Ruangan tenang. Suara detik jam dinding menyelip di antara embusan halus diffuser aromaterapi.
Seorang wanita muda duduk di sofa, tangan saling menggenggam, matanya tak fokus. Psikiater di depannya duduk tenang, menunggu dengan sabar. "Tak perlu terburu-buru. Kita mulai pelan-pelan saja. Siapa nama Anda?" "Mila… Mila Sari," bisiknya ragu. "Mila ya...." Psikiater bernama Vina itu terlihat menimbang-nimbang sesuatu sambil mencatat. "Tapi semua catatan, orang-orang di sekitar, menyebut Anda Bella Kirana. Apa yang membuat Anda yakin bahwa Anda bukan dia?" "Karena aku masih mengingat hidupku sebelumnya, sebelum terbangin tadi pagi. Aku Mila..." Psikiater itu mengangguk-angguk, seolah mencoba berpihak padanya. "Boleh minta tolong diceritakan tentang kehidupan Anda sebelum Pagi ini?" "Ya, saya... Mila Sari, saya baru lulus kuliah, kerja serabutan di restoran kecil. Hidup saya sederhana, kadang makan cuma sekali, dan tinggal di kos-kosan kumuh di Jakarta." "Berarti sama-sama di Jakarta ya," ujar Vina dengan nada menyenangkan. Mila atau Bella--kita sebut sekarang--ia tersenyum tipis. "Lalu bagaimana kejadian yang Anda ingat sehingga Anda tiba-tiba menjadi Bella?" "Seingat saya, tadi malam sebelum tidur, saya membaca sebuah novel berjudul Sheryl dan Alex sebuah novel remaja. Ceritanya tentang anak kuliahan, genrenya Romance. Sebuah novel pasaran yang punya cerita mengenai Perjodohan antara Sheryl dan Alex. Di sana ada tokoh bernama Bella, pacarnya pria tua yang tampan dan kaya… Regan. Tapi tokoh utama sebenarnya… bukan mereka." "Bukan? Berarti Sheryl dan Alex?" "Iya, betul." "Wah cerita yang menarik," ujar Vina. "Saya harap begitu, cuma novel aja." Vina menyadari kata-katanya salah, ia harusnya tidak mengatakan itu. "Boleh ceritakan lagi alurnya?" tanya Vina. Ia ingin membangun suasana di mana Bella merasa diterima dan tidak dihakimi. "Dan saya… saya tahu bagaimana cerita itu berakhir, saya akan mati dibunuh oleh Alex. Karena Bella mencoba mencelakai Sheryl. Sheryl tidak setuju pamannya—Regan—berhubungan dengan Bella. Dan pada akhirnya… Bella jadi tokoh jahat di situ." "Dan Anda yakin… cerita itu bukan sekadar fiksi?" "Saya tak tahu. Tapi semuanya… terlalu persis. Nama-nama, tempat, wajah Regan—semuanya seperti keluar langsung dari buku itu. Tapi yang paling membuat saya takut… saat saya pingsan kemarin. Saya melihat kilasan. Potongan memori—tapi bukan milik saya." "Dan menurut Anda… Anda sekarang berada di dalam cerita itu?" "Saya tidak tahu... Tapi jika ini memang cerita, saya tahu bagaimana alurnya. Dan jika saya tetap menjadi Bella… maka saya akan mati." ••• Setelah sesi Konseling itu, dr. Vina menyampaikan pada Regan kalau Bella berpura-pura hilang ingatan dan menciptakan skenario palsu untuk menutupi insecurity-nya bahwa ia adalah seorang Sugar Baby. Maka, Regan memikirkan itu dan membatalkan semua meeting dan pekerjaannya hari ini hanya untuk mengawasi Bella yang mengurung diri di kamarnya. Perasaannya juga campur aduk, apa yang disampakan Bella tidak masuk akal. Psikiater sepertinya benar, Bella sedang stress dan lelah. Sepertinya ia akan membiarkan Bella sendiri selama beberapa hari dan meminta seseorang untuk mengawasinya. . Di dalam kamar yang sudah dipantau oleh Regan, Bella duduk sambil mencatat sesuatu di bukunya. Itu buku kuliah yang tidak pernah diisi tulisan oleh pemiliknya, artinya seperti yang ada di novel, Bella sangat miskin moral. Sudahlah malas kuliah, bayar kulah pakai uang haram, lalu ia berakhir jadi budak seks seseorang yang usianya hampir dua kali lipat di atasnya. "Hiks... mati-matian aku banting tulang kerja serabutan dan gak kebawa arus hidup di Kota gede, malah aku masuk ke tubuh cewek gatel ini!" tangisnya sambil menulis alur yang ia ingat. "Mak! Anakmu gak perawan, mana gak dinikahin lagi...." gumam Bella. Ia tak bisa menerima kenyataan ini, bagaimana bisa ia jadi budak ranjang seseorang yang tak mau menikah. Bella ingat kalau Regan ini adalah pria lajang dan kaya pada umumnya, tidak punya komitmen dan suka main wanita. Bella merasa kalau Regan bukan tipenya, tapi kalau ingat Bella juga cewek murahan, ia tak bisa membantah. "Gila... gila!" Ia terus mengumpat dan mengeluh, yang tanpa sadar didengarkan oleh Regan yang memantau dari ruang tamu. Bella harus mencari jalan keluar, ia tak mau seperti ini dan jadi Bella si Sugar Baby itu, ia akan mati kalau mengikuti alur cerita. Dan Regan, sepertinya tidak sulit untuk kabur darinya kan? Regan bisa mencari Sugar Baby lain dengan uangnya, pasti akan ada yang mau bersamanya seperti Bella yang asli. Ia tidak mungkin mau menjalani kehidupan rendahan ini. Ia memang miskin harta, tapi ia bukan orang yang rela hidup dengan menjual diri. Itu kehidupan paling rendah yang pernah ia tau."Kenapa dia di sini?" tanya Gisella, nadanya masih datar, tapi matanya tajam.Regan menahan napas. Sheryl menoleh, tapi tidak bicara. Ia tahu ini bukan tempatnya ikut campur, meskipun ia jelas-jelas memihak Regan dan Bella dalam diam."Dia cuma mampir karena ada Sheryl, Ma," jawab Regan pelan. "Sheryl yang nyuruh dia ke sini."Gisella menyilangkan tangan. "Mami harap kamu gak lupa posisimu sekarang. Kamu sudah tunangan, Regan. Kedekatanmu sama perempuan lain akan dianggap perselingkuhan, itu skandal."Regan mengangguk, tahu apa yang dimaksud ibunya iyu. "Aku ingat, Ma. Tapi aku juga ingat siapa yang dulu bantu Bella waktu dia dalam pelariannya. Mami bantu kabur dia, kan? Seniat itu Mami ngejauhin aku darinya."Pandangan Gisella mendingin, tapi hanya sedikit. "Mami bantu dia waktu itu karena dia butuh bantuan. Bukan berarti Mami setuju sama kalian yang terus-terusan ketemu diam-diam."Sheryl diam saja di sudut sofa, pura-pura fokus pada proyektor. Tapi ia mencuri pandang ke arah Regan—
"Bella!" panggil Regan. Ia baru selesai mandi, tapi kepikiran sesuatu. Bella yang sedang berkutat dengan tabletnya di asur pun langsung menoleh pada Regan. "Hem?" Regan kelihatan cemas dan bingung. "Kenapa? Ngomong aja," bujug Bella. "Ini tentang Sheryl..." Ia masih mengenakan handuk kimono, lalu duduk di tepi ranjang di samping Bella. "Iya. Gimana?" "Kalau sampai Alex dan Sheryl putus tunangan, apa bakal bahaya?" tanyanya. Bella diam sejenak. "Aku gak tau kalau itu. Tapi setauku, mereka pemeran utamanya. Kalau putus, bukannya ceritanya tambah chaos?" Regan terlihat mencemaskan banyak hal. "Apa yang kamu khawatirkan?" tanya Bella lagi. "Aku mengkhawatirkan semuanya, karena sekarang aku udah tahu kalau dunia ini dunia novel. Dunia settingan. Aku merasa ada banyak hal yang nggak nyata dan nggak masuk akal. Bisa jadi Pembuat alur cerita akan bikin skenario yang baru, yang kita nggak tahu alurnya gimana."Bella setuju dengan hal itu. Ternyata Regan memikirk
Acara di kediaman keluarga Alex awalnya berjalan sempurna. Keluarga besar, kerabat bisnis, rekan kampus, hingga kalangan sosialita semua hadir malam itu. Lampu gantung kristal memantulkan kilauan lembut ke setiap sudut aula yang mewah. Didominasi warna putih dan emas. Ibu dan ayah Alex tampak asyik berdansa dengan tampilan mereka yang elegan. Musik dari orkestra kecil menyatu dengan aroma anggur dan bunga segar. Segalanya tampak seperti cerita romantis dalam buku dari sudut pandang Bella. Namun saat waktu menunjukkan pukul sembilan malam, semua lampu ruangan tiba-tiba meredup. Musik berhenti. Di atas panggung, Alex berdiri dengan jas abu gelap, senyum gugup di bibirnya. Di sampingnya, Sheryl tampak menawan dengan gaun peach lembut, wajahnya berseri tapi jelas menyimpan kegugupan. Ia melirik Alex, seolah memastikan kesungguhannga. Ia ragu. Alex menatapnya, lalu menggenggam tangan Sheryl erat. “Saya tahu ini mendadak,” katanya ke arah mikrofon, suaranya sedikit bergetar. “T
Setelah drama tangisan itu. Bella dan Regan saling bicara tentang apa yang Regan bicarakan. "Kenapa kamu jadi baik lagi ke aku?" “Mungkin karena aku baru sadar... kamu bukan orang biasa.” Bella tertawa kecil, pahit. “Itu karena kamu udah baca semua catatan pribadiku, kan?” Regan diam. Tidak menyangkal. “Kamu tahu itu melanggar privasi?” “Ya,” jawabnya tenang. “Tapi kamu juga tahu, aku bukan tipe yang berhenti saat sudah penasaran.” Bella menghela napas. “Jadi kamu beneran percaya?” “Butuh waktu,” aku Regan. “Awalnya kupikir kamu punya gangguan memori. Atau kepribadian ganda seperti yang disampaikan dr. Vita. Tapi semua catatan itu… terlalu nyata. Dan kamu menulisnya bukan seperti orang berbohong, semua terbukti.” Bella menatapnya. “Terus kamu mau ngapain sekarang?” Regan menatap ke luar jendela, lalu ke arah Bella. “Aku mau kamu tahu satu hal. Aku memang nggak ngerti kenapa dunia ini bisa kayak gini. Tapi kalau kamu bilang kamu masuk ke dunia cerita, dan kamu tak
Keesokan harinya, gosip tentang Jessica langsung berubah arah. Dulu, Sheryl diserang sebagai cewek pengganggu, sekarang ia dipuji sebagai tunangan setia yang sabar menghadapi drama mantan. Di media sosial kampus, nama Jessica menjadi bahan cibiran. Banyak akun gosip mahasiswa mulai mengungkap screenshot lama tentang tingkah Jessica yang kasar, unggahan sarkas terhadap ibu Alex, dan sindiran kepada Sheryl. Bella hanya bisa mengamati dari kejauhan. "Aku mulai nggak ngerti ini dunia siapa sebenarnya," katanya sambil menggulir timeline kampus. Revan menimpali, "Kalau dunia ini bisa membalikkan cerita secepat itu, kita harus hati-hati. Mungkin saja—dalam satu bab berikutnya—tokoh utama bisa berubah. Dan kamu bisa tergeser." Bella menghela napas panjang. Ia tahu satu hal pasti: segala sesuatu di dunia ini tidak berjalan semestinya. Dan kalau semua berubah terlalu cepat... Mungkin waktunya semakin sedikit untuk keluar. ••• Setelah kejadian di kampus itu, Bella dan Revan sema
Hari itu kampus tampak lebih ramai dari biasanya. Beberapa mahasiswa berkerumun di lapangan tengah, suara gaduh mulai terdengar hingga ke koridor fakultas. Bella dan Revan, yang sedang menyamar sebagai mahasiswa biasa pada jam makan siang, dengan cepat bergabung dalam kerumunan, berpura-pura ikut penasaran seperti yang lain. Tapi sebenarnya mereka sudah curiga sejak awal melihat dua perempuan saling adu tatapan tajam di tengah keramaian. Lalu—PLAK! Tamparan keras mendarat di pipi Sheryl. "Apa-apaan lo!" Sheryl membentak, matanya melotot marah sambil langsung mendorong perempuan di depannya. Ternyata itu Jessica, mantan pacar Alex. Jessica, yang dikenal sebagai cewek populer dan cukup berpengaruh, tampak murka. "Gara-gara lo, gue diputusin Alex! Lo tuh perempuan nggak tahu diri! Ngejar-ngejar cowok orang!" bentak Jessica, emosinya tak terbendung. Sheryl tentu tak terima. “Yang mutusin itu Alex sendiri! Gue nggak pernah maksa dia! Kalau dia mutusin lo, itu urusan kalian berdua.