren dan tidak ada dalam diriku. Katakan saja apa maumu dan semua itu akan menjadi milikmu!” Suara Lorenzo naik satu oktaf. Tangannya terkepal di sisi tubuhnya. Tubuhnya kaku penuh ketegangan. Rahangnya mengeras, otot-otot di leher mencuat. Aura dominan Lorenzo begitu kuat, membuat Ella merasa tertekan dari berbagai arah, membuat merasa terpojok dan merasa kecil. Ella menarik rambutnya ke belakang, gelagat frutrasinya mulai terasa begitu kuat. "Kau tidak mengerti. Ini bukan soal siapa yang lebih banyak memberikan. Ini soal... soal yang benar dan yang salah," balasnya lirih, suaranya bergetar, kehilangan kepercayaan pada dirinya sendiri. "Benar dan salah?" ulang Lorenzo dengan nada meremehkan. "Lalu kau pikir apa keputusanmu ini benar? Apakah kamu benar-benar menggunakan kata hatimu?” "Jangan," bisik Ella, tangannya meremas ujung kausnya. "Jangan katakan i

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   138. Jaga Jarak

    Sinar keemasan fajar merayap lembut melalui celah-celah tirai. Pagi ini, suasana terasa berbeda dengan pagi sebelumnya. Hangat, tapi masih menyimpan ketegangan yang tidak terucap. Sejak terbangun dari tidurnya, Daren selalu ingin menempel dengan Ella. Benar-benar tidak melepaskan Ella dari genggamannya. Tangan kekarnya selalu curi-curi kesempatan untuk menyentuh Ella. Entah itu menelusuri punggung mungil gadis, sesekali memeluknya dengan mesra, dan memberikan kecupan singkat di wajahnya. Bahkan saat sarapan, kakinya beberapa kali bersentuhan dengan kaki Ella. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan, tapi Daren enggan pergi kerja, enggan meninggalkan Ellla. Ia mengamati lekat-lekat gadis itu yang sedang mengikat dasinya. Bibir Daren melengkung membentuk senyuman tipis. Dengan gerakan kilat, Daren menangkup wajah Ella dan mencuri ciuman singkat di bibir ranum gadis itu. Ella membeku, terkejut dengan sentuhan tiba-tiba itu. "Aku tidak ingin meninggalkanmu hari ini," bisik Dare

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   137. Hati yang Mendua

    Langit biru cerah perlahan memudah menjadi senja kemerahan ketika Ella melangkah memasuki pelataran rumah yang sunyi setelah suara mesin mobil Lorenzo telah menjauh. Paper bag belanjaan di tangan kirinya, sementara tangan kanannya memeluk kotak mika berisi sebuah mangkuk tanah liat yang masih kasar, belum sempurna, bahkan belum diberi warna apa pun. Begitu ia berada di dalam rumah, matanya langsung tertuju pada sosok yang berdiri tegak di tengah ruang tamu, menghadap ke arahnya seolah tengah menunggunya. Ella dapat merasakan aura Daren yang berbeda dari biasanya. Rambutnya berantakan, seolah berkali-kali dia mengusapnya dalam frustasi. Keningnya berkerut dalam. Mata birunya yang biasanya hangat kini dingin. Tatapannya tajam, tepat di mata Ella. Ruang tamu yang luas itu tiba-tiba terasa sesak, seolah dinding-dindingnya menyempit dan menekan mereka berdua dalam ketegangan yang menyesakkan. "Apa yang kau lakukan dengannya?" Suara Daren merobek keheningan. Nada yang bias

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   136. Pottery Date

    Kata hati Ella menang. Setelah berperang sengit dengan logikanya, akhirnya Ella memilih ikut dengan Lorenzo yang membawanya ke sebuah studio keramik di bagian kota yang belum pernah Ella kunjungi—area yang masih mempertahankan arsitektur lama kuno yang telah direnovasi menjadi ruang seni dan kafe-kafe kecil yang nyaman. Di dalam, aroma tanah liat basah yang bercampur dengan wangi kayu menciptakan atmosfer yang hangat dan menenangkan. Dinding-dinding studio dihiasi dengan hasil karya para pengunjung lain seperti, mangkuk, gelas, vas bunga, dan patung-patung kecil yang masing-masing memiliki ciri khas unik. Instruktur studio—seorang wanita paruh baya dengan rambut abu-abu yang dikepang longgar dan mata yang hangat—menyambut mereka dengan senyuman ramah. Kemudian memberikan mereka masing-masing sepotong tanah liat dingin, serta menjelaskan teknik dasar pembuatan keramik dengan suara yang lembut. "Tanah liat ini akan merespons sentuhan kalian, emosi kalian, bahkan napas kalia

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   135. Kesalahan Manis

    Pagi itu suasana di ruang makan terasa lebih dingin dari biasanya. Cahaya hangar matahari yang menembus jendela tidak mampu menghangatkan suasana di antara Ella dan Daren yang duduk berhadapan di meja makan. Ella duduk dengan gusar, tangannya mengaduk-aduk sereal dalam mangkuk keramik dengan gerakan berputar. Mata cokelatnya yang peka menangkap setiap detail perubahan pada pria yang telah berbagi hidup bersamanya selama bertahun-tahun. Daren duduk dengan punggung tegak, rahangnya mengetat. Mata birunya yang biasanya hangat kini kosong. Pria yang biasanya selalu mengisi keheningan pagi dengan percakapan ringan yang selalu berhasil membuatnya tersenyum kini terlihat sedang dalam suasana hatinya yang buruk.Sejak semalam setelah ia selesai berbincang dengan Lorenzo di teras, pria itu terlihat murung.Lorenzo bukan hanya telah berhasil merusak momen kencan romantisnya dengan kedatangannya yang tidak diundang, tapi juga berhasil mengganggu ketenangan Daren karena ancaman kematian itu.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status