Wajah Aruna memerah ketika sampai di rumahnya. Gadis itu membersihkan diri dan merapikan kamar besarnya sambil terus-terusan tersenyum lega. Sepertinya hal buruk tidak akan menimpanya jika dia berhasil memberanikan diri. Gadis itu bermain ponselnya sejenak sebelum turun untuk makan malam bersama keluarganya.
Tradisi makan malam di keluarga Danurdara memang seperti itu. Mereka ingin agar suasana keluarga tampak harmonis dan selalu akur. Saat sesi makanlah mereka akan mendiskusikan masalah-masalah. Mulai dari cerita di sehari-hari, masalah kantor, dan lain sebagainya. Ruang makan keluarga Danurdara seolah menjadi tempat konsultasi. Aruna menyukai kebiasaan itu, karena itu membuatnya yang anak tunggal jadi memiliki teman untuk berbagi cerita di rumah. Aruna sudah hidup dengan kebiasaan itu sejak lama, jadilah dia anak yang terbuka dekat dengan kedua orang tuanya.
“Bagaimana perkenalanmu dengan Sean tadi, Sayang?” tanya sang ibu setelah melihat anak gadisnya yang cantik itu menghabiskan makanannya dengan baik.
“Biasa saja,” jawab Aruna mengangkat bahu. Dia tahu pembahasan ini akan masuk ke dalam topik makan malamnya.
“Dia baik?” Ibunya bertanya lagi, dia menduga Aruna mulai tertarik dengan Sean karena terus tersenyum sejak tadi.
“Ya biasa saja, dia tidak banyak bicara,” jawab Aruna jujur.
“Lalu? Kalian sudah menentukan kapan akan bertemu lagi?” lanjut ayahnya yang bertanya, dia juga tertarik dengan cerita Aruna terkait laki-laki penerus keluarga Johnson itu.
“Tidak, tentu kami tidak melakukannya,” Aruna masih tersenyum sambil mengangkat bahu. Kedua orang tuanya saling tatap bingung.
“Kenapa begitu, Sayang? Bukankah kalian harus mengenal lebih lanjut?” Ibunya semakin penasaran.
“Sepertinya tidak perlu lagi, Bu. Aruna tidak bisa menikah dengan Sean, dan kalian juga tidak bisa memaksa Aruna atau Sean melakukan itu,” ujar gadis itu tersenyum semakin lebar.
“Kenapa begitu?”
“Si Ocean Mallory Johnson itu sudah punya kekasih, tadi dia bilang sendiri padaku. Jadi kami tidak mungkin menikah,” jawab Aruna tersenyum sumringah. Orang tuanya mengerutkan alis. Pasalnya kepala keluarga Johnson tidak pernah mengatakan hal ini pada mereka. Kepala keluarga Johnson hanya mengatakan ingin menikahkan anak laki-laki Johnson dengan satu-satunya penerus Danurdara.
“Kamu serius?” tanya ayahnya dengan wajah tak kalah serius.
“Tentu saja! Runa kan tidak pernah bohong, tadi Sean sendiri yang bilang begitu,” jawab Aruna mengangkat bahu lagi. Kedua orang tuanya kembali mengerutkan alis dan saling pandang. Ada sedikit rasa kesal dalam diri mereka.
“Ayah dan Ibu tentu tidak ingin punya anak yang merusak hubungan orang lain, kan?” tanya Aruna menegaskan.
“Sayang, kepala keluarga Johnson tidak pernah mengatakan hal itu pada kami. Apakah kamu yakin Sean tidak berbohong?” tanya ibunya dengan wajah serius.
“Runa tidak tahu, tapi dilihat dari wajahnya memang laki-laki itu tidak ingin menikah dengan Aruna. Toh mana mungkin seorang penerus keluarga Johnson yang seperti itu dengan usia sudah 30an itu tidak punya kekasih?” terang Aruna. Wajah Ocean yang tegas dan perawakannya yang tinggi, mapan, dan usianya yang matang telah cukup untuk menjadikan seorang Ocean menjadi dambaan para perempuan. Melihat kondisi ini, Aruna yakin sebenarnya banyak juga tawaran dari keluarga lain yang ingin memiliki menantu seorang penerus Johnson. Tidak mungkin laki-laki seperti itu tidak punya pacar. Tidak mungkin kalau dia kelainan, kan?
“Baiklah kalau begitu, nanti kami sampaikan pada Johnson kalau tidak bisa menerima lamaran itu karena Ocean sudah memiliki kekasih. Kita tidak bisa membiarkan anak kita menjadi perebut kekasih orang lain, kan?” seru ibunya meminta persetujuan pada ayahnya. Laki-laki berwajah sedikit lembut itu diam sejenak, lalu mengangguk. Kontrak kedua tentang pernikahan itu belum ditetentukan, namun jelas sebagai orang tua yang baik, Danurdara tidak akan membiarkan anaknya menjadi perusak hubungan orang. Biarlah nanti dia diskusikan lebih lanjut dengan pihak Johnson. Aruna berteriak penuh kegirangan dalam dirinya. Aruna sepertinya perlu membatalkan rencana berkuliah lagi karena kemungkinan besar pernikahannya tidak jadi dilakukan.
“Kamu pergi saja ke kamar kalau sudah selesai, kamu kan perlu istirahat,” ujar ibunya menatap Aruna. Gadis itu tersenyum dan segera berdiri.
“Selamat malam.” Aruna berjalan mendekat dan mencium orang tuanya sebelum berjalan girang menuju kamarnya. Dia merasa sangat bahagia hari ini.
Sayangnya, sepertinya kebahagiannya hanya berlangsung di malam itu. Esok harinya, matanya terasa langsung buram saat sudah sampai kantor. Di depan ruang divisinya kini berdiri tiga orang yang sudah dia kenal. Mereka adalah sekretaris ayahnya, lalu salah satunya adalah sekretaris Johnson yang kemarin makan siang bersamanya, dan satunya lagi adalah Ocean. Aruna mengusir pikiran negatifnya dan buru-buru memikirkan hal yang positif. Lagipula urusan perjodohannya tidak perlu dipusingkan lagi.
“Selamat pagi, Aruna,” sapa laki-laki itu dengan senyuman tipis. Aruna ikut tersenyum kecil.
“Selamat pagi.”
“Kamu datang bersama ayahmu?” tanya sang sekretaris.
“Tidak, mungkin Ayah akan sampai beberapa menit lagi.” Aruna merasa ada yang aneh dengan perilaku orang-orang ini. Kenapa mereka rajin sekali pagi-pagi ke kantor orang lain dan bukan ke kantor mereka sendiri? Ayahnya yang bisa dibilang tuan rumah saja masih belum sampai di kantor. Gadis itu memang jarang pergi persama ayahnya karena sudah memiliki supir sendiri.
“Baiklah kalau begitu, selamat bekerja, Aruna!” Sekretaris laki-laki yang usianya terpaut jauh dari Aruna itu tampak ramah.
“Terima kasih, tapi apa boleh saya bertanya sesuatu? Sebenarnya apa bentuk kerja sama antara perusahaan milik Johnson dan Danurdara?” tanya Aruna lagi. Dia tidak bisa menahan rasa penasarannya.
“Oh, ayahmu tidak memberitahumu?” Sekretaris itu tampak bingung dan menatap bosnya lebih dulu.
“Ayah belum mengatakan apa-apa terkait kerja bersama Johnson, apa ada proyek yang akan kita kerjakan bersama?” Aruna tampak terarik. Dirinya suka dengan pekerjaan proyek, apalagi jika kali ini berhubungan dengan perusahaan lain, Aruna senang akan mendapat pengalaman baru. Apalagi urusan pernikahannya harusnya tidak akan dibahas lagi.
“Sebenarnya Johnson dan Danurdara—“
“Iya, ada proyek yang harus dikerjakan oleh perusahaan Johnson, dan kami merasa perusahaan Danurdara cocok untuk dijadikan partner dalam urusan ini.” Sean memotong ucapan sekretarisnya setelah membaca situasi. Laki-laki itu paham Danurdara menyembunyikan masalah sebenarnya pada Aruna dan hanya membahas tentang pernikahan mereka.
“Kalian sungguh akan menikah?” Mata Celine berbinar melihat undangan pernikahan yang tersebar di grup divisi.“Iya,” jawab Aruna. Sejak pagi, gadis itu sudah menerima ratusan ucapan selamat dari orang-orang di kantornya. Semalam, pihak Johnson sudah menyebarkan undangan pernikahan kepada para pekerja di dua perusahaan. Undangan itu juga sebagai pertanda bahwa penggabungan Johnson dan Danurdara akan semakin dekat.“Padahal sepertinya baru kemarin kalian makan bersama, kenapa tiba-tiba menikah?” tanya Celine tertawa, gadis itu berusaha bercanda.“Entahlah,” Aruna tersenyum kecil dan mengangkat bahu.Menatap banyaknya ucapan selamat di ponselnya membuat gadis itu tersenyum getir. Beberapa hari lagi dia akan menikah dengan Ocean. Laki-laki yang bahkan kemarin sore masih terlihat berciuman dengan seorang wanita setelah mengaku tidak punya kekasih di depan keluarga besar. Aruna tidak percaya nanti dia akan mencoba baju pengantin dan menunjukkan pada laki-laki yang tidak akan pernah menjadi
“Sayang, sudah waktunya makan malam.” Suara itu membangunkan Aruna dari tidur. Ketukan di pintunya semakin kencang. Aruna tau, kini ibunya ada di depan pintu dengan khawatir. Sebab, pintu kamar yang biasanya hanya ditutup biasa, kini terkunci rapat.Aruna menghela napas panjang dan pergi ke kamar mandi sebentar untuk membersihkan wajahnya. Gadis manis itu menyesal sudah tidur dalam keadaan menangis, kini wajahnya tampak bengkak. Beberapa saat kemudian, Aruna keluar dan mendapati ibunya mondar mandir di depan kamarnya.“Apa yang terjadi? Kenapa kamu menangis?” tanya ibunya semakin panik.“Tidak apa-apa, Bu.” Aruna tersenyum dan memilih berjalan menuju ruang makan. Sebenarnya, gadis itu tidak ingin pergi makan malam, tapi gadis itu yakin ibunya akan mendobrak pintu itu jika dia tidak muncul.Aruna tidak menjawab semua pertanyaan ayah dan ibunya ketika waktu makan. Namun, mereka menduga bahwa tangisan Aruna hari ini adalah karena pernikahannya yang semakin dekat. Tadi gadis itu pulang de
Wajah Aruna mendadak berubah pucat. Gadis itu kini dibiarkan duduk berdua dengan laki-laki yang telah mencari kekasih pura-puranya. Pestanya belum usai, mereka hanya ditempatkan berdua agar orang tua mereka bisa berkeliling. Ocean sebenarnya hendak ikut, sebab tentu saja penerus keluarga Johnson itu harus mengenal lebih banyak orang. Sayangnya, kali ini ayahnya menyuruhnya duduk bersama kekasihnya tanpa perlu melakukan apa pun.Ocean tidak melakukan pembicaraan sedikit pun dan hanya memeriksa ponselnya serta beberapa kali menyapa orang. Aruna juga sebenarnya harus berkeliling bersama ayahnya. Posisinya sebagai anak magang saat ini memang tidak terlalu terlihat, meski begitu Aruna tetaplah anak pemilik perusahaan Danurdara.“Haruskah kita ikut berkeliling dan berbincang dengan mereka?” tanya Aruna memutus rasa hening yang sejak tadi ada pada mereka.“Tidak perlu,” jawab Sean masih memandang ponselnya.“Tapi bukankah kita harus membangun relasi juga?” Aruna bertanya lagi.“Iya, tapi seh
Waktu berlalu presentasi telah selesai dilakukan. Acara kini berganti dengan makan malam dan bincang-bincang biasa. Suasana saat ini justru tampak seperti sebuah pesta. Aruna terus mengkuti ayahnya kemana pun dia pergi. Gadis itu juga tidak sungkan untuk mencicipi beberapa camilan yang disediakan. Gadis itu sempat berpikir untuk menjalin relasi dengan pengusaha yang bergerak di bidang makanan, lalu mencoba untuk berbisnis bersama.“Wah, lama tidak berjumpa, Aruna!” sapa seseorang membuat fokus gadis itu beralih. Aruna sedikit terkejut dan segera menyalami tangan laki-laki di depannya.“Kamu kemana saja?” Danurdara ikut antusias dengan orang yang menyapa anaknya tadi.“Aku ikut anakku di luar negeri, rindu sekali rasanya.” Laki-laki itu tersenyum sumringah, akhirnya bisa bertemu lagi dengan kawan lamanya.“Astaga, apa yang kalian lakukan di sana? Perusahaan Nalendra bahkan hampir tidak terdengar di perkumpulan lagi,” ujar Danurdara tertawa.“Anakku itu sedang menempuh studi, jadi sekal
“Wah siapa itu?” Suara Celine mengagetkan Aruna yang tengah duduk di kursinya sambil memandangi ponselnya. Mereka baru saja istirahat makan siang dan akan segera bekerja lagi.“Kekasihku,” ujar Aruna tersenyum.Celine membulatkan bola matanya, tadi yang dia lihat memang foto seorang laki-laki dan perempuan sedang berdiri sambil memegang buket bunga.“Kamu sungguh punya kekasih?” Celine terkejut, suaranya bahkan terdengar oleh orang lain yang membuat Aruna sibuk menutup mulut temannya itu.“Ya, bisa dianggap begitu. Ini baru hari kedua kami menjalin hubungan,” ungkap Aruna mengangkat bahu. Foto itu mereka ambil kemarin, alasannya karena ingin menunjukkan pada orang tua mereka.“Ini si Johnson itu, kan? Dia yang selalu datang ke kantor ini, kan?” Gadis dengan rambut sebahu itu masih menunjuk-nunjuk ponsel pintar Aruna yang masih menunjukkan foto itu karena Celine masih ingin melihat lebih lama.“Iya.”Jawaban Aruna langsung membuat Celine duduk di kursinya sambil menutup mulut. Gadis it
“Aruna,” panggil Ocean membuat gadis itu menatapnya.“Ya?” Perempuan itu hanya diam sebentar dan menatap lebih lekat pada laki-laki di harapannya.“Kamu sudah bisa menebak apa yang akan saya bicarakan saat ini?” tanya Ocean, gadis itu menggeleng kecil. Dia sedikit bisa menebak, tapi tidak berani mengatakannya.“Terkait pernikahan kita, apa kamu sudah memikirkannya?” tanya Ocean lagi.“Sudah, tapi sepertinya kita perlu saling mengenal lebih jauh satu sama lain,” jawab gadis itu kembali menundukkan kepalanya.“Saya sepertinya hanya punya waktu sampai bulan depan kalau terus menunggu, kamu sudah membaca kontrak yang saya kirimkan?” Ocean membuka kembali ponselnya, membaca file yang ia kirimkan pada Aruna tempo hari.“Iya.” Aruna mengangguk. Gadis itu benar-benar tidak percaya ketika Ocean mengirimkan berkas perjanjian yang akan mereka setujui. Aruna semalaman membaca berulang-ulang file tersebut.“Bagaimana menurutmu? Apa kita tidak bisa saling mengenal selama pernikahan itu? Kita hanya