Happy Reading*****"Hmm, kok pura-pura lupa sama pertanyaan Mas barusan. Apa perlu Mas mengulangnya?" tanya Zaki. Ingin rasanya berbuat lebih saat itu juga pada sang pujaan, tetapi teringat perkataan Burhan. Tidak boleh melakukan hal-hal yang di laur batas sekalipun sudah halal. Zaki pun akhirnya melepas cekalan.Aisyah menoleh, tetapi tidak menjawab pertanyaan Zaki, hanya bergumam tak jelas. Rona merah di pipi si gadis membuat Zaki gemas. Si mas menarik kembali tangan Aisyah hingga terduduk di atas pangkuannya. Gadis itu salah tingkah, hanya diam dan menunduk malu."Bagaimana kalau, Mas, suapi? Kamu juga butuh asupan makanan untuk mengerjakan semua tugas rumah." Zaki memainkan alisnya naik turun."Jangan aneh-aneh, Mas!"Di duduk di pangkuan Zaki membuat keamanan jantung Aisyah tak bagus, detaknya makin cepat. Tanpa berkata lagi, si gadis segera berdiri dan berlari menuju dapur. Aisyah mengambil air putih dan meminumnya dengan cepat. Belum selesai rasa gugupnya, si mas sudah berdir
Happy Reading*****Seorang gadis berdiri di tepi pagar balkon kamar. Senyumnya terkembang bak kuncup bunga yang segera mekar, memberi keindahan setiap mata yang memandang. Di sisi kanan kamarnya seorang lelaki tak kalah bahagia seperti sang gadis.Sujud syukur tak henti-hentinya Zaki lakukan. Mulutnya senantiasa mengucap hamdalah tanpa putus. Tak sabar rasa hatinya untuk segera bersatu dengan sang pujaan. Semua yang sudah Zaki rencanakan bersama Burhan terlaksana baik. Sudah menjadi kebiasaan Zaki menjelang tidur, mengirimkan chat pada sang pujaan dan malam itu si mas meminta untuk dibuatkan bubur saat sarapan besok.Rutinitas pagi mulai Aisyah jalani saat ini. Memasak untuk sarapan dirinya dan Zaki. Semalam, setelah menerima chat dari si mas yang meminta bubur saat sarpan, gadis itu hampir tidak bisa tidur karena alasan yang diberikan. Zaki mengatakan jika perutnya sedikit tidak nyaman dan hal itu membuat Aisyah kepikiran.Aisyah yang belum mahir membuat bubur akhirnya menelepon ibu
Happy Reading*****Si mas tertawa lebar mendengar perkataan Aisyah. Sepertinya, si gadis memang belum memahami hal-hal seperti itu. Oleh karena itulah, Zaki cuma bisa tertawa saja. "Jika, benar Mas sudah menikahimu, apa kamu mau menerima masmu ini sebagai suami?" tanya Zaki. Aisyah memandang heran ke arah si mas."Mas, nggak usah aneh-aneh, deh, ngomongnya. Kalau kita sudah nikah, Bapak, nggak mungkin diam saja, kan? Mana mungkin, Bapak nggak cerita masalah sepenting ini." "Menurutmu apa masmu ini akan berani bersikap seperti ini? Jika, kita memang belum menikah?" Tanpa diduga Zaki mencium pipi Aisyah. Dia berjalan mendahului Aisyah yang masih terbengong dengan ciuman tiba-tiba di pipinya."Mas," teriak Aisyah ketika kesadarannya pulih.Dari kejauhan Haritz melihat semua yang Zaki lakukan pada Aisyah. Tangannya terkepal kuat didalam saku. Sang mantan harus tahu yang sebenarnya, benarkah yang Zaki katakan bahwa Aisyah sudah menikah dengannya.Segera, Haritz menghubungi keluarganya
Happy Reading*****Zaki dengan sengaja menarik tangan Aisyah yang melingkar di lengannya supaya memegangnya lebih erat. Jelas sekali jika lelaki yang pernah menjadi kekasih sang pujaan itu sedang menatap iri. Bagaimanapun caranya, Zaki tak mau Aisyah kembali pada sang mantan. "Oh, ternyata ada lelaki yang membuatmu sakit hati? Tenang, Ca. Ada Mas yang siap untuk membelamu," kata Zaki. "Jangan takut, ayo kita sapa dia. Tunjukkan bahwa kamu sekarang lebih bahagia, meskipun tanpanya."Tenang, Zaki melangkahkan kakinya mendekati Haritz. Tanpa canggung si mas memberi salam kepada mantan Aisyah. "Apa kabar. Bukankah kamu lelaki yang sudah menyakiti Aisyah?" tanya Zaki sengaja memancing kemarahan Haritz. Tangan si mas terulur untuk berjabatan dengan sang mantan. Reaksi yang Haritz berikan jauh dari perkiraan Zaki. Mantannya Aisyah itu mengibaskan tangan si mas. Tatapannya tajam, seperti mengajak berduel. Namun, Zaki malah menaikkan garis bibirnya seolah mengejek perbuatan Haritz."Bagaim
Happy Reading*****"Ya, makanya habisin. Nggak usah bengong aja." Zaki mengusak kepala sang pujaan sambil terkikik. "Iya ... iya, aku habiskan makanannya." Aisyah dengan cepat melahap sisa makanan di piringnya. Selesai sarapan, Zaki membantu Aisyah membereskan makanan dan juga piring kotor ke wastafel untuk di cuci. Lelaki itu bahkan sudah akan mencuci semua peralatan kotor tersebut jika Aisyah tidak mencegahnya."Mas mau ngapain, sih?""Ya, mau bantuin kamu nyuci, Ca," jawab Zaki santai."Nggak usah bantuin. Masalah ginian urusannya cewek lagian mas Zaki itu sudah rapi dan siap kerja. Sana berangkat saja. Biar aku yang bereskan semua.""Kok, gitu? Laki-laki juga bisa cuci piring kok, Ca." Zaki masih tidak mengindahkan larangan sang pujaan."Apan, sih, Mas. Nanti, kalau Tante Rum tahu, aku pasti kenak omel dan dibilang nggak bisa ngurus Mas Zaki dengan baik. Sana berangkat," usir Aisyah."Baik banget sih istrinya, Mas." Zaki mencolek hidung sang pujaan, gemas."Mas Zaki," teriak si
Happy Reading*****"Apa? Kapan Mas pernah menentang hukum Allah. Apa yang Mas katakan tadi memang bener, kok." Zaki kembali mendekatkan diri pada Aisyah. Reflek tangan Aisyah bergerak cepat, memukul si mas. "Sakit, Ca," jawab Zaki."Syukurin. Siapa suruh berdiri dibelakangku. Ais, nggak mau sampai kejadian adegan yang iya-iya seperti di film-film itu," ucap Aisyah sekali lagi.Zaki menyentil kening Aisyah. "Pikiranmu dari tadi bahas gituan aja, Ca. Mas nggak nyangka kalau ini larinya ke san terus." Si mas menunjuk kepala adik kecilnya. "Memangnya kamu mau melakukan adegan enak-enak kayak gitu? Kalau mau, Mas, sih, nggak masalah. Pasti Mas turuti. Gimana?" Zaki memainkan kedua alisnya, senang sekali menggoda kesayangannya.Tanpa berkata lagi Aisyah memukul lengan Zaki dengan sudip sehingga mengaduh untuk ke dua kalinya. Namun, bukannya kesakitan, tawa si mas makin keras."Terserahmu, Mas. Kalau nuruti candaan Mas terus nggak bakalan selesai pekerjaanku dan Mas nggak bakalan dengan