Samira Aretha, gadis yang baru saja lulus SMA dan bercita-cita mengenyam Perguruan Tinggi di Jerman. Tentu saja ada harga yang harus ia bayar demi bisa pergi ke Jerman. Yaitu, ia harus menikah dengan laki-laki dewasa berusia 30 tahun, laki-laki yang sudah matang dalam umur dan fikiran. Davino Salendra, bersedia menikahi Samira karena ia fikir, ia sudah cukup umur untuk menikah, apalagi dia juga butuh seorang istri agar hasrat biologisnya cepat tersalurkan. Tapi menikah dengan anak gadis remaja? Apakah Davino bisa meluluhkan Samira untuk memberikan hak-nya? Sementara Samira saja belum berfikir jauh sampai ke sana. Davino harus mengeluarkan sejuta bujuk rayu nya demi bisa meluluhkan Samira, karena jujur saja, dia sudah tidak tahan jika menahan hasratnya terlalu lama. 30 tahun sudah sangat matang dan pas, apalagi dia sudah memperistri Samira. dengan Samira yang notabene istrinya atau wanita lain? hal terdengar ringan namun ternyata merambat ke banyak faktor.
View More‘’Pahh! Aku sudah besar. Pokoknya aku ingin kuliah di Jerman sesuai cita-citaku dulu!’’
‘’Tidak bisa Samira! Kamu anak perempuan papah! Apalagi kamu anak satu-satunya! Papah tidak bisa melepasmu begitu saja di sana!’’
‘’Pah, please! Aku mohon…aku janji aku bisa jaga diriku di sana pah.’’
‘’Tidak ada yang tau kehidupan mu di sana sayang, papah tidak akan tenang jika kau hidup sendirian di sana. ’’
‘’Tapi kuliah di Jerman adalah impianku pah!’’ tatap Samira dengan genangan air mata di pelupuk matanya.
Ya! dia adalah Samira Aretha, gadis berusia 18 tahun yang baru saja lulus SMA, kini Samira tengah menentukan kampus mana yang akan ia pilih untuk melanjutkan perguruan tingginya, namun beribu sayang, orang tuanya melarang Samira untuk melanjutkan pendidikan di kampus impiannya, yaitu Techincal University of Munich jurusan kedokteran sesuai dengan cita-citanya.
Sedari duduk di bangku SMP, Samira sudah memimpikan akan mengejar pendidikan jurusan kedokteran di Jerman, dia bahkan sudah menghafal seluk beluk di kampus sana meski hanya dari internet saja, bahkan Samira sampai ikut les Bahasa Jerman agar bisa hidup nyaman di sana jika ia sedang menempuh pendidikannya, terbukti sekarang, lidah Samira sudah lihai jika di ajak berbincang dengan Bahasa Jerman.
‘’Pah, pokoknya aku tidak akan melanjutkan pendidikanku jika aku tidak boleh kuliah di Jerman!’’ tegas Samira. Ia masih mengupayakan masa depan impiannya. Semua orang punya impian bukan? Begitu juga dengan Samira.
Begitulah anak semata wayang Papah Abraham dan Mamah Wulan, Samira masih kekanakan dan tidak bisa berfikir panjang. Itulah yang membuat Papah Abraham ragu untuk memberikan ijin putrinya pergi ke Jerman, apalagi dengan waktu yang cukup lama.
Hening…
Suasana di ruang makan itu hening, hanya ada suara isak tangis Samira sambil berusaha menelan makanan yang ia kunyah meskipun terasa begitu mengganjal di tenggorokannya. Samira merasa lapar meski sedang menangis, jadilah dia makan sambil menangis.
‘Kekanakan’ Gumam sang papah Abraham.
‘’Baiklah, kau boleh kuliah di Jerman, asal…’’’ kalimat itu masih menggantung, sementara raut wajah Samira sudah senang menyambutnya.
PFTTTT....
Tanpa sengaja Samira memuncratkan isi mulutnya, karena saking senangnya mendengar kalimat dari laki-laki paruh baya yang menjadi Papahnya itu.
‘’Yuhuuuu! Asikkkkk..!’’ kata Samira sambil mengangkat kedua tangannya ke atas.
‘’Jangan senang dulu Samira! Papah masih punya syarat untukmu!’’ tegas Papah Abraham.
‘’Apa itu baginda rajaku? Pasti Samira akan lakukan, asal aku bisa kuliah di Jerman, Yuhuuuuuu...’’ Samira berbicara dengan gaya yang dibuat-buatnya.
‘’Sebelum kamu kuliah di sana, kamu harus menikah terlebih dahulu, ’’
Duarrrr!!!!
Hati Samira tercekat mendengar syarat yang diajukan papahnya, apa sampai segitunya demi bisa melanjutkan pendidikan di kampus impiannya? Ini beneran atau hanya gertakan sih? Fikir Samira.
‘’Kenapa harus menikah dulu? Aku akan menikah jika sudah menyelesaikan pendidikanku di Jerman pah. ’’ Samira jelas merasa keberatan.
Menikah? Di umur 18 tahun? Gila! Begitu batin Samira. Sekarang rasanya bukan ia yang kekanakan. Melainkan Papahnya yang bertingkah seperti anak-anak, bahkan masa depannya masih panjang untuk bisa sampai ke jenjang pernikahan.
‘’Tidak ada penolakan jika kau ingin kuliah disana, papah harus memastikan ada yang menjagamu agar papah dan mamah bisa tenang di sini. ’’ Tukas Papah Abraham.
‘’Pah jangan ngaco!’’ sarkas Samira.
‘’Papah Serius!’’ balas Papah Abraham.
‘’Lalu siapa yang akan menikah denganku pah? Apa laki-laki itu tidak memiliki pekerjaan sampai harus menjagaku di sana?’’
‘’Justru karena dia juga bekerja di Jerman makanya papah menyuruhmu untuk menikah dengannya. ’’
‘’Tapi apakah papah yakin dia mau menikahiku?’’ Samira masih terus menyuarakan keraguannya.
Pernikahan dini tidak boleh terjadi di kehidupannya. Usianya masih muda. Jalannya masih panjang. Begitu fikir Samira.
‘’Orang tuanya adalah kerabat papah, kami sudah membicarakan ini sebelumnya, awalnya papah menolak usulan mereka untuk menjodohkanmu dengan putranya, karena usiamu masih terbilang cukup muda. Namun jika kau memaksa untuk berkuliah di Jerman maka papah akan menerima tawaran mereka. ’’
‘’Tapi pah, aku masih ingin kuliah. ’’
‘’Justru karena kamu ingin berkuliah di sana, makanya harus ada yang menjagamu sayang. ’’ kini tatapan Papah Abraham mulai menyendu, tapi tidak dengan keputusannya.
‘’Papah tega..hiksss...’’
Samira langsung meninggalkan meja makan, meninggalkan Papahnya yang masih terdiam dan memikirkan semuanya.
.
.
.
‘’Papah yakin?’’ Tanya sang istri.
‘’Yakin mah, bagaimana keadaan ibu tadi?’’
‘’Syukurlah kondisi Ibu sudah membaik, Ibu juga menitipkan salam untukmu dan Samira’’
‘’Syukurlah kalau begitu, akhir pekan ini kita jenguk Ibu bersama, sekalian papah akan membicarakan tentang perjodohan Samira. ’’
‘’Tapi apa tidak terlalu muda pah, jika Samira harus menikah di usianya yang baru 18 tahun?’’
‘’Ini yang paling aman mah, kita tidak tau kehidupan seperti apa yang akan Samira lalui jika tidak ada yang mengawasinya di sana. ’’
‘’Kalau untuk mengawasi, kirim saja bodyguard untuk memantau pergaulannya pah,'’
‘’Apa mamah bisa yakin dengan bodyguard itu? tidak ada yang bisa di percaya mah, apalagi jika mereka tidak memiliki status yang terikat. Papah tidak ingin ada hal buruk yang menimpa Samira, makanya papah memilih keputusan yang terbilang aman mah. ’’
‘’Hufhhhh, mamah juga jadi bimbang pah. Lalu Samira bagaimana?’’
‘’Dia menangis, coba mamah cek ke kamarnya. Papah juga akan coba menghubungi Andrew untuk membicarakan ini. ’’
‘’Baik pah.'’
.
.
.
Tok Tok Tok,,
‘’Sayang, boleh mamah masuk?’’
‘’Iya mah, hikss..’’ Samira masih menangis di atas kasurnya, gumpalan tisu sudah memenuhi atas kasurnya bahkan ada beberapa yang terjatuh ke lantai, hal itu menunjukkan betapa banyak air mata dan ingusnya keluar mengiringi kesedihannya.
Kenapa ia dipersulit untuk menempuh pendidikannya, bukankah seharusnya orang tuanya bangga, jika Samira memiliki cita-cita mulia yaitu menjadi seorang dokter? Fikir Samira.
‘’Mamah tau, ini pilihan yang sulit untukmu sayang. ’’ kata Mamah Wulan seraya mengelus punggung sang anak gadisnya, mencoba memberikan ketenangan untuk Samira.
‘’Sudah tau ini pilihan sulit. Lalu kenapa papah meminta hal itu untukku hiksss.hiksss..’’ tangis Samira semakin menjadi-jadi.
‘’Papah ingin yang terbaik untukmu sayang. ’’ meski kalimat itu terucap dari bibir Mamah Wulan, tapi tetap saja hatinya pun berat menerima keputusan sang suami.
Anak gadisnya baru saja beranjak dewasa, sementara menikah bukan pilihan yang mudah. Tapi membiarkan Samira tinggal di Jerman dalam waktu yang lama pun tidak menjamin keamanan untuknya. Pergaulan bebas pasti ada di sekitar Samira, bukan dia tidak mempercayai anaknya. Tapi tetap saja sebagai orang tua, mereka harus berjaga-jaga dan menjaga Samira agar tidak terjerumus pada hal yang tidak baik.
‘’Terbaik apa nya mah? Hikss..hikss.. tidak ada sesuatu yang menyiksa bisa dikatakan yang terbaik. ’’ dia mencengkram tisu yang ada di tangannya. Hatinya semakin hancur takkala Mamah Wulan justru ikut menyetujui permintaan konyol papahnya.
‘’Hufhhhh, kamu masih bisa mundur sayang. ’’
‘’Tapi kuliah di Jerman adalah impian ku mah, It’s my dream!’’ Samira mulai bangkit dan mengambil posisi duduk. Ia menatap Mamah Wulan dengan mata sembabnya. Berharap Sang Mama bisa dengan jelas melihat kesedihan yang dibuat oleh papahnya sendiri.
‘’I know, tapi mamah juga khawatir kalau kamu hidup sendirian di sana sayang. ’’ berat! Iya itu juga berat bagi Mamah Wulan.
‘’Belum di coba saja sudah pada khawatir hikss..’’
‘’Karena kamu anak kesayangan kami, papah dan mamah tidak ingin kamu salah pergaulan di sana, kami tidak bisa memantau teman-temanmu sayang. Apalagi jika kamu sakit disana, siapa yang akan mengurusmu? Berpikirlah panjang untuk kedepannya. ’’
‘’Mamah sama saja! Mamah tidak bisa mempercayaiku hiksss..hiksss..’’ isak tangis Samira semakin menjadi, tapi Mamah Wulan juga tidak bisa meredakannya.
‘’Bukan begitu, mamah hanya tidak bisa membiarkanmu hidup sendirian tanpa seseorang yang bisa menjagamu disana sayang,'’ ujar Mamah Wulan dengan selembut mungkin.
‘’Mah, tapi aku belum siap jika harus menikah?’’
‘’Kalau begitu kuliahlah di sini saja. ’’
‘’Tapi aku ingin di sana mah, ’’
‘’Kalau itu pilihanmu, maka menikah solusinya, maafkan mamah dan papah. Ini semua demi kebaikanmu, ’’ kata Mamah Wulan.
‘’Hiksss…Hiksss… seperti apa orang yang akan menikahiku mah?’’
Mengalah, ya solusinya Samira harus mengalah pada orang tuanya demi bisa berkuliah di kampus impiannya. Tidak masalah dia menikah, nanti setelah lulus Samira bisa bercerai dari suaminya dan mencari sosok laki-laki yang dicintainya, anggaplah begitu. Fikir Samira mencoba menenangkan hatinya. Meski sebenarnya itu masih terlalu berat untuk nya.
Seperti itulah gambaran Samira, dia masih kekanak-kanakan dan berfikir dengan mudah untuk menghalalkan segala cara. padahal dunia pernikahan tidak semain-main itu, ada janji suci yang di ucapkan ketika pernikahan berlangsung. Samira masih belum mengerti tentang itu. dia hanya berfikir mudah untuk dirinya sendiri.
‘’Samira, bagaimana keputusanmu?’’ Tanya Papah Abraham muncul di balik pintu.
‘’Baiklah, demi bisa kuliah di Jerman dan cita-cita ku. aku menyetujui syarat dari papah hiksss…'’ Kata Samira masih mengeluarkan air matanya.
"Bagus kalau kamu setuju, papah juga barusan sudah menelfon Om Andrew dan Tante Maya. ’’
‘’Mereka siapa pah?’’ Tanya Samira,
‘’Calon mertuamu. ’’
Deghh....
Calon mertua?
"Mau peluk cium. " Ucap Samira dengan manjanya membuat Davino langsung merengkuh tubuh istrinya dengan gemas. Entah siapa yang memulai, tapi bisa dipastikan itu diawali oleh Davino yang menempelkan bibirnya di atas bibir sang istri. Samira melebarkan matanya saat Davino tiba-tiba menempelkan bibir nya di atas bibir Samira. Tentu saja, meski sudah pernah berciuman, namun rasanya selalu menggetarkan jiwanya. Apalagi sekarang, mereka baru saja saling berbincang ringan dari hati ke hati. Samira sedikit terkejut sebelum akhirnya mampu menetralkan dirinya. Samira memejamkan matanya, melihat sang istri yang seolah memberi lampu hijau. Kini Davino, mulai berani untuk menggerakan bibirnya di atas bibir Samira. Davino memagut dan menghisap bibir yang jadi candu dan kerinduannya. "Aku mencintaimu Samira. " Ucap Davino melepaskan pagutannya. ""Aku juga mencintai Om. " Balas Samira yang padahal hatinya bergemuruh hebat didalam sana. Kemudian, Davino kembali melahap bibir ranum sang istri. Di
"Akhh Om… uhhh, geli banget. "Tok, Tok, Tok!! TOK, TOK, TOK!!!! "Shit! Pengganggu saja! Sepertinya kita harus pindah rumah agar tidak ada yang mengganggu. " Keluh Davino. Davino melangkah lebar dengan mulut yang terus menggerutu kesal. Siapa di balik pintu sana yang berani mengganggu kemesraan nya dengan sang istri? Jengkel sekali. Ingin rasanya mengabaikan, tapi ketukan pintu dan suara bel itu justru semakin bising dan mengganggu. Cklek, "Ada apa?! " Tanya Davino ketus dengan raut wajah tak bersahabat. "Dokter Vander? " Ucap Davino mengendalikan emosinya, dia harus profesional untuk teman seprofesi nya. "Dokter Davino, maaf mengganggu waktunya. Tapi kita ada panggilan dari rumah sakit sekarang juga. Keadaan benar-benar genting, Dokter Deby sudah menghubungi anda namun tidak ada jawaban. Beruntung saya sedang dijalan menuju rumah sakit dan berbelok ke rumah anda untuk memberitahu soal ini. " Ucap Dokter Vander cepat karena situasi mereka benar-benar terdesak. Meski Davino seh
BUGH! "Fuck! " Umpat Davino seraya memegangi sudut bibirnya yang terkena pukulan tiba-tiba dari Arfa."Akh!! Mas Arfa!! Apa-apaan sih?! Om, sudah Om! Jangan bertengkar lagi. " Samira menatap marah pada Arfa yang tiba-tiba memukul suaminya, kemudian dia langsung menghadang tubuh Davino yang siap menyerang Arfa. "Sudah, tenang. " Kata Samira menenangkan suaminya, sementara Davino langsung diam ketika Samira memeluknya dari samping, sepertinya Davino sudah menemukan pawangnya. "Dia menyakitimu lagi Mir? " Tanya Arfa nyalang menatap Davino yang tak kalah sengit menatap tajam. "Mas maaf, sepertinya aku salah paham. Om Davino tidak menyakitiku, maaf ya Mas sudah membuat khawatir. Sampaikan maafku juga pada Tante. " Ucap Samira dengan mata mengiba. Sungguh malu sekali, dia menyimpulkan terlalu cepat. Ketika Samira mendengar nama Dinha disebut, dia langsung mengirimkan pesan pada ibunya Arfa jika Davino kembali membohonginya. Tapi ternyata semua hanya salah paham ketika Samira melihat b
"Makan yang lahap ya, ini jus buah untukmu. Katakan apa yang kamu mau? Aku pasti akan mengusahakan nya, paham? " Davino bertutur begitu lembut diiringi senyuman hangatnya, dia mengusap perlahan perut Samira yang masih rata, sementara Samira terdiam merasakan sentuhan hangat dari suaminya. Andai sosok Dinha tidak pernah ada, mungkin masa kehamilan di trimester pertamanya akan terasa hangat. Namun sayang, setelah kejadian itu, Samira justru lebih menutup dirinya, seseorang yang biasanya ekspresif itu, kini nampak pasif. Samira hanya mengangguk patuh, beberapa hari belakangan ini, Davino benar-benar memperlakukannya bak tuan putri. Mual sedikit saja Samira langsung dapat perhatian intens, Davino bahkan selalu memberinya pijatan setiap malam sampai dia benar-benar tertidur lelap. "Aku senang kamu kembali, aku kacau saat kamu pergi Mir. " Davino membawa istrinya ke dalam dekapannya, entah sudah berapa puluh kali Davino mengatakan itu. Tapi sepertinya, laki-laki itu tidak pernah bosan m
"Wajahmu tampak pucat, langsung istirahat ya? Atau mau makan dulu? Kamu sudah makan belum? Mau makan apa? " Rentetan pertanyaan keluar dari bibir Davino ketika mereka sudah tiba di rumah. Rumah yang Samira tinggalkan sejak tiga minggu yang lalu. Selama perjalanan, Davino merasa cemas pada gelagat Samira yang terlihat tidak nyaman, sesekali wanita itu memegangi perutnya, sesekali terlihat meringis, dan sesekali terlihat sedang menahan mual. Tapi Davino urung untuk membuka pertanyaan, dia masih sangat terbebani dengan perasaan bersalahnya pada sang istri. Sampai tiba dirumah, barulah Davino menumpahkan segala pertanyaan yang ia tahan sejak perjalanan tadi. Samira menggelengkan kepalanya sebagai jawaban, membuat Davino tidak puas dengan jawaban istrinya, Davino memegangi kedua bahu Samira dari belakang seraya mengelus nya begitu lembut, menggiring Samira ke dalam kamar mereka, kamar yang terlihat kacau tidak seperti biasanya. Samira sampai diam sejenak mendapati ruangan yang biasanya
Hari ini, Davino memutuskan untuk menjemput istrinya, tiga minggu sudah ia tidak melihat Samira, dan hari ini dia harus membawa pulang sang istri. Tidak bohong, ada rasa rindu yang terselip di bagian dalam perasaannya, ada rasa kecewa dan amarah yang ingin ia ceritakan pada sang istri, kini perasaan dan pikirannya mantap untuk mempertahankan rumah tangga mereka, Davino agaknya telah mencintai istri kecilnya meski tanpa ia sadari kapan cinta itu tumbuh dalam hatinya. Dan nampaknya, ia sedang mematahkan statement 'Jika laki-laki hanya jatuh cinta sekali seumur hidup, sisanya hanya melanjutkan hidup. ' karena di kehidupannya yang sekarang, dia masih mencintai wanita lain selain cinta pertamanya. Semua bisa terasa jelas, jika kisah masa lalunya sudah selesai, Davino tidak lagi menginginkan Dinha ataupun kisah kenangan mereka. Dia sudah menutup buku tentang masa lalunya. Davino hanya menginginkan istrinya untuk merajut kisah cinta yang sempurna dalam ikatan janji suci pernikahan, untuk di
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments