BUGH! "Fuck! " Umpat Davino seraya memegangi sudut bibirnya yang terkena pukulan tiba-tiba dari Arfa."Akh!! Mas Arfa!! Apa-apaan sih?! Om, sudah Om! Jangan bertengkar lagi. " Samira menatap marah pada Arfa yang tiba-tiba memukul suaminya, kemudian dia langsung menghadang tubuh Davino yang siap menyerang Arfa. "Sudah, tenang. " Kata Samira menenangkan suaminya, sementara Davino langsung diam ketika Samira memeluknya dari samping, sepertinya Davino sudah menemukan pawangnya. "Dia menyakitimu lagi Mir? " Tanya Arfa nyalang menatap Davino yang tak kalah sengit menatap tajam. "Mas maaf, sepertinya aku salah paham. Om Davino tidak menyakitiku, maaf ya Mas sudah membuat khawatir. Sampaikan maafku juga pada Tante. " Ucap Samira dengan mata mengiba. Sungguh malu sekali, dia menyimpulkan terlalu cepat. Ketika Samira mendengar nama Dinha disebut, dia langsung mengirimkan pesan pada ibunya Arfa jika Davino kembali membohonginya. Tapi ternyata semua hanya salah paham ketika Samira melihat b
"Akhh Om… uhhh, geli banget. "Tok, Tok, Tok!! TOK, TOK, TOK!!!! "Shit! Pengganggu saja! Sepertinya kita harus pindah rumah agar tidak ada yang mengganggu. " Keluh Davino. Davino melangkah lebar dengan mulut yang terus menggerutu kesal. Siapa di balik pintu sana yang berani mengganggu kemesraan nya dengan sang istri? Jengkel sekali. Ingin rasanya mengabaikan, tapi ketukan pintu dan suara bel itu justru semakin bising dan mengganggu. Cklek, "Ada apa?! " Tanya Davino ketus dengan raut wajah tak bersahabat. "Dokter Vander? " Ucap Davino mengendalikan emosinya, dia harus profesional untuk teman seprofesi nya. "Dokter Davino, maaf mengganggu waktunya. Tapi kita ada panggilan dari rumah sakit sekarang juga. Keadaan benar-benar genting, Dokter Deby sudah menghubungi anda namun tidak ada jawaban. Beruntung saya sedang dijalan menuju rumah sakit dan berbelok ke rumah anda untuk memberitahu soal ini. " Ucap Dokter Vander cepat karena situasi mereka benar-benar terdesak. Meski Davino seh
"Mau peluk cium. " Ucap Samira dengan manjanya membuat Davino langsung merengkuh tubuh istrinya dengan gemas. Entah siapa yang memulai, tapi bisa dipastikan itu diawali oleh Davino yang menempelkan bibirnya di atas bibir sang istri. Samira melebarkan matanya saat Davino tiba-tiba menempelkan bibir nya di atas bibir Samira. Tentu saja, meski sudah pernah berciuman, namun rasanya selalu menggetarkan jiwanya. Apalagi sekarang, mereka baru saja saling berbincang ringan dari hati ke hati. Samira sedikit terkejut sebelum akhirnya mampu menetralkan dirinya. Samira memejamkan matanya, melihat sang istri yang seolah memberi lampu hijau. Kini Davino, mulai berani untuk menggerakan bibirnya di atas bibir Samira. Davino memagut dan menghisap bibir yang jadi candu dan kerinduannya. "Aku mencintaimu Samira. " Ucap Davino melepaskan pagutannya. ""Aku juga mencintai Om. " Balas Samira yang padahal hatinya bergemuruh hebat didalam sana. Kemudian, Davino kembali melahap bibir ranum sang istri. Di
‘’Pahh! Aku sudah besar. Pokoknya aku ingin kuliah di Jerman sesuai cita-citaku dulu!’’‘’Tidak bisa Samira! Kamu anak perempuan papah! Apalagi kamu anak satu-satunya! Papah tidak bisa melepasmu begitu saja di sana!’’‘’Pah, please! Aku mohon…aku janji aku bisa jaga diriku di sana pah.’’‘’Tidak ada yang tau kehidupan mu di sana sayang, papah tidak akan tenang jika kau hidup sendirian di sana. ’’‘’Tapi kuliah di Jerman adalah impianku pah!’’ tatap Samira dengan genangan air mata di pelupuk matanya.Ya! dia adalah Samira Aretha, gadis berusia 18 tahun yang baru saja lulus SMA, kini Samira tengah menentukan kampus mana yang akan ia pilih untuk melanjutkan perguruan tingginya, namun beribu sayang, orang tuanya melarang Samira untuk melanjutkan pendidikan di kampus impiannya, yaitu Techincal University of Munich jurusan kedokteran sesuai dengan cita-citanya.Sedari duduk di bangku SMP, Samira sudah memimpikan akan mengejar pendidikan jurusan kedokteran di Jerman, dia bahkan sudah menghaf
‘’Mereka siapa pah?’’ Tanya Samira‘’Calon mertuamu’’‘’Huwaaaa…hiksss..hikss..’’ Samira makin kencang mengeluarkan tangisannya....Seminggu berlalu, Kini Samira sudah bisa sedikit mengontrol emosinya.Dia juga mencoba untuk menerima persyaratan dari papahnya, yaitu untuk menikah agar bisa melanjutkan pendidikan di kampus impiannya, semua demi cita-cita dan impiannya.Urusan pernikahan, biarlah dia urus nanti. Samira yakin calon pria nya pun tidak memiliki perasaan apapun pada dirinya, bagaimana bisa dikatakan memiliki perasaan jika mereka saja tidak saling mengenal, dan itu merupakan salah satu keuntungan bagi Samira agar bisa mengajukan kawin kontrak seperti film yang barusan dia tonton, dan mereka akan bercerai pada waktu yang telah di tentukan, tepatnya ketika Samira telah menyelesaikan pendidikannya misal. Itulah tekad Samira sementara ini, anak remaja sepertinya masih sangat labil untuk mengambil keputusan. Samira memang selalu menempati nilai unggul di sekolah nya. Tapi tet
"Davino, Mamah titip anak mamah ya. Tolong awasi Samira dari pergaulan yang tidak baik di sana, jaga hati dan raganya. Arahkan dia jika langkah nya penuh keraguan. Mamah percaya kamu laki-laki dewasa dan bijaksana. Tolong bimbing Samira ya. " Mamah Wulan mengelus pundak Davino saat menantunya menyalimi tangannya. Ia memberikan sedikit wejangan sebelum mereka benar-benar pergi ke Jerman.Paspor dan Visa Samira sudah siap. Hari ini juga mereka akan terbang ke sana menempuh hidup baru dengan status baru di Jerman."Pasti mah, saya pasti memastikan Samira dalam keadaan baik. Saya cukup minta do'anya dari mamah dan papah. " Ucap Davino."Pasti, mamah dan papah akan selalu mendoakan kebaikan untuk kalian. " Mamah Wulan mengusap air matanya. Ia tersenyum lega pada Davino. Setidaknya Samira akan aman bersama suaminya.Sementara Samira masih menangis dalam pelukan papah Abraham. Meski berat di tinggal putri semata wayangnya, namun setidaknya papah Abraham sudah tenang sekarang. Karena akan ada
"Kamu bisa nyapu? ""Bisa Om. ""Bisa nyuci baju? ""Bisa Om. ""Bisa masak? ""Uhmm sedikit. ""Kalau muasin suami? "Deghhhhh…Samira jadi gelagapan sendiri. Hah? Muasin? Muasin dalam konteks apa maksudnya? Meskipun dia masih kecil tapi dia sering nonton drama Korea yang kelewat romantis kali. Jadi fikiran Samira langsung menari kemana mana. Pipinya merona membayangkan.. Arghhhh!!Oh no Samira! Sadarlah! Dia bukan Sehun-mu. Dia itu Om-om. Ngebayangin nya aja udah langsung bikin bulu kuduk Samira merinding seketika."Jangan terlalu di fikirkan Samira. Sudah ku duga, kamu masih terlalu kecil. Lagian papah ada ada saja, menjodohkan saya dengan anak kecil seperti mu. " Decih Davino dengan senyuman miring nya.Senyuman itu terlihat begitu meremehkan dimata Samira. Hatinya juga jadi kesal mendengar penuturan Davino.'Yaa emang bener sih. Aku juga gak mau di ajak begituan sama dia, tapi kan bukan berarti gak bisa. Hanya gak mau. ' batin Samira dongkol."Ayo jangan banyak melamun, rapih kan
Samira meregangkan tubuhnya. Ia menatap ke sisi ranjang yang nampak kosong. Kemana Davino? Batin Samira. Namun tidak lama kemudian, pintu kamar mandi terbuka, menampilkan Davino yang sudah memakai celana panjang nya dengan handuk yang dilebarkan di bagian dada untuk menutupi area itu. Untung saja Davino tidak bertelanjang dada, tidak seperti adegan-adegan yang pernah Samira tonton di dalam drama. "Sudah bangun. Kamu mau masak sendiri atau pesan sarapan saja? " Tanya Davino sambil mengeringkan rambutnya didepan cermin. "Ada roti Om? ""Ada.""Telur? ""Ada, ""Mentega? ""Ada, ""Kalau keju? ""Terlalu banyak tanya, kamu bisa cek sendiri di kulkas, semua tersedia di sana. " Samira benar-benar bawel padahal ini masih pagi, batin Davino. "Oke oke. Om mau kemana? ""Saya harus kerja, kamu bisa kan urus keperluan mu sendiri? Jangan keluar rumah, nanti kalau nyasar saya yang repot. ""Bisa sih. Tapi kan aku mau persiapan daftar kuliah Om. Katanya Om bakal bantuin aku? ""Saya sudah at