Adalah Arimbi seorang gadis desa. Manis,lucu dan polos. Harus menerima dijodohkan dengan pria bernama Sagara yang sama sekali tak dikenalnya. Pernikahan ini adalah bentuk dari pembayaran hutang piutang antara Ayah Sagara dan Joko, Ayah Arimbi. Sehari setelah pernikahan Arimbi baru mengetahui kalau Sagara telah memiliki istri. Bukan hanya itu Arimbi juga harus dihadapkan pada kenyataan penyimpangan seksual yang dimiliki oleh sang suami. Sagara hanya akan puas dan tersalurkan hasratnya bila dapat menyakiti dan menyiksa tak hanya pisik tapi juga psikis pasangannya. Bagaimana nasib Arimbi selanjutnya? Dapatkah ia bertahan dengan pernikahan tak sehat itu?
View More"Jangan lakukan itu, Tuan! Saya mohon!" ucap Arimbi dengan wajah ketakutan. Wanita itu meringkuk bagaikan anak anjing yang kedinginan. Polos yang biasanya ceria itu kini kuyu dan terlihat cemas. Manik bening yang biasa bekerjab indah itu terlihat berkaca-kaca. Buliran bening berdesakan bak air bah.
Namun itu semua tak membuat Sagara iba justeru tangis dan ratapan membuatnya makin bersemangat dan hasratnya kian membuncah.
"Berteriaklah jalang, yang keras! Menngislah, memohonlah!" bentak Sagara.
🥀🥀🥀🥀
Udara siang ini terasa terik sekali, sang Bagaskara menunjukkan kuasanya. Kemarau yang melanda desa Wetan Alas sebuah desa pertanian di ujung Jawa Timur, menyebabkan seluruh warga desa yang mayoritas petani padi, siap mengalami gagal panen. Bendungan irigasi yang biasanya memiliki air melimpah ruah kini kering kerontang."Suruh anakmu itu pulang. Kita tidak bisa lagi membiayai kursusnya!" ujar pria dengan rambut yang mulai memutih. Kepulan asap dari rokok lintingan di tangannya membumbung memenuhi seluruh ruang tamu sederhana. Wanita berusia sekitar tiga puluhan itu mendesah pelan dengan ucapan pria yang ternyata adalah suaminya.
"Sih, krungu ra, ne dijak ngomong?" tanya pria itu dengan intonasi meninggi. Dia mulai kehilangan kesabaran karena Asih, sang istri tak juga menanggapi ucapannya, tangan dan kaki wanita itu lincah memainkan benang dan jarum mesin jahit. Suaranya meningkahi detak jarum jam di dinding.
"Bapak nyuruh Arimbi pulang itu untuk apa? Dia sudah melepaskan cita-citanya untuk kuliah, sekarang dia lagi kursus menjahit pun bapak suruh berhenti." ucap Asih akhirnya menanggapi ucapan sang suami.
"Mau tak kawinin sama anaknya Juragan Atmaja. Itu lho, pengusaha intan dan batu bara yang sekarang berada di Jakarta!" jawab pria itu, kembali menyedot lintingan putih di antara jari jemarinya yang hitam legam karena paparan sinar matahari.
"Apa Bapak kenal baik dengan pemuda itu. Sifat dan sikapnya?" tanya Asih, menatap lekat suami yang dinikahinya delapan belas tahun lalu saat Arimbi masih bayi merah. Ya, Asih menikahi duda beranak dua. Yaitu kakak iparnya sendiri. Melupakan cita-citanya yang ingin melanjutkan sekolah menjahit di Surabaya, dia iba melihat sang ponakan yang sudah kehilangan bundanya di usia hitungan hari.
"Dia itu orang kaya, terpandang. Dengan menikahinya kita akan terbebas dari segala masalah. Hutang di bank modal tanam padi dan juga hutang-
"Pras, karena judi!" potong Asih. Joko menatap Asih tak suka. "Benar kan yang aku katakan? Bapak mau menikahkan Arimbi dengan anak juragan Atmaja karena hutang Prasetyo anak ke sayanganmu itu?!" Mata Asih menatap nyalang. Selalu saja seperti ini. Mereka harus berkorban untuk Prasetyo anak lelaki kesayangan Joko yang kini mendekam di penjara.
"Kali ini Arimbi yang akan jadi korban? Begitu Pak? Setelah berhektar-hektar sawah, kalung dan uang simpananku untuk menyelamatkan anak kesayanganmu, sekarang Arimbi ku yang akan dijadikan korban demi dia, aku tak izinkan!" teriak Asih. Dadanya terasa sesak.
"Kau tahu, Sih? Rumah ini dan sawah sehektar itu juga akan di sita bank kalau kita tak bisa melunasi hutang! Aku sudah ndak punya apa-apa, Sih. Ndak tau kemana lagi harus mencari bantuan. Lagi pula Arimbi bukan akan menikahi Atmaja, tapi anaknya!" Joko masih terus membujuk, berusaha meluluhkan wanita terkasihnya itu.
"Orangnya ganteng. Sopan, ramah! Aku sudah ketemu sama dia!" kata Joko dusta. Padahal tak sekali pun dia pernah berbicara pada anak Atmaja itu. Pernah memang melihat wajahnya tapi tak pernah terlibat pembicaraan dengan pria itu. Pria berusia tiga puluh tahun itu berwajah dingin dan menakutkan. Membuat siapa saja merasa takut dan enggan berbicara dengannya. Untuk wajah, Joko tak salah. Pria itu memang rupawan. Kalau diibaratkan, pria itu perpaduan antara Arjuna dan Dasamuka. Wajah tampan bak Arjuna, tapi sikap dingin dan kejam seperti Dasamuka.
Maka berakhirlah pembicaraan suami isteri itu dengan kesepakatan. Arimbi menikah tapi dengan syarat dia akan tetap melanjutkan sekolahnya.
Atmaja bukan tak punya alasan menikahkan Arimbi dan puteranya Sagara. Joko telah menyelamatkan nyawa Atmaja saat akan dimakan harimau hutan. Sejak itu dia berjanji akan mengabulkan apa pun permintaan Joko. Selama ini Joko belum menagih janji, maka kali ini adalah waktunya. Saat dia terjepit tak berdaya. Sebenarnya dia juga tak tega. Tapi demi keberlangsungan hidup terutama putera tersayangnya, langkah ini diambil Joko.
Sah!
Ucapan itu mengikat Arimbi saat ini dengan Sagara Atmaja. Pernikahan yang jauh dari impian. Tak ada pesta mewah. Hanya pernikahan sederhana. Arimbi pun tak banyak bicara, ia hanya alat pembayar hutang jadi dia tak punya hak untuk meminta.
"Tak ada pesta. Ayah boleh memberinya uang sebanyak yang Ayah mau, tapi aku tak ingin ada pesta. Yang penting sah di mata negara dan agama!" ucap Sagara kala sang Ayah memintanya menikahi gadis dari desa tempatnya lahir dan membesar.
Ketika sang Ayah memintanya pulang, Sagara sangat enggan menginjakkan kaki di tanah ini. Tanah yang mengingatkan pengkhianatan sang Ayah, penderitaan sang bunda dan juga tentang ... ah, Sagara muak mengingatnya.
Arimbi melirik pria di sampingnya. Pria yang kini sah menjadi suaminya.
"Jaga matamu bocah. Jangan sampai kau tak dapat melihat matahari esok hari karena terlalu lama memandangku!" kata Sagara pada gadis berhijab merah maroon yang kini resmi menjadi isterinya. Sagara melihat dari kaca spion gadis itu berulang kali meliriknya.
"Cih, memangnya dia Dewa Surya sampai orang akan buta karena memandang wajahnya!" umpat Arimbi. Tentu saja hanya dalam hati. Mana berani dia menyumpahi pria ini? Wajahnya saja sangat menakutkan. Aura dingin menyelimutinya itu yang ada di pikiran Arimbi.
"Turun!" titah Sagara. Saat tiba di depan rumah mewah bergaya Eropa. Arimbi membuka mulut takjub. Dia sering melihat rumah-rumah mewah seperti ini tapi itu hanya di televisi. Rumah bercat putih, dengan lampu kristal menjuntai seperti buah aren, pilar-pilar kokoh dengan aneka bunga rambat yang melingakar, masuk ke dalam rumah mulut Arimbi tambah terbuka lebar karena takjubnya. Guci-guci indah dan mahal terjejer rapi di lantai di meja. Semua furniture mengkilat penuh ukiran jepara itu terbuat dari kayu jati.
"Aaah!" teriak Arimbi saat melihat lantai yang dia pijak. Lantai itu seperti kaca yang di bawahnya terdapat kolam dan ... ular dalam berbagai bentuk dan jumlah yang banyak.
"Astaghfirullah! Apakah dia beternak ular, kenapa ular-ular itu banyak sekali jumlahnya!" Arimbi menatap ngeri ke arah lantai. Hewan melata itu ribuan jumlahnya.
"A-a-pa-kah aku akan di jadikan tumbal, ah apakah dia memakai pesugihan ular?" pertanyaan-pertanyaan konyol itu terus berkeliaran di otak Arimbi.
"Mas Saga!" panggil Arimbi pada pria yang berjalan di depannya. Saga menoleh menatap tak suka.
"Jangan panggil aku dengan sebutan menggelikan seperti itu!!" tukas Sagara. "Panggil aku Tuan, Tuan Saga! Kau tak lupa kedudukan kita kan? Aku membeli mu dari Ayahmu!" Kalimat Sagara menohok hati Arimbi. Ada yang berdenyut nyeri, seperti luka di tusuk sembilu, luka itu tak mengeluarkan darah tapi mengapa sakitnya merambati seluruh tubuhnya.
"Kau tahu berapa banyak jumlah uang yang kuberikan pada Ayahmu?" Arimbi menggeleng karena dia memang tak tahu. "Dua milyar. Hargamu dua milyar. Jadi saat ini kau adalah barang yang ku beli, dan aku adalah pembeli. Kata orang pembeli itu adalah raja. Tapi di Indonesia raja sudah tak ada. Jadi, aku ini adalah Tuanmu. Kau paham, bocah!?" tanya Saga lagi dengan senyum meremehkan.
"Baiklah Yang Mulia Tuan Sagara Atmaja. Hamba paham!" jawab Arimbi. Wajah Sagara terlihat memerah, pria itu mengatupkan rahang.
"Aneh!" desis Arimbi, "tadi dia yang memintaku menganggapnya Raja, dan menyuruhku memanggilnya tuan. Sekarang aku sudah menuruti permintaannya. Kenapa wajahnya marah seperti itu!"gumam Arimbi.
"Ah ya, aku hampir lupa!" pekik Arimbi tertahan. "Yang Mulia Tuan Sagara!" panggil Arimbi lagi, gadis itu tak ambil pusing dengan ekspresi wajah pria itu. " Apakah ular-ular di dalam sana itu biasanya naik dan masuk ke dalam rumah?" tanya Arimbi menunjuk ke arah lantai. Wajahnya bergidik ngeri.
"Apakah kau tak tahu bahwa itu bukan ular? Ck,ck, darimana kau dapat rusa kecil itu? Dia bahkan mengira efoksy tiga dimensi itu nyata! Ular-ular itu bukan nyata sayang!" ucap seoarang wanita yang muncul tiba-tiba di hadapan mereka.
Arimbi terkejut melihat wanita itu. Gadis itu kemudian merunduk, mencoba meraba lantai yang dipijaknya. Benar saja ini hanya lantai tapi di cat dengan efek seperti ular, "wah, keren sekali. Benar-benar mirip!" gumam Arimbi. Yang di sambut gelak tawa dari wanita tadi.
Mata Arimbi memindai wanita itu dari atas ke bawah. Seolah menilai penampilannya. Dress merah tanpa lengan selutut. memperlihatkan bahu putih, lengan mulus dan betis indahnya. Rambut wanita itu dibiarkan tergerai melewati bahu. Warna rambut dark ash blond membuat wajah putih mulusnya lebih bercahaya. Jangan lupakan lipstik merah menyala itu membuat bibirnya sangat seksi.
Arimbi melihat dirinya. Dia insecure sekali dengan perbedaan mereka.
"Kau sudah pulang Beib? Apa kabarnya?" wanita itu mendekati Sagara. Berdiri tepat di depan pria itu. Mengikis jarak antara mereka.
Dan, Cup!
Arimbi membeliakkan mata. "Apa wanita ini mencium suaminya, dan itu di bibirnya, di depan matanya? Kurang ajar tak bisa dibiarkan!" teriak Arimbi, tapi hanya dalam hati. Arimbi mengurungkan niat melontarkan sumpah serapah dan menyerang perempuan itu kala suara Sagara yang dingin membentak wanita itu.
"Jaga sikapmu, Felicia!"
Wanita bernama Felicia itu terlihat mundur, wajahnya tiba-tiba menjadi sendu, air mata mengalir di sudut pipinya.
Sagara mendesah "Maaf, aku tak bermaksud membentakmu. Hanya saja aku merasa lelah!" ucap Sagara dengan raut menyesal.
"It's oke. Never mind. Aku selalu memaafkan mu bahkan sebelum kau memintanya. Now, give me a warm hug!" Felicia merentangkan tangan, yang kemudian di sambut Sagara dengan menarik tubuh ramping itu ke dalam rengkuhannya.
"I miss you Beib, so much!" bisik Felicia . Mata wanita itu menatap Arimbi dengan tajam, melempar sebuah senyuman sinis dan meremehkan.
Arimbi meremas ujung jilbabnya. Sepertinya bapak Arimbi salah mengambil langkah. Dia telah memaksa Arimbi memasuki sebuah pernikahan yang tak mudah. Arimbi tak sadar bahwa bukan hanya wanita yang tengah dipeluk suaminya itu yang akan menjadi ujian dalam rumah tangga yang baru satu hari di jalani. Akan ada ujian yang lebih berat dari ini, bahkan itu bisa mengambil nyawa Arimbi dan orang-orang terkasihnya.
Catatan:
Krungu ra, ne dijak ngomong= dengar tidak kalau diajak bicara?Tubuh Arimbi gemetar mendapati tatapan membunuh dari Sagara. Pria itu, Sagara Atmaja, menatap dengan sorot amarah yang tak pernah dilihat Arimbi.Sagara kemudian menarik tangan Arimbi dengan kasar."Jangan sakiti dia!" Hans menahan tangan Arimbi. "Menolaklah kalau kau tak ingin pergi!" ucap Hans lirih. Sagara bergerak maju mendekati Hans. Melihat sorot mata Sagara yang siap menghancurkan apa pun membuat Arimbi cemas."Maaf, Mas. Saya harus pulang bersama suami saya. Tolong lepasin!" pinta Arimbi dengan sorot mengiba. Setelah mengatakan hal itu, Arimbi mengamit tubuh besar Sagara dengan tangan kecilnya. Mereka berdua berjalan keluar kafe, menuju tempat parkir di mana mobil Sagara berada. Dengan kasar Sagara membuka pintu mobil, mendorong tubuh Arimbi masuk ke dalam dengan kasar.Ia sendiri kemudian masuk ke dalam mobil. Menginjak pedal gas, melajukan sedan lexusnya dengan kecepatan tinggi. Arimbi dengan tergesa memasang sabuk pengaman.
Pagi hari Arimbi terbangun dengan perasaan kosong. Sekosong tempat tidur di sampingnya. Perempuan muda itu meraba tempat di sampingnya. Tempat di mana biasa Sagara tidur. Dingin.Arimbi mengembuskan napas pelan. Badannya terasa lemas. "Salahku sendiri, kenapa tidur lagi setelah subuhan, jadinya badan lemes kayak gini!" Arimbi bermonolog seorang diri. Ia kemudian meraih ponsel. Berharap akan ada pesan dari Sagara.Nihil. Tak ada satu pun pesan dari pria itu."Dia sangat menakutkan saat cemburu!" gumam Arimbi sembari menuang susu ke dalam gelas.Ting.Ugh,ugh. Arimbi tersedak. Dia amat terkejut dan senang dengan bunyi notifikasi ponselnya. Berharap itu adalah Sagara. Akan tetapi harapannya sirna karena ternyata yang mengiriminya pesan adalah Wira. Bukan Sagara."Lain yang gatal, lain yang digaruk. Lain yang diharap lain yang datang!" Arimbi kemudian membuka pesan Wira."Nyonya kecil tak usah khawati
Pagi hari Arimbi bangun seperti jam biasa. Memasak sarapan pagi untuk Sagara dan juga dirinya. Menu sarapan kali ini adalah nasi goreng seafood."Hmm, harum sekali!" ucap Sagara. Memeluk tubuh Arimbi dari belakang. Arimbi hanya mengulas senyuman. Rambut basah Sagara sehabis keramas membuat aroma samphoo menguar memenuhi indera penciuman Arimbi."Duduk dulu. Aku siapin tehnya!" titah Arimbi. Namun, Sagara tak juga beranjak. Tetap setia dengan posisinya saat ini. Sagara sangat menyukai wangi tubuh istrinya ini. Aromanya selalu menenangkan."Sayang, apa kau tak merasakan hal aneh akhir-akhir ini?" tanya Sagara setelah kini duduk di kursi dengan hidangan nasi goreng di depannya.Arimbi mengerutkan kening dengan pertanyaan Sagara. "Seperti apa?" tanya Arimbi. Wanita itu meletakkan teh di depan Sagara. Di samping nasi gorengnya."Aku terus merasakan mual, apalagi saat pagi seperti ini. Tapi, begitu mencium wangi tubuhmu rasa mual itu
Hans menghempaskan tubuh ke sofa. Rasa kesal merajai hatinya saat ini. "Kenapa harus seperti ini? Kau tak bisa terus seperti ini, Hans? Hentikan rasa yang kau miliki kalau kau tak ingin terluka. Ingat, Arimbi, wanita itu adalah istri dari orang yang ingin kau hancurkan, jadi ... hentikan sampai di sini, kegilaan ini!" Hans bermonolog seorang diri.Ting nong, ting nong.Dahi Hans mengerut. Ia tak ada janji. Mengapa ada orang yang membunyikan bel. Dengan malas ia pun bergegas menuju pintu. Hans terkejut melihat siapa yang datang ke rumahnya.Felicia tersenyum lebar menampakkan gigi putih yang berbaris rapi"Dari mana kau tahu rumahku?" tanya Hans. Pria itu masih berdiri di ambang pintu. Enggan mempersilahkan wanita berambut cokelat itu masuk ke dalam apartmennya."Kau tak mempersilahkan tamumu untuk masuk?" tanya Felicia menatap tajam ke arah Hans. Pria itu berjalan ke arah ruang tamu, diikuti Felicia di belakangnya.
Pagi ini udara terasa dingin, bekas hujan semalam yang turun tanpa henti. Arimbi terbangun dari sejak pukul 03. 00 dini hari, setelah menunaikan sholat subuh menyibukkan diri di dapur. Sebulan sudah tinggal di rumah hadiah dari Sagara katanya untuk merayakan prestasi seorang Arimbi karena dapat membuat beruang kutub itu jatuh cinta.Arimbi sangat menyukai rumah ini. Sesuai dengan rumah impiannya. Apalagi kolam renang itu, dia sangat menyukainya. Hampir tiap hari Arimbi akan berenang di sana dan kadang ia dan Sagara akan menjadikan kolam renang itu tempat mereka bercinta. Kata Sagara 'bercinta di ruang terbuka lebih terasa sensasinya' kalau mengingat kemesuman Sagara Arimbi jadi terkikik geli, karena kini Arimbi pun tertular dengan kemesuman Sagara.Arimbi melihat jam di dinding. Waktu sudah menunjukkan pukul 6. 30, tak ada tanda-tanda suaminya keluar dari kamar. Biasanya jam begini pria dengan mata setajam elang itu sudah duduk manis menunggu sarapan di m
Pagi ini udara terasa dingin, bekas hujan semalam yang turun tanpa henti. Arimbi terbangun dari sejak pukul 03. 00 dini hari, setelah menunaikan sholat tahajud dsn kemudian disambung sholat shubuh dua jam setelahnya, perempuan muda itu menyibukkan diri di dapur. Sebulan sudah tinggal di rumah hadiah dari Sagara katanya untuk merayakan prestasi seorang Arimbi karena dapat membuat beruang kutub itu jatuh cinta. Arimbi sangat menyukai rumah ini. Sesuai dengan rumah impiannya. Apalagi kolam renang itu, dia sangat menyukainya. Hampir tiap hari Arimbi akan berenang di sana dan kadang ia dan Sagara akan menjadikan kolam renang itu tempat mereka bercinta. Kata Sagara 'bercinta di ruang terbuka lebih terasa sensasinya' kalau mengingat kemesuman Sagara Arimbi jadi terkikik geli, karena kini Arimbi pun tertular dengan kemesuman Sagara. Arimbi melihat jam di dinding. Waktu sudah menunjukkan pukul 6. 30, tak ada tanda-tanda suaminya keluar dari kamar. Biasanya jam
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments