"Apa yang kau lakukan, Fel? Apa kau sudah gila?" teriak Sagara ketika vas bunga hampir saja mengenai kepalanya.
"Kau yang gila. Bagaimana kau bisa tak mengabariku sekali pun! Kau pasti bersama pelacur kecil itu kan?" teriak Felicia, tak kalah kencang. Wajah wanita itu terlihat merah padam.
"Apa--kau-- sudah mulai mencintainya? Apa kau sudah menyentuhnya?" Felicia menatap tajam ke arah Sagara. Wanita itu berjalan mendekat tak perduli dengan pecahan vas bunga yang melukai telapak kakinya. Warna keramik yang tadinya putih, kini berwarna merah karena darah dari luka di telapak kaki Felicia.
Sagara hanya memejamkan mata melihat apa yang dilakukan Felicia. Wanita ini dua kali lebih beringas dari saat bercinta ketika dilanda cemburu seperti ini.
Wanita itu kini berada tepat di hadapannya. Menyentuh wajah Sagara, awalnya lembut, tapi kemudian kuku panjang itu seperti menancap di kulit Sagara.
"Kau belum menjawab pertanyaanku! Apak
Tubuh Arimbi gemetar mendapati tatapan membunuh dari Sagara. Pria itu, Sagara Atmaja, menatap dengan sorot amarah yang tak pernah dilihat Arimbi.Sagara kemudian menarik tangan Arimbi dengan kasar."Jangan sakiti dia!" Hans menahan tangan Arimbi. "Menolaklah kalau kau tak ingin pergi!" ucap Hans lirih. Sagara bergerak maju mendekati Hans. Melihat sorot mata Sagara yang siap menghancurkan apa pun membuat Arimbi cemas."Maaf, Mas. Saya harus pulang bersama suami saya. Tolong lepasin!" pinta Arimbi dengan sorot mengiba. Setelah mengatakan hal itu, Arimbi mengamit tubuh besar Sagara dengan tangan kecilnya. Mereka berdua berjalan keluar kafe, menuju tempat parkir di mana mobil Sagara berada. Dengan kasar Sagara membuka pintu mobil, mendorong tubuh Arimbi masuk ke dalam dengan kasar.Ia sendiri kemudian masuk ke dalam mobil. Menginjak pedal gas, melajukan sedan lexusnya dengan kecepatan tinggi. Arimbi dengan tergesa memasang sabuk pengaman.
Pagi hari Arimbi terbangun dengan perasaan kosong. Sekosong tempat tidur di sampingnya. Perempuan muda itu meraba tempat di sampingnya. Tempat di mana biasa Sagara tidur. Dingin.Arimbi mengembuskan napas pelan. Badannya terasa lemas. "Salahku sendiri, kenapa tidur lagi setelah subuhan, jadinya badan lemes kayak gini!" Arimbi bermonolog seorang diri. Ia kemudian meraih ponsel. Berharap akan ada pesan dari Sagara.Nihil. Tak ada satu pun pesan dari pria itu."Dia sangat menakutkan saat cemburu!" gumam Arimbi sembari menuang susu ke dalam gelas.Ting.Ugh,ugh. Arimbi tersedak. Dia amat terkejut dan senang dengan bunyi notifikasi ponselnya. Berharap itu adalah Sagara. Akan tetapi harapannya sirna karena ternyata yang mengiriminya pesan adalah Wira. Bukan Sagara."Lain yang gatal, lain yang digaruk. Lain yang diharap lain yang datang!" Arimbi kemudian membuka pesan Wira."Nyonya kecil tak usah khawati
Pagi hari Arimbi bangun seperti jam biasa. Memasak sarapan pagi untuk Sagara dan juga dirinya. Menu sarapan kali ini adalah nasi goreng seafood."Hmm, harum sekali!" ucap Sagara. Memeluk tubuh Arimbi dari belakang. Arimbi hanya mengulas senyuman. Rambut basah Sagara sehabis keramas membuat aroma samphoo menguar memenuhi indera penciuman Arimbi."Duduk dulu. Aku siapin tehnya!" titah Arimbi. Namun, Sagara tak juga beranjak. Tetap setia dengan posisinya saat ini. Sagara sangat menyukai wangi tubuh istrinya ini. Aromanya selalu menenangkan."Sayang, apa kau tak merasakan hal aneh akhir-akhir ini?" tanya Sagara setelah kini duduk di kursi dengan hidangan nasi goreng di depannya.Arimbi mengerutkan kening dengan pertanyaan Sagara. "Seperti apa?" tanya Arimbi. Wanita itu meletakkan teh di depan Sagara. Di samping nasi gorengnya."Aku terus merasakan mual, apalagi saat pagi seperti ini. Tapi, begitu mencium wangi tubuhmu rasa mual itu
Hans menghempaskan tubuh ke sofa. Rasa kesal merajai hatinya saat ini. "Kenapa harus seperti ini? Kau tak bisa terus seperti ini, Hans? Hentikan rasa yang kau miliki kalau kau tak ingin terluka. Ingat, Arimbi, wanita itu adalah istri dari orang yang ingin kau hancurkan, jadi ... hentikan sampai di sini, kegilaan ini!" Hans bermonolog seorang diri.Ting nong, ting nong.Dahi Hans mengerut. Ia tak ada janji. Mengapa ada orang yang membunyikan bel. Dengan malas ia pun bergegas menuju pintu. Hans terkejut melihat siapa yang datang ke rumahnya.Felicia tersenyum lebar menampakkan gigi putih yang berbaris rapi"Dari mana kau tahu rumahku?" tanya Hans. Pria itu masih berdiri di ambang pintu. Enggan mempersilahkan wanita berambut cokelat itu masuk ke dalam apartmennya."Kau tak mempersilahkan tamumu untuk masuk?" tanya Felicia menatap tajam ke arah Hans. Pria itu berjalan ke arah ruang tamu, diikuti Felicia di belakangnya.
Pagi ini udara terasa dingin, bekas hujan semalam yang turun tanpa henti. Arimbi terbangun dari sejak pukul 03. 00 dini hari, setelah menunaikan sholat subuh menyibukkan diri di dapur. Sebulan sudah tinggal di rumah hadiah dari Sagara katanya untuk merayakan prestasi seorang Arimbi karena dapat membuat beruang kutub itu jatuh cinta.Arimbi sangat menyukai rumah ini. Sesuai dengan rumah impiannya. Apalagi kolam renang itu, dia sangat menyukainya. Hampir tiap hari Arimbi akan berenang di sana dan kadang ia dan Sagara akan menjadikan kolam renang itu tempat mereka bercinta. Kata Sagara 'bercinta di ruang terbuka lebih terasa sensasinya' kalau mengingat kemesuman Sagara Arimbi jadi terkikik geli, karena kini Arimbi pun tertular dengan kemesuman Sagara.Arimbi melihat jam di dinding. Waktu sudah menunjukkan pukul 6. 30, tak ada tanda-tanda suaminya keluar dari kamar. Biasanya jam begini pria dengan mata setajam elang itu sudah duduk manis menunggu sarapan di m
Pagi ini udara terasa dingin, bekas hujan semalam yang turun tanpa henti. Arimbi terbangun dari sejak pukul 03. 00 dini hari, setelah menunaikan sholat tahajud dsn kemudian disambung sholat shubuh dua jam setelahnya, perempuan muda itu menyibukkan diri di dapur. Sebulan sudah tinggal di rumah hadiah dari Sagara katanya untuk merayakan prestasi seorang Arimbi karena dapat membuat beruang kutub itu jatuh cinta. Arimbi sangat menyukai rumah ini. Sesuai dengan rumah impiannya. Apalagi kolam renang itu, dia sangat menyukainya. Hampir tiap hari Arimbi akan berenang di sana dan kadang ia dan Sagara akan menjadikan kolam renang itu tempat mereka bercinta. Kata Sagara 'bercinta di ruang terbuka lebih terasa sensasinya' kalau mengingat kemesuman Sagara Arimbi jadi terkikik geli, karena kini Arimbi pun tertular dengan kemesuman Sagara. Arimbi melihat jam di dinding. Waktu sudah menunjukkan pukul 6. 30, tak ada tanda-tanda suaminya keluar dari kamar. Biasanya jam