Home / Romansa / Terjebak Utang Rentenir / Bab 9 Sentuhan Memabukkan

Share

Bab 9 Sentuhan Memabukkan

Author: aicha aisah
last update Last Updated: 2021-05-04 12:38:43

“Jangan bikin malu gue, Ra. Bayarin utang lo seratus juta aja gue sanggup. Apalagi sekedar makan malam plus kasih uang buat lo. Butuh berapa, sih? Gue cuma ada cash sejutaan. Kalau kurang kita mampir ke ATM.” Alex mengatakan itu dengan nada datar. Sepertinya memang tidak bermaksud menyinggungku.

“Cuma lima puluh ribu, buat beli beras dan telur. Untuk sarapan Rani dan Ridho.” Aku mengigit bibir setelah mengatakan itu. Terlanjur basah. Mandi saja sekalian.

Alex menghela napas panjang dan meneruskan langkah ke warung sate. Tangannya tidak luput untuk menggenggam jemariku.

“Mang, bungkuskan sate kambing enam porsi. Bumbunya pisah, ya?”

Aku menatap heran pemuda di sampingku. Untuk apa memesan sebanyak itu?

“Gue gak mungkin bikin lo kelaparan. Nanti gue belikan beras juga.”

Ha! Aku melotot tidak percaya. Bukan ini yang aku mau. Cukup uang lima puluh ribu saja. Kalau plus makan malam seperti ini, utangku makin banyak.

“Ck, gak gue itung utang, Ra? Takut banget!”

“Tapi tetep aja jadi utang budi!” gerutuku kemudian.

Setelah lima belas menit pesanan selesai. Kami segera meluncur membelah jalanan Kota Hujan yang masih ramai. Sampai di rumah, rupanya Rani dan Ridho belum tidur.

“Ajak adek-adek lo makan duluan. Sisakan seporsi aja buat gue. Gue mau ke depan dulu.” Alex menyerahkan bungkusan berisi sate tadi. Belum juga menjawab pertanyaan, pemuda itu sudah melajukan motornya.

Huft. Dasar bossy!

Aku menoleh ke belakang, Rani dan Ridho berdiri di ambang pintu. “Lihat teteh bawa apa!” seruku sambil mengacungkan bungkusan berisi sate.

“Asyik!” teriak Kedua adikku berbarengan. Mereka segera mencium aroma dari bungkusan tersebut. “Waaah, sateeee!” teriak Rani dan Ridho berbarengan.

“A’ Alex pacar Teteh, ya? Baik banget,” tanya Ridho di sela-sela makannya.

 Aku tersenyum tipis mendengar pertanyaan polos Ridho. “Bukan Idho, ‘A Alex cuma temen.”

Kedua adikku tampak lahap menikmati makanan berbahan daging tersebut. Bisa dibilang kami tidak pernah memakan makanan ini. Kalau pun pernah, itu sudah lama sekali.

Aku membiarkan Rani dan Ridho memakan empat porsi sate. Meskipun akhirnya mereka hanya menghabiskan tiga porsi saja. Tersisa tiga porsi lagi. Aku menunggu agar bisa makan bersama-sama dengan Alex. Entah ke mana dulu dia. Sudah setengah jam belum juga muncul.

“Teh, Rani tidur dulu, ya?”

“Idho juga, Teh.”

Aku mengangguk. Tak lama terdengar motor berhenti di depan rumah. Gegas aku keluar. Mulut spontan melongo melihat tumpukan belanjaan yang terikat di jok belakang kendaraan roda dua milik Alex. Pemuda itu dengan kesusahan memanggul sekarung beras dan meletakkannya di ruang tamu.

“Bawa masuk yang lain, Ra!” perintahnya pelan. Segera aku mengangkat satu piring telur dan satu kardus mie instan. Di kardus lainnya masih ada minyak, gula, susu, sarden dan tepung terigu.

“Lex, ini terlalu banyak.” Jujur aku sungkan dengan sikap baik yang ditunjukkan Alex. Ini terlalu berlebihan.

“Ck, gak boleh ngeluh kalau dapat rezeki.”

“Abis lo suka modus. Gue gak mau makin terikat sama lo.”

“Nyatanya lo emang gak bisa lepas dari gue, kan? Jadi nikmati aja. Ini lo udah makan?” Alex melirik pada bungkusan yang masih tersisa di meja.

Aku menggeleng pelan. Pemuda itu langsung menarikku agar duduk di sampingnya. Kami pun makan dalam diam. Aku sesekali memperhatikan Alex yang makan dengan lahapnya. Sampai-sampai bumbu satenya belepotan di dekat pipi.

“Pelan-pelan, Lex. Ngalah-ngalahin Idho aja sampe belepotan gini.” Aku mengusap pipinya dengan lembut. Alex tertegun, lalu menyunggingkan senyum tipis dan menggenggam jemariku.

Eh! Kok, aku jadi manis begini?

Cepat-cepat aku menarik tangan. Alex terkekeh geli melihatku yang kini salah tingkah.

“Mulai suka, ya, sama gue?” sindirnya senang. Aku hanya mencibir dan melemparnya dengan tisu.

Aku lebih dulu menghabiskan makanan. Malam sudah makin larut. Aku mencuci muka dan gosok gigi bersiap untuk tidur. Selesai makan Alex harus langsung pulang.

Setelah menghabiskan dua porsi sate, Alex mendekati salah kardus dan mengeluarkan sesuatu. Rupanya sikat dan juga pasta gigi. Aku menggeleng saat pemuda itu nyelonong begitu saja ke dalam. Pasti ke kamar mandi.

Aku makin terheran-heran ketika selesai dari belakang, Alex langsung ke teras dan memasukkan motornya. “Jangan bilang lo mau nginep!” seruku tajam.

Alex mengangkat bahunya dengan cuek.

“Lo mau ngapain, Lex?” tanyaku dengan panik saat pemuda itu memasuki kamarku. Cepat aku menyusulnya lalu berkacak pinggang di depannya.

“Gue ngantuk, Ra. Gak berani bawa motor dalam keadaan kayak gini.” Alex dengan santai mulai berbaring di kasur. 

“Gue gak mau cari masalah, Lex. Lo bisa digebuki warga kalau ketahuan tidur di tem–” Badanku terhuyung karena Alex menarikku begitu saja hingga berbaring di sebelahnya. Untung saja posisiku memunggungi pemuda itu. Jadi dia tidak bisa melihat wajahku yang saat ini pasti sudah merona.

“Ssst, nanti adek-adek lo bangun kalau lo berisik.” Tubuhku seketika membeku. Jarak kami sangat dekat. Alex melingkarkan tangannya di perutku. Kurasakan juga dia mencium puncak kepalaku beberapa kali.

“Lex, jangan gini, dong!” cicitku tertahan. Entah kenapa aku tiba-tiba tidak berani berontak. Debaran di dada makin kencang. Apalagi kemudian Alex memutar badanku hingga wajah kami berhadapan.

“Nurut atau gue cium?” Bulu di tubuhku meremang, melihat Alex yang menatapku dengan intens. Jemari pemuda ini dengan berani mulai mengusap lembut bibirku.

“Gue suka bibir lo, Ra!”

Astaga! Perasaan apa ini?

Desiran halus mulai merambat ke seluruh tubuh. Menghadirkan sensasi asing bagiku. Sensasi yang membuatku perlahan mulai memejamkan mata. Menikmati sentuhan lembut jemari Alex di bibirku.

Detik berikutnya, kurasakan sesuatu yang lebih lembut menekan bibirku. Tubuhku menegang. Tangan rasanya hilang tenaga untuk sekedar mendorong pemuda ini menjauh.

Jantungku makin berpatalu-talu. Meskipun ini bukan ciuman Alex yang pertama, tapi rasanya masih sama. Mendebarkan sesuatu di dalam sini.

Otakku berperang. Antara menolak atau membalasnya. Sialnya, reaksi tubuhku menginginkan lebih. Tanganku tanpa bisa dicegah mulai menarik kaus Alex, memintanya agar lebih merapatkan tubuh kami.

Alex begitu hebat dalam hal yang satu ini. Meskipun aku tidak membalasnya, tapi sentuhannya sanggup membuatku melayang. 

Duuuh, kenapa aku hanya bisa pasrah dengan semua perlakuannya?

Astaga! Kenapa ini benar-benar nikmat. Ciuman Alex sangat memabukkan.

“Lex,” lirihku di tengah-tengah ciumannya. Pemuda ini hanya bergumam tak jelas, masih sibuk dengan ciuman yang kini sudah beralih ke leherku.

“Stop, Lex!” seruku berusaha menjauhkan wajahnya. Dan berhasil, Alex kini sudah menyingkir dari leherku. Napasku masih memburu, demikian juga dengan Alex. Maniknya kini menyiratkan sesuatu yang aku tidak tahu apa itu.

Tajam. Seperti ingin menerkamku detik ini juga. Hati mencelos saat satu pernyataan keluar dari bibirnya. “Gue pengen lo, Ra, sekarang!”

Bersambung 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjebak Utang Rentenir   13 Pertengkaran

    “Stop!” Kudorong kuat pemuda yang tengah memelukku, “gue gak mau, Lex. Jangan bikin gue berubah pikiran! Lo gak bisa, ya, sedikit aja ngehargain gue?”Alex menyeringai lebar.“Tadi kamu ngedesah lho, Ra! Kamu juga pengen lebih dari tadi, kan? Kenapa malu?”Ck, kenapa pemuda ini tidak paham juga. Kalau aku tidak memberikan mahkota yang satu itu selain untuk suamiku.Aku memang menikmati keintiman tadi, tapi bukan berarti harus berlanjut dan menyerahkan semuanya. Jujur, terlalu sering didekati Alex, membuat pikiranku mulai tercemar. Tubuh refleks menerima semua sentuhan pemuda itu yang sangat lihai dan menggoda. Hingga tanpa sadar, aku pun mulai membalasnya.“Tinggal satu Minggu, Lex. Kenapa gak bisa sabar, sih? Makanya gak usah temui aku dulu. Dipingit. Lo tau dipingit, kan? Gak usah ketemu dulu beberapa hari sebelum menikah.”“Ah! Maura gak asik! Kamu takut a

  • Terjebak Utang Rentenir   Bab 12 Kebaya Pengantin

    Aku mengernyit heran saat motor Alex berhenti di sebuah butik baju pengantin yang cukup ternama. Siang ini dia sengaja memintaku untuk pulang bersamanya. Dia sampai meyakinkan aku kalau Ridho dan Rani sudah makan siang. Bukannya langsung ke rumah, sekarang justru singgah ke tempat yang memajang beberapa gaun pengantin mewah. Dalam tidur pun aku tidak berani memimpikan datang ke tempat ini.“Ngapain kita ke sini?”“Pernikahan kita memang siri, tapi aku mau kamu punya kesan yang indah dengan hari spesial itu. Salah satunya gaun pengantin.” Alex mengatakan itu masih dengan penuh kelembutan.Hadeeeh! Kesambet setan mana, sih, nih orang? Udah gak ada siapa-siapa masih sok mesra. Panggilannya sudah berubah jadi aku kamu.“Lo kesambet setan mana, sih? Badan lo juga gak anget.” Aku menempelkan punggung tangan di kening Alex. Pemuda rese itu justru menarik jemariku lalu mengecupnya lembut.“Jijik benget, sih!” cibirku sambil memukul lengannya.

  • Terjebak Utang Rentenir   11 Kamu Mau Mahar Apa?

    “Mau mahar apa?” bisik seseorang tiba-tiba.Deg!Aku yang sedang fokus membaca latihan soal ujian, sontak terlonjak. Seorang pemuda dengan santainya sudah berdiri di belakangku.Ish! Alex rese! Sudah berapa kali aku bilang jangan membahas pernikahan di sekolah?Aku melirik ke tangannya. Syukurlah! Pemuda ini tidak membawa makanan cepat saji seperti kemarin-kemarin. Dalam seminggu ini dia membuktikan ucapannya tempo hari, membawakan makanan dari brand terkenal yang berasal dari negeri Sakura.“Lo mau mahar apa, Ra?” tanyanya lagi karena belum juga mendapatkan jawaban.“Gue udah pernah bilang, kan, jangan ngomong masalah itu di sini!” seruku tajam sambil melayangkan pukulan di bahu Alex.“Mumpung inget, kalau nanti-nanti bakallbakal ” Alex menjatuhkan pantatnya tepat di sebelahku.“Iih, sana lagi ngapa, sih? Seneng banget gangguin gue!&rdquo

  • Terjebak Utang Rentenir   10. Dag Dig Dug

    Aku mengerjap, mencoba mencerna ucapan Alex.Pengen gue? Maksudnya apa?Namun, belum juga aku memahami kata-katanya, dia kembali merapatkan bibir kami. Ciumannya makin intens. Kasar. Dan menuntut. Membuat seluruh tubuhku merinding.Bangun Maura! Kenapa kamu diam saja menerima perlakuan Alex? Dia akan makin berani jika kamu tidak melawan.Seperti tahu kegelisahanku, Alex menyudahi ciumannya. Pemuda itu menatapku dengan intens. Namun, kurasakan sesuatu yang menggelitik di bagian perut. Tangan Alex mulai berani membelai perutku dari balik baju. Gelenyar-gelenyar aneh kembali menyelimuti seluruh tubuh.Astaga! Kenapa aku jadi begini?Tubuhku panas. Apalagi Alex kembali merapatkan bibir kami dengan penuh nafsu. Tak berhenti di situ, dia pun mulai meraba punggung. Memberikan sentuhan halus di sana. Memainkan jemarinya dengan lihai dan berhenti di pengait .... Sial! Jangan bilang maksudnya tadi

  • Terjebak Utang Rentenir   Bab 9 Sentuhan Memabukkan

    “Jangan bikin malu gue, Ra. Bayarin utang lo seratus juta aja gue sanggup. Apalagi sekedar makan malam plus kasih uang buat lo. Butuh berapa, sih? Gue cuma ada cash sejutaan. Kalau kurang kita mampir ke ATM.” Alex mengatakan itu dengan nada datar. Sepertinya memang tidak bermaksud menyinggungku.“Cuma lima puluh ribu, buat beli beras dan telur. Untuk sarapan Rani dan Ridho.” Aku mengigit bibir setelah mengatakan itu. Terlanjur basah. Mandi saja sekalian.Alex menghela napas panjang dan meneruskan langkah ke warung sate. Tangannya tidak luput untuk menggenggam jemariku.“Mang, bungkuskan sate kambing enam porsi. Bumbunya pisah, ya?”Aku menatap heran pemuda di sampingku. Untuk apa memesan sebanyak itu?“Gue gak mungkin bikin lo kelaparan. Nanti gue belikan beras juga.”Ha! Aku melotot tidak percaya. Bukan ini yang aku mau. Cukup uang lima puluh ribu saja. Kalau plus makan malam seperti ini, utangku makin banyak.“Ck, gak gue itung utang, Ra?

  • Terjebak Utang Rentenir   Bab 8 Kesepakatan

    “Gue belum bilang setuju, ya, Lex! Jangan seenaknya memutuskan.” Aku menatap tajam pemuda di hadapanku.Aku memang berutang banyak padanya, tapi bukan berarti dia bisa mengendalikan hidupku seenaknya.“Kali ini posisi lo hanya bisa menurut, Ra? Jangan buat semuanya jadi sulit. Gue gak mau menggunakan cara kasar.” Alex berbicara santai. Dia bahkan sempat-sempatnya membereskan bekas makan kami.“Lo bener-bener brengsek!” umpatku sambil menghentakkan kaki.“Mulut lo, Ra! Sejak kapan kata-kata lo jadi kasar begini?” Alex menatapku tajam.“Gue gak mau nikah sama lo. Lo pasti punya rencana macam-macam, kan?”“Mau gue cuma satu macam. Tubuh lo! Lo gak mau ngelakuin itu di luar nikah, kan, makanya gue ajak lo nikah siri.”Aarrrggh.Dada mulai bergemuruh melihat Alex yang terus-menerus bisa mengendalikan keadaan. Haruskah aku menurut begitu saja. Kalau aku membantah, memangnya aku bisa mendapat uang sebanyak itu dari mana.Tuhan. Kirimkan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status