Kiara dan Damian berjalan beriringan di bandara kedatangan. Mereka lalu duduk menunggu sosok yang membuat Kiara mau ikut lelaki di sampingnya itu. "Bagaimana hubunganmu dengan Samudra? Apa dia masih marah karena peristiwa pagi itu?" Damian dan Kiara memang tidak saling kontak untuk beberapa hari. Terlebih setelah Samudra mendiamkan sang istri.Kiara menoleh sekilas lalu tersenyum. Tampak sekali sorot matanya menyimpan luka. Mendadak wanita itu mengingat foto suaminya bersama Melisa. Hatinya kembali gelisah setiap kali mengingat bagaimana pria itu, pria yang telah berjanji untuk menjadikan dirinya satu-satu kembali berinteraksi dengan wanita yang telah merusak rumah tangganya. Melihat perubahan mimik wajah Kiara Damian kembali bersuara. "Kenapa? Apa dia memperlakukanmu dengan buruk? Apa dia menyakitimu? Katakan, aku pasti akan membantumu!" Kiara tertawa mendengar Damian yang tampak begitu panik. Dia jadi ingat masa-masa kecilnya dulu. Saat dia terjatuh lalu lututnya berdarah. Damian
"Sebentar lagi akan ada perang dingin dalam rumah tangganya," batin wanita itu yakin. Kira baru saja selesai makan siang di cafetaria perusahaan. Wanita itu tidak sempat untuk mencari makan keluar karena pekerjaan yang sudah menumpuk dan harus diselesaikan secepatnya. Baru saja enggak memulai pekerjaan lagi sebuah notifikasi pesan berbunyi. Nomor asing mengirim sebuah foto kebersamaan Samudra dan Melisa.Meski di antara mereka masih ada orang lain tapi dalam foto itu hanya nampak samudra dan Melisa yang tengah berpegangan pada gelas yang sama. Sedangkan dua orang lainnya tidak tampak pada foto itu. Mendadak hati Kiara terasa panas. Wanita itu tidak menyangka kalau suaminya akan bertemu dengan Melisa. Karena yang ia tahu jadwal lelaki yang ia cintai itu saat ini adalah bertemu dengan klien baru. Namun mengapa justru bertemu dengan wanita yang sudah membuat mereka hancur? Logika Kiara ingin menolak apa yang ia lihat di foto itu. Namun fakta bahwa di foto itu benar-benar menampilkan su
Sudah terhitung satu minggu tetap Samudra terhadap Kiara masih saja dingin. Dan selama itu juga Kiara tidak tahu apa sebenarnya masalah yang membuat suami bersikap seperti itu. Pulang pergi ke kantor mereka akan berangkat sendiri-sendiri dengan mobil masing-masing. Sementara Damian dan Kiara masih sering bertemu dirapat-rapat perusahaan. Hari ini Samudra ada jadwal meeting dengan perusahaan baru yang sedang mengelola proyek bersama. Saatnya makan siang lelaki itu berangkat bersama sekretaris pribadinya menuju ke sebuah restoran yang ada di salah satu hotel bintang 5 di kota itu. Langkah kaki Samudra mendadak terhenti ketika melihat Jonathan, klien yang saat ini sedang memiliki janji temu dengannya tetap bersama seorang wanita berambut blonde yang ia tahu sebagai Melisa. Mendadak pria itu mendapatkan firasat buruk tapi tidak mungkin membatalkan pertemuan begitu saja. Jonathan sudah menunggu dan dirinya juga sudah sampai di lokasi. Mau tidak mau lelaki bertubuh tegap itu harus melanju
Kiara sudah selesai menyiapkan sarapan untuk seluruh penghuni rumah. Sarapan paling simpel yang bisa ia buat karena dia harus berangkat lebih pagi ke kantor. Semua duduk dengan tenang sambil menikmati hidangan. Sesekali wanita yang sudah rapi dengan gamis hitam dipadu blazer warna maroon dan kerudung hitam itu melirik suaminya. Namun lelaki itu tampak begitu tenang dalam diamnya.Meski dalam hati bertanya-tanya apa yang salah dengan dirinya hingga sang suami mendiamkan, tapi Kiara tak bisa bertanya sekarang. Hari ini dia harus berangkat awal untuk menyiapkan rencana pendanaan proyek baru. Dia juga harus merekap seluruh keuangan selama satu tahun terakhir karena mau ada evaluasi tahunan. "Mas, aku berangkat dulu ya. Ada beberapa hal yang harus segera kusiapkan." Kiara menatap suaminya dengan tatapan permohonan. Lelaki itu hanya mengangguk. Jika biasanya dia akan mencegah atau mengatakan, "bareng aja. Aku ikut berangkat pagi!", kali ini tidak demikian. Kiara beralih pada putrinya yan
Di dalam mobil pun hanya kesunyian yang mendominasi. Jika biasanya mereka akan mengobrol saling membicarakan pekerjaan masing-masing kali ini tidak. Untuk mengusir jenuh, Kiara memilih untuk mengeluarkan ponselnya dan berbalas pesan dengan sekretarisnya. Sesekali senyum tersungging di wajahnya kala sang sekretaris mengatakan sesuatu yang membuat Kiara tak bisa menahan senyumnya. Hal itu tak luput dari perhatian Samudra dan semakin menambah kesalahpahaman padanya. Pukul sembilan malam Samudra yang biasanya masih berkutat di ruang kerja memilih untuk masuk ke kamar. Ia berharap bisa berbicara pada sang istri mengenai foto yang dikirim orang tak dikenal tadi pagi. Walaupun Kiara sudah mengatakan kalau dirinya bertemu dengan Paurina atau Melisa, tapi Samudra menganggap bahwa sang istri telah membohonginya. Sayangnya ketika ia masuk kamar, tak didapati sang istri di sana. Ada segumpal kecewa menekan dadanya. Perlahan pria itu berjalan menuju ke ranjang. Menjatuhkan tubuhnya di sana denga
Samudra duduk di kursi Kiara dengan dada bergemuruh. Bayangan wanita yang ia cintai sedang berkencan dengan pria lain memenuhi otaknya hingga membuat dirinya kesulitan bernafas. "Pantas saja mereka tampak akrab. Rupanya ada main di belakangku!" gumam Samudra. Tangan pria itu menggenggam erat ponselnya setelah melihat kembali foto itu. Foto yang sebenarnya tidak seperti apa yang ia pikirkan. Andai lelaki itu bisa berpikir dengan jernih dan tidak terhasut oleh provokasi nomor tak dikenal itu, pasti ia bisa menilai seperti apa wanita yang ia nikahi itu. Terkadang emosi memang menutupi logika. Daya nalar tetiba menjadi tumpul ketika amarah sedang membakar diri. Pria itu menunggu kedatangan sang istri dengan gelisah. Ia pandangi jarum jam dinding yang berputar konstan, berpindah dari satu titik ke titik lain hingga berputar dan kembali ke titik semula. Lalu jarum pendek berpindah ke angka di atasnya. Namun Kiara tak kunjung datang. Satu setengah jam Samudra duduk dengan posisi yang sam