Share

122. Jam Sibuk

Author: feynaa
last update Huling Na-update: 2025-07-14 22:36:09

Rasa penasaran terus menggerogoti jiwa Ella sejak semalam. Wajah Lorenzo tidak pernah lepas dari benaknya sejak pertemuan mereka semalam. Dan pagi ini, ia duduk tegak di depan laptop, handuk putih melilit rambut basahnya.

Jari-jari lentiknya menari di atas keyboard mencari informasi personal tentang Lorenzo. Namun, semakin dalam ia menggali, semakin dalam pula kerutan di keningnya.

Lorenzo De Luca, pria berusia tiga puluh empat tahun itu ternyata adalah CEO dari Luca Enterprises, sebuah perusahaan besar multi-industri yang di bidang manufaktur otomotif dan transportasi udara dengan jangkauan internasional.

Perusaah itu telah memproduksi kendaraan mewah untuk kalangan elite dan memiliki satu maskapai yang cukup terkenal di berbagai kalangan. Setiap artikel yang ia baca hanya menampilkan citra positif dari profesinya, pencapaiannya, dan reputasi perusahaannya.

Tidak ada berita tentang kehidupan pribadinya atau bahkan keluarganya. Tidak ada gosip, tidak ada skandal, tidak ada ko
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   126. Kenangan dan Khayalan

    Lorenzo tersenyum geli, tapi tatannya mengandung kenangan dan kerinduan mendalam. Inilah yang selalu ia kagumi dari Ella, kata-kata tajamnya, sikap menantangnya yang tidak pernah surut meski dalam keadaan apa pun. Bahkan setelah kehilangan ingatannya, jati diri Ella yang sesungguhnya tetap mengalir dalam darahnya. Lorenzo tersenyum lebih lebar. "Kau tidak tahu betapa menariknya sisi dirimu yang seperti ini," bisik Lorenzo, setiap kata yang keluar dari bibirnya terdengar seperti rayuan yang mendebarkan hati. "Bahkan tatapan membunuhmu pun terlihat begitu menawan." "Aku serius!" Ella mengacungkan pisaunya dengan tangan yang sedikit bergetar. Tingkah Lorenzo yang tidak menunjukkan sedikit pun rasa takut terhadap ancamannya justru membuatnya frustasi. Lorenzo tersenyum menantang, ada kilat kenakalan dan kepercayaan diri yang memabukkan di matanya yang gelap. "Jika kau benar-benar ingin membunuhku, setidaknya biarkan aku mencicipi bibir manismu dulu sebelum aku mati. Bukank

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   125. Fine Dinning

    Gemuruh mesin mobil sport memecah keheningan sore. Mobil itu terparkir di pelataran rumah Ella. Dari balik tirai jendela kamar lantai dua, Ella mengintip dengan napas yang tertahan. Jantungnya berdebar ketika melihat sosok familiar keluar dari mobil mewah itu—Lorenzo. Pria yang mobilnya ia tabrak tadi pagi kini kembali, berdiri dengan postur yang tenang, menawan namun mengintimidasi. Kemeja hitam yang dipakainya dibiarkan terbuka di kerah. Rambut hitam legamnya ditata rapi ke belakang dengan sempurna, menonjolkan struktur wajah yang keras. Setiap gerakan tubuhnya memancarkan aura maskulin yang mendebarkan. Ella menghela napas panjang, kening berkerut dalam. Setiap kali memandang Lorenzo, ia merasa gugup dan gelisah. Dan anehnya, ada sesuatu yang hangat di dadanya ketika melihat pria itu, perasaan ini membingungkan Ella. Ia yakin Lorenzo datang untuk menagih tanggung jawab atas kerusakan mobilnya, tetapi mengapa perasaannya berkata lain? Dengan langkah berat, Ella turun untuk

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   124. Umpan Sempurna

    "Sebaiknya kita menepi terlebih dahulu," kata Lorenzo dengan suara yang tenang. Ella menangguk dengan canggung. Ia bergerak lebih menuju mobilnya dengan langkah yang lambat karena masih mencerna apa yang baru saja terjadi. Ponselnya berdering, memaksanya untuk mencari benda yang terjatuh di bawah dashboard. Layar menunjukkan nama ayahnya—Thomas. Matanya mendelik teringat sesuatu. Laptop ayahnya! Ella menyisir rambutnya ke belakang hinga berantakan. Kalut menyerangnya, ia harus segara mengantarkan laptop ayahnya. Namun kini masalah baru menumpuk di atas masalah yang belum terselesaikan. Ella menarik napas dalam-dalam, ia memilih mengabaikan panggilan Thomas. Prioritas utamanya adalah menyelesaikan masalah di depannya terlebih dahulu. Setelah menepikan mobilnya, Ella keluar dari mobil dan menghampiri Lorenzo yang berdiri di depan pintu mobilnya. Pria itu tampak begitu tenang dan terkendali, kontras dengan keadaan batin Ella yang bergejolak. Setiap langkahnya terasa berat

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   123. Pelukan Familier

    Lorenzo De Luca. Pria yang ia cari tahu identitasnya melalui internet pagi ini, kini muncul di depannya. Namun, ada yang berbeda dari pria itu pagi ini. Pria yang semalam tiba-tiba muncul di hidupnya, memperkenalkan diri sebagai tunangannya dengan percaya diri dan tatapan yang hangat, kini menatapnya dingin. Ella pikir, pria ini pasti marah padanya karena membuat mobil mahalnya itu penyok. Pria yang menjulang tinggi di depannya terdiam heran dengan kening berkerut. Matanya yang dingin itu memindai penampilannya dari kepala hingga kaki, menilai setiap detail yang ada pada gadis itu. Keheningan yang menegangkan tercipta di antara mereka. Pria itu tersenyum tipis, sangat tipis hingga Ella bahkan tidak menyadarinya. Sebaliknya, Ella merasa terintimidasi oleh tatapan itu. "Aku minta maaf, apa kau terluka?" kata Ella memecah keheningan. Nada bicaranya rendah, tapi sarat dengan kelembutan yang tulus menutupi kepanikannya. Namun, matanya tidak bisa berbohong. Tatapannya mengekspresikan

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   122. Jam Sibuk

    Rasa penasaran terus menggerogoti jiwa Ella sejak semalam. Wajah Lorenzo tidak pernah lepas dari benaknya sejak pertemuan mereka semalam. Dan pagi ini, ia duduk tegak di depan laptop, handuk putih melilit rambut basahnya. Jari-jari lentiknya menari di atas keyboard mencari informasi personal tentang Lorenzo. Namun, semakin dalam ia menggali, semakin dalam pula kerutan di keningnya. Lorenzo De Luca, pria berusia tiga puluh empat tahun itu ternyata adalah CEO dari Luca Enterprises, sebuah perusahaan besar multi-industri yang di bidang manufaktur otomotif dan transportasi udara dengan jangkauan internasional. Perusaah itu telah memproduksi kendaraan mewah untuk kalangan elite dan memiliki satu maskapai yang cukup terkenal di berbagai kalangan. Setiap artikel yang ia baca hanya menampilkan citra positif dari profesinya, pencapaiannya, dan reputasi perusahaannya. Tidak ada berita tentang kehidupan pribadinya atau bahkan keluarganya. Tidak ada gosip, tidak ada skandal, tidak ada ko

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   121. Dia Bukan Milikmu

    Daren memasukkan tangannya ke dalam saku celana dengan gerakan yang lambat. Ia membalikkan tubuhnya, kini sempurna menghadap Lorenzo. Menatap langsung ke mata Lorenzo dengan tatapan yang penuh kesenduan. "Aku menemukan strip obat di kamarnya saat dia tinggal bersamaku di Chicago. Temozolomide. Obat itu tertinggal di kamarnya,” jelasnya dengan suara yang dingin. "Aku menyelidiki obat itu, dan mengetahui bahwa itu adalah obat yang hanya diberikan untuk pengidap tumor otak yang ganas,” lanjut Daren. Lorenzo mendengarkan dengn seksama sembari melipas fangan di depan dadanya. Udara malam dingin yang menusuk seolah mendukung perasaan mereka saat ini. Membekukan hati mereka dari kekacauan emosional yang menyesakkan. "Aku curiga, aku khawatir bahwa Ella mengonsumsi obat ini tanpa memberitahuku, tanpa memberitahu siapa pun.” Suara Daren mulai bergetar menahan emosi yang siap meledak. "Untuk memastikannya, aku bahkan nekat pergi ke villa keluarganya di Basseterre. Aku menyelinap masuk sep

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status