Share

4. First Love

Lilyana sudah beranjak dewasa ketika masa SMA tiba, Lilyana merasakan yang namanya jatuh cinta. Wijas merupakah laki-laki berkulit sawo matang, berhidung mancung dan berkaca mata. Ia sering menanyakan tentang Lilyana kepada Adawiyah—temannya.

"Lily, itu loh Wijas nanyain kamu terus," celetuk Adawiyah ketika sedang berjalan bersama Lily menuju rumah. 

Lilyana hanya menundukkan kepalanya. "Ngapain nanyain aku?" tanya Lily.

"Kayanya dia naksir kamu deh," rayu Adawiyah. "Itu loh orangnya yang pakai motor beat biru." Adawiyah mengarahkan kepala Lily ke arah Wijas yang sedang menyetir motonya, dan melewati mereka sambil tersenyum.

"Tuh kan senyum." 

"Ya kan biar kelihatan sopan aja," celetuk Lily.

"Eh mana ada senyumnya sampe manis gitu." 

Lilyana hanya bisa terdiam. Lilyana merupakan orang yang serba tidak enakan, meskipun ia beberapa kali di pandang sebelah mata, tetapi Adawiyah selalu menemaninya, ia teman dekat Lily dari awal masuk SMA. Pulang pergi selalu bersama jalan kaki, bersenda gurau sekadar menceritakan kekonyolan diri sendiri. Meskipun Lily dekat dengan Adawiyah untuk masalah pelecehan yang pernah ia alami tidak pernah ia ceritakan kepada siapapun. Baginya sangat sulit bercerita hal yang tabu itu.

Rumah Lilyana dan Adawiyah sangat dekat hanya beda blok komplek saja. Setelah terdapat di perempatan mereka pun berpisah menuju rumah masing-masing. 

***

Besok harinya Lilyana terlambat masuk sekolah karena semalam begadang menonton film kesukaannya. Lilyana dibariskan oleh guru piket. Sementara Wijas pun ada di barisan siswa yang terlambat.

'Bukannya itu ya yang namanya Wijas?' tanyanya dalam hati.

"Kamu siapa namanya?" tanya guru piket kepada laki-laki yang memakai kaca mata.

"Wijas, Pak." 

"Kamu bersih-bersih halaman ya sama kamu yah." Guru menunjuk ke arah Lilyana.

Lilyana dan Wijas membersihkan halaman dengan menyapu daun yang kering dan plastik yang berserakan.

"Kamu Lily kan," tanya laki-laki tersebut.

"Iya, kita sekelas ya," tanya Lily.

"Emang kamu nggak kenal aku?"

"Nggak, maaf ya." Lily tersipu malu.

"Iya nggak papa."

Mereka bergotong royong membersihkan halaman, Lily memasukkan sampah yang ada di lantai sementara Wijas menahan tong sampah untuk bisa Lily masukkan  ke dalamnya.

Selesai membersihkan halaman mereka menuju kelas, Wijas berjalan duluan dan disusul oleh Lily. Pada saat mereka masuk kelas terlihat siswa bercampur dan berkelompok.

"Kalian berdua masuk ke kelompok tujuh ya. Ayo cepetan kalian sudah telat," papar guru biologi.

"Tumben kamu telat, Ly?" tanya Adawiyah kepada Lilyana.

"Iya nih, aku bangun kesiangan." Lilyana berbisik kepada Adawiyah.

"Kok bisa pas banget sama Wijas lagi," rayu Adawiyah.

"Suttt …."

Tiba-tiba Wijas mendekati Lilyana. Dan memberikan secarik kertas.

[Lily, boleh aku minta nomor telepon kamu?]

Setelah Lily membacanya ia tersenyum ke arah Wijas dan menganggukan kepala. Lalu, Lily menuliskan nomor teleponnya.

"Terima kasih," bisik Wijas.

Sementara Adawiyah menyikut Lilyana dan menggodanya sambil senyum-senyum. Lilyana tersipu malau hingga pipinya kemerahan.

Pulang sekolah Lilyana dan Adawiyah sedang berjalan kaki menuju rumahnya. Lewatlah Wijas sambil tersenyum kepada Lilyana.

***

Sampai di rumah Lilyana membaringkan tubuhnya di atas kasur sambil memandang langit-langit. Tiba-tiba telepon genggamnya berbunyi satu pesan masuk.

[Assalamualaikum, Hai Lily, ini aku Wijas, save nomorku ya.]

Lilyana yang pemalu justru bingung menanggapi pesan masuk itu, lalu Lily hanya mendiamkannya. 

[Lily lagi apa? Apa aku ganggu kamu?]

Pesan dari Wijas kembali masuk ke telepon Lily. Lily mulai mengetik balasan untuk Wijas.

[Aku lagi diem aja. Gak ganggu kok.] Balas Lily

"Lily, sini sebentar." Terdengar teriakan Hertawan memanggil Lily.

"Iya, Ayah," balas Lily.

"Ada apa, Ayah?" tanya Lily.

"Tolong belikan terigu 1kg, telur 1 kg dan gula 1 kg ke warung Ceu Mala yah." Hertawan memberikan uang kepada Lily untuk membayar belanjaannya nanti.

Lily pergi ke warung Ceu Mala lumayan agak jauh, tetapi masih bisa ditempuh dengan jalan kaki sekitar 10 menit dari rumahnya. 

Sampai di warung Ceu Mala.

"Punten, punten," teriak Lily yang terlihat warungnya sepi.

"Iya, eh … ada Lily, mau beli apa?" sapa Ceu Mala.

"Mau beli terigu 1kg, telur 1kg sama gula 1kg."

"Mau buat kue ya? Pak Hertawan kan jago masak," tanya Ceu Mala.

"Nggak tahu, Ceu. Lily cuman disuruh beliin aja." 

Sementara Ceu Mala memasukkan belanjaan Lily ke dalam plastik, terdengar suara motor berhenti tepat di depan warung Ceu Mala. Laki-laki itu membuka kulkas berisi minuman, lalu ia mengambil minuman isotonik.

"Ceu ini uangnya." Laki-laki tersebut memberikan uangnya ke Ceu Mala. Lalu Ceu Mala meraihnya.

"Sebentar yah, Lily." 

"Oh iya, Ceu," jawab Lily.

"Eh, Lily." 

Lilyana mengarahkan kepala dan pandangannya ke arah suara yang memanggilnya. Lilyana tersenyum kepadanya.

"Rumah kamu daerah sini?" tanyanya.

"Iya."

"Oh, kebetulan banget dong ya. Aku sering futsal di daerah sini," paparnya.

"Ini Lily belanjaannya dan kembaliannya ya." Ceu Mala memberikan plastik belanjaannya ke tangan Lily.

"Ini kembaliannya untuk aa ganteng ya," ray Ceu Mala sambil memberikan kembalian kepada laki-laki tersebut.

"Wijas, aku duluan ya." Lilyan berpamitan.

"Iya, hati-hati." 

Ternyata laki-laki tersebut adalah Wijas, Wijas memang sering bermain futsal bersama teman-temannya di daerah Lily tinggal. Sementara Wijas mengendarai sepeda motornya kembali dan pulang ke rumahnya. Pada saat Wijas mengirimkan pesan kepada Lily, Wijas berada di tempat futsalnya.

Wijas sangat menyukai Lily, bahkan ia sering menanyakan Lily kepada Adawiyah.

Lilyana wanita lugu, polos dan pemalu, Wijas menyukainya. Rambut panjang Lily yang selalu terurai, tundukkan matanya apabila bertemu dengan laki-laki semakin membuat Wijas penasaran kepada Lilyana. Mungkin baginya ini cinta pertamanya, hadir begitu saja.

***

Keesokan harinya Wijas sengaja menunggu Lilyana di warung Ceu Mala, Wijas sangat yakin Lilyana akan melewati jalan itu menuju sekolah. Ternyata betul dugaan Wijas, tak selang lama Lilyana berjalan.

"Lily …," teriak Wijas.

"Eh, Wijas. Kok kamu ada di sini?" tanya Lilyana.

"Iya, aku ada perlu ke daerah sini."

"Oh gitu."

"Yuk, kita ke sekolah bareng." Wijas menawarkan diri berangkat sekolah bersama.

"Tapi, aku udah janji sama Adawiyah mau berangkat bareng," jawab Lilyana.

"Masalah Adawiyah nanti aku yang bilang. Yuk berangkat nanti takut telat, kita sapu-sapu halaman lagi aduh …." Wijas menyalakan sepeda motornya. Sementara Lilyana tertawa mendengar perkataan Wijas, dan akhirnya Lilyana menerima tawaran Wijas.

Selama perjalanan Wijas dan Lilyana hanya berdiam diri, mereka merasakan aura panas asmara, berdegup kencang jantung mereka. Lilyana mulai merasakan benih suka kepada Wijas, entah dengan pertemuan yang tidak disangka menjadikannya semakin dekat.

Ada ketakutan pada diri Lilyana, tetapi ia mencoba mungkin tidak setiap laki-laki itu sama. Meskipun ia pernah mendapatkan perlakuan yang tidak pantas dari laki-laki dengan pelecehan yang sama. Namun, Lily berharap itu tidak terulang lagi. 

'Apa salahnya mencoba, Ly," batinnya berbicara.

***

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status