“A, apa maksudmu?” Rinjani masih belum bisa menormalkan suaranya.
Di wajahnya, masih sangat tercetak rona keterkejutan yang teramat sangat. Bagaimana tidak, disaat ia sedang sendirian di dalam kediamannya, ia justru bertemu makhluk dengan rupa yang sangat menakutkan.
Ditambah, makhluk yang tidak tahu dari mana asalnya itu berkata bahwa rinjani akan dijadikan sebagai makanannya.
Mungkin jika yang berbicara adalah teman-temannya, sudah pasti gadis itu akan menganggapnya sebagai lelucon semata. Namun, kenyataannya sangat berbeda. Yang berada dihadapannya saat ini memang benar-benar bukan manusia.
Sampai saat ini, rinjani masih belum bisa menggerakkan tubuhnya walau hanya sedikit. Apalagi ia merasa kedua tangan dan kakinya sedang bergetar hebat. Keringat dinginpun mulai bercucuran dari beberapa bagian tubuhnya.
“Kamu telah ditakdirkan untuk menjadi makananku” akhirnya, ghanindra pun menjawab lagi pertanyaan yang keluar dari mulut sang calon mangsanya.
“Ta, tapi kenapa?” Gadis itu benar-benar tak habis pikir, kenapa harus ia yang mengalami nasib nahas ini.
Ghanindra pun menyeringai sebelum menjawab pertanyaan dari manusia tak berdaya dihadapannya, “Karena kamulah yang pertama kali masuk ke dalam gua itu.”
Segera, rinjani melayangkan ingatannya pada kejadian tadi siang dimana dirinya dan sarah memasuki sebuah gua misterius.
“Jangan-jangan. Ternyata suara yang kudengar di gua itu bukan khayalan semata,” gumam rinjani sambil membulatkan matanya.
Memang, semenjak masuk dari tempat tersebut, perasaan rinjani terus saja merasa tak enak. Bagai ada hal berbahaya yang mengintai, tapi dirinya tak tahu harus bagaimana menjelaskannya.
‘Apa hidupku akan berakhir disini?’ Batin gadis itu di tengah situasi menegangkan yang tengah dihadapi.
Sementara itu, ghanindra terus mempersempit jarak antara dirinya dengan rinjani. Melihat manusia yang tengah ketakutan dihadapannya, tak membuat makhluk itu iba. Justru ia merasa sudah sangat terbiasa melihat wajah ketakutan semua manusia saat berhadapan dengannya.
“Apa keinginan terakhirmu?” tanya ghanindra kepada rinjani.
‘Memohonlah. Dengan begitu, aku bisa langsung memangsamu wahai manusia.’ lanjutnya di dalam hati.
Ya, sebenarnya ghanindra tak bisa seenaknya memakan manusia, sebelum calon mangsanya itu mengajukan sebuah permintaan. Syarat yang diberikan oleh dewa tepat sebelum mengurungnya di dalam gua. Syarat yang merepotkan, namun ia tak bisa berbuat apapun dengan keputusan tersebut.
Tentu saja, ghanindra tak akan memberitahukan perihal syarat tersebut kepada siapapun. Karena jika ketahuan, maka manusia yang menjadi targetnya akan bisa lolos dari cengkeramannya.
Ia ingat, tiap menanyakan apa permintaan terakhir dari para korbannya, mereka pasti akan menjawab dengan jawaban yang sama. Yaitu meminta untuk dilepaskan dan membiarkan mereka hidup.
Memang benar, ghanindra akan mengabulkan permohonan tersebut. tapi itu hanya berlangsung sementara, karena hanya beberapa hari setelah itu, manusia tersebut pasti langsung menghilang. Alasannya, sudah pasti telah dimangsa oleh ghanindra.
“Aku… aku ingin…” Bibir rinjani yang bergetar mulai mengeluarkan kata-kata. Ia berpikir untuk meminta untuk dilepaskan dan dibiarkan hidup.
“Teruskan,” bibir ghanindra mulai menyeringai. Ia tak sabar untuk mendengar apa keinginan dari rinjani.
‘Jangan diteruskan,’ Secara mengejutkan, rinjani mendengar suara yang memintanya untuk tidak melanjutkan kata-katanya.
Suara seorang wanita yang tak tahu dari mana asalnya. Tapi suara tersebut sangat jelas terdengar. Sama persis seperti saat dirinya mendengar suara perut yang kelaparan yang bersumber dari ghanindra.
Rinjani mengedarkan pandangannya ke segala arah. Mencari-cari apakah akan ada makhluk lain yang akan muncul. nyatanya, tak ada tanda apapun disana.
“Kenapa kau diam? Teruskan! apa keinginan terakhirmu?” Ghanindra terus mendesak rinjani, agar mengatakan permohonannya.
Seakan tak mendengar perintah ghanindra, gadis itu sama sekali tak menghiraukan suara yang menggema di ruangan tersebut. Dirinya malah sibuk mencari dari mana suara wanita itu berasal.
Makhluk tersebut mulai kehilangan kesabarannya. Ia dengan cepat mendekati dan mencengkeram kedua bahu rinjani. Saking kencangnya cengkeraman tersebut, sehingga gadis itu merasa kesulitan bernafas.
“CEPAT KATAKAN…!” Kini, suara ghanindra benar-benar sangat keras, membuat rinjani kembali memusatkan pandangannya pada siluman dihadapannya.
‘Aku nggak bisa bernafas’ batin rinjani.
“Kenapa kamu terus memaksaku mengatakan apa keinginanku heh? DASAR SILUMAN!” Entah keberanian mana yang tiba-tiba merasukinya, hingga gadis itu dengan sangat lancar melancarkan makian.
“Kamu membentakku? Beraninya kamu yang hanya manusia biasa.” Ghanindra mengayunkan sebelah tangannya ke arah rinjani.
Melihat hal itu, rinjani yang tak bisa melawan hanya bisa menutup matanya dengan cepat.
Keajaiban pun terjadi, tatkala tangan besar ghanindra hampir mendarat di tubuh rinjani. Sinar berwarna hijau yang sangat terang muncul dari dalam tubuh gadis itu. Bersamaan dengan munculnya cahaya itu, rinjani merasa tubuhnya menghangat. Rasa takut yang tadinya mendera seakan hilang tak tersisa. Seakan ia tengah didekap oleh sesuatu yang membuatnya merasa aman dari ancaman apapun.
Sedangkan ghanindra, ia pun melepaskan cengkeramannya dan terpental jauh ke sudut ruangan.
“Uhuk… uhuk…” rinjani jatuh tersungkur sambil memegangi dadanya. Mengambil udara sebanyak-banyaknya karena dirinya baru saja bisa bernafas dengan bebas.
“Cahaya ini, jangan-jangan.” Ghanindra merasa pernah merasakan situasi yang sama, dimana ia akhirnya terkurung di dalam gua yang memuakkan.
Benar saja, tak lama setelah itu. Muncul sosok wanita dari dalam diri rinjani yang pernah membuat dirinya terluka hanya dengan bermodalkan batu berbentuk runcing.
“Ternyata benar dugaanku. Ini adalah ulahmu” ghanindra menatap tak percaya. “Kenapa kamu bisa muncul dari manusia itu? Jangan bilang kalau kau…” Lanjutnya, namun dengan cepat kalimatnya dipotong oleh sang wanita.
“Ya, dugaanmu benar. Aku adalah leluhur dari gadis ini.” Sosok wanita yang mengenakan pakaian tradisional. Wajahnya sangat mirip dengan rinjani.
Sekali lagi, saat ghanindra melihat rinjani. Ia merasa tak asing dengan gadis itu. Akhirnya, rasa penasarannya pun terjawab dengan munculnya sosok leluhur yang ternyata pernah berhadapan dengannya.
“Hahaha… Ternyata takdir itu sangat lucu. Tak ku sangka akan bertemu dengan keturunanmu disini. Jika dahulu aku tidak bisa memangsamu, tapi tidak bagi keturunanmu. Lihatlah bagaimana aku akan membalaskan dendamku, karena kamulah aku mendapatkan hukuman ini.”
“Aku pikir, ribuan tahun berlalu, kamu akan berubah. Nyatanya aku salah. Bukan aku yang menyebabkan dirimu dihukum, tapi karena ketamakanmu sendiri ghanindra!” ucap wanita itu sambil sesekali melihat ke arah rinjani yang masih terduduk tak berdaya.
“DIAM KAU!”
Atreya yang pergerakannya telah terhenti akibat genggaman erat dari Ghanindra, tiba-tiba menghilang. Sosoknya kembali berubah menjadi asap dan hilang bak dihembus angin.Tak lama kemudian, ia kembali terlihat sedang berdiri di hadapan Ghanindra. Tak terlalu jauh, sampai ekspresi santainya dapat terlihat dengan jelas. Ghanindra sempat dibuat kesal lantaran Atreya memperlihatkan senyumnya. Entah karena dapat melepaskan diri atau meremehkan dirinya.‘Ku lenyapkan kau!’ Batin Ghanindra sambil mengepalkan kedua tangannya.Ada istilah kesabaran itu setipis tisu sepertinya memang benar. Baru dipancing begitu saja, rasanya Ghanindra ingin mengamuk. Namun, ia kembali berpikir tentang dimana tempat mereka berada. Yang ada, seluruh tempat itu akan hancur berkeping-keping.Disaat Ghanindra masih sibuk dengan gejolak batinnya, asap yang tadinya menghilang, kini kembali muncul. Bahkan mulai mengelilingi dirinya. Dengan begitu, Ghanindra kembali berkonsentrasi untuk melawan Atreya.“Sekarang, apa ya
Sepeninggal Ghanindra, Maheswari masih mematung sendirian di tempat yang sama. Ia merasa harga dirinya sebagai pemimpin hutan telah tercoreng. “Entah kenapa, ancamanmu justru membuatku semakin ingin mengganggunya.” Wanita itu menyeringai. Iapun melihat sekeliling, “Akhirnya, batu pusaka itu akan jadi milikku. Dengan begitu, kamu akan berada dalam genggamanku.” Maheswari menatap kedua tangannya yang telah pulih seperti sedia kala. “Atreya.” Tak lama setelah Maheswari menyebut sebuah nama, dari belakangnya muncul sesosok pria seperti seorang pengawal kerajaan jaman dahulu. Postur tubuhnya gagah, kulit yang bersih dan tatapan mata yang tajam seolah dapat mengetahui apa yang ada disekitarnya. “Anda memanggil saya, ratu?” Pria itu menundukkan kepalanya. “Ada hal yang harus kamu lakukan.” Jawab sang ratu tanpa menoleh ke belakang. “Apapun itu, akan hamba laksanakan.” Setelah Atreya mendengar perintah dari pimpinannyaa, ia pun segera beranjak untuk menjalankan tugas. Sementara itu, G
Rinjani terus mengikuti langkah besar pria yang berjalan di depannya. Mau tidak mau, gadis itu harus mengikutinya karena tas miliknya masih bertengger di tangan Ghanindra. Walau dirinya sudah mempercepat langkahnya, tetap saja ia tak bisa menyamakannya dengan pria tersebut.“Kembalikan tasku! Mau sampai kapan kamu mau membawanya, heh?” Rinjani berharap, dengan suaranya yang diperkeras, dapat membuat Ghanindra menghentikan langkahnya.Namun, sepertinya Rinjani harus menelan kekecewaan, melihat Ghanindra tak mengindahkan kata-katanya sama sekali.Akhirnya, kesabarannya pun habis. “Aku bilang berhenti!” Rinjani berteriak. Tak peduli sekarang mereka berdua sedang berada di tempat umum sekalipun. Semua orang yang berada di tempat itupun langsung memusatkan pandangan mereka kepada gadis itu.Tentu saja, setelah itu mata Rinjani menyapu ke segala arah. Dan akhirnya, ia pun tersenyum canggung sambil menggaruk tengkuknya sendiri.Tak disangka, Ghanindra yang tadinya bersikap cuek kini sedang m
Di sebuah hutan yang berada sangat jauh dari pusat kota, Ghanindra berdiri sendirian. Hutan dengan suasana yang mencekam, karena sinar matahari yang tak bisa menembus padatnya pepohonan yang tumbuh disana. Membuat hutan itu selalu gelap, sehingga hampir tak bisa dibedakan kapan siang dan malamnya.Sambil mengepalkan kedua tangannya, mata merahnya terus menatap jauh dengan tatapan tajamnya.“Sial, bisa-bisanya aku kalah dari manusia lemah itu!”“AAARGH…” suara Ghanindra menggelegar, sehingga membuat burung-burung yang ada disana berterbangan.“Ck… Aku kira siapa yang berani masuk ke dalam wilayahku,” wanita yang memakai pakaian tradisional berjalan mendekat. “Aku senang, akhirnya kita bisa bertemu lagi.” Maheswari, makhluk penguasa hutan yang terkenal akan sosoknya yang cantik jelita.“Biar ku tebak, sepertinya rencanamu tidak berjalan lancar ya?”Ghanindra menoleh tanpa menjawab apa-apa.“Bukankah sebelumnya aku sudah menawarkan bantuan? Harusnya kamu terima saja. Tapi sayang, kamu ma
“Dimana Sarah sekarang?!” Sontak Rinjani berteriak sambil memandang Ghanindra dengan tatapan emosi.Ghanindra tersenyum. Ia berpikir, rencana untuk membuat Rinjani terpancing akan segera berhasil.“Kamu mau tahu?” Tatapan tajam Ghanindra langsung menusuk ke dalam retina nan indah milih Rinjani.“Jangan bertele-tele. Cepat katakan, dimana kamu sembunyikan Sarah!”“Baiklah. Tapi, ada syaratnya.” Makhluk itu menyeringai.“Kamu harus memohon kepadaku untuk mengembalikan temanmu sekarang juga.”“Kalau begitu, aku mo…” Rinjani segera menghentikan kata-katanya.‘sebentar. Bukannya itu berarti aku membuat permohonan? Setelah itu, makhluk itu akan…’ untung saja diwaktu yang tepat, Rinjani menyadari rencana yang dilakukan oleh Ghanindra.“Lanjutkan!” Ucap Ghanindra.“Ha… Hahaha” Rinjani tertawa terbahak-bahak. “Jadi itu tujuanmu heh? Membuatku memohon agar kamu bisa leluasa memangsaku? Jangan harap hal itu akan terjadi!” Lanjutnya.“Wah, aku akui ternyata kamu pintar juga. Bisa menyadari rencan
Dalam kegelapan, perlahan Sarah membuka matanya. Walau awalnya terasa sangat berat, namun ia tetap berusaha untuk menggerakkan serta tubuhnya. Karena belum sepenuhnya pulih, gadis itu pun tidak bisa memastikan dengan jelas dimana ia sekarang. Tapi yang jelas, suasana tempatnya membuka mata seperti sangat familiar.Dengan pandangan setengah kabur, Sarah memperhatikan sekeliling. Samar-samar ia seperti melihat ada beberapa tumpukan batu yang berjejer rapi dan ditancapkan setengahnya ke dalam tanah.Sarah mencoba bangun. Setelah berhasil duduk, gadis itu yakin jika saat ini ia sedang berada di atas rerumputan. Namun, setelah beberapa saat ia pun dibuat terkejut. Setelah penglihatannya benar-benar jelas, Sarah menyadari jika saat ini ia terbangun di tengah-tengah area pemakaman.“Aku kok bisa ada disini?” Panik setengah mati, Sarah membelalakkan matanya ke segala penjuru.Bayangkan saja, berada di tempat yang dikenal angker oleh sebagian besar masyarakat di tengah malam. Apa tidak disebut
Pagi kembali menyapa. Dalam tidurnya, Rinjani merasa tubuhnya seakan dibelai oleh hangatnya sinar matahari yang menerpa dirinya. Ia pun perlahan bangkit dan melihat jam yang menempel di dinding kamarnya. Ya, sekarang sudah waktunya bersiap untuk kembali beraktifitas. Padahal, Rinjani merasa baru beberapa jam yang lalu memejamkan matanya.Tapi tak ada waktu untuk mengeluh. Toh, keputusan untuk menemui Mbah Marno semalam adalah keputusannya. Justru, ia harus berterima kasih kepada sahabatnya karena dengan ikhlas mau mengantarkan dirinya walau ditengah malam dan berada ditengah hutan pula.Seperti biasa, ia mulai merapikan dirinya. Bersiap untuk berangkat menuju tempatnya bekerja. Rinjani tersenyum di depan cermin yang tidak terlalu besar setelah memastikan jika pakaian yang dikenakan dan riasan yang menempel pada wajahnya telah melekat sempurna.“Perfect!” Rinjani melenggang keluar dari apartemennya.Hari ini, gadis itu memutuskan untuk menggunakan kendaraan umum. Entah kenapa, hari ini
“Sebuah kehormatan bisa bertemu dengan anda, wahai Ghanindra.” Sesosok wanita muncul dari arah belakang Ghanindra.Dengan mengenakan pakaian tradisional yang didominasi oleh warna hijau dan dengan cara berjalannya yang anggun, wanita itu berjalan mendekatinya. Walau berasal dari kegelapan, tapi Ghanindra dapat melihat dengan jelas bahwa wanita itu memiliki paras yang rupawan.“Selama ini saya hanya mendengar tentang anda. Dan, saya pikir, kabar tersebut tak berlebihan.” Lanjutnya.Ghanidra sama sekali tak merespon sapaan tersebut. Hingga akhirnya, wanita itu tepat berada dibelakangnya dan menundukkan wajahnya sedikit sebagai tanda penghormatan.“Sepertinya ada yang sedang anda inginkan. Jika berkenan, bolehkah saya membantu?” Mata cantik nan tajamnya melihat ke arah kediaman Mbah Marno.“Tidak perlu.” Tanpa menoleh sedikitpun, Ghanindra menjawab dengan nada datar.Senyum wanita itupun tak pernah lepas, “Sebagai penguasa tempat ini, saya hanya ingin memberikan yang terbaik untuk tamu t
“Manusia kali ini benar-benar merepotkan. Seharusnya, dia langsung saja meminta permohonan. Toh, ia tahu kalau masa hidupnya sudah tidak lama lagi.” Aku memperhatikan dari atap gedung tempat Rinjani bekerja.“Percuma saja kamu meminta pertolongan. Karena tak ada siapapun yang dapat membantumu untuk lepas dari takdir yang sudah terjalin antara kita berdua.”Yah, untuk sementara ini aku memutuskan untuk memperhatikan apa yang akan gadis itu lakukan. Sama seperti para mangsaku sebelumnya, ia sangat bertekad untuk bisa lepas dariku. Sampai-sampai dia mencari tahu apapun tentangku. Usaha yang tak pernah dilakukan oleh mangsa-mangsaku sebelumnya.Walau tak bisa dipungkiri, hal itu karena bantuan dari leluhurnya. Siapa lagi kalau bukan wanita yang menyebabkan diriku terkurung di dalam gua. Tapi, semua itu jadi membuatku sedikit tertarik. Aku jadi seperti hewan buas yang memainkan mangsanya sebelum benar-benar membunuhnya.Tak terasa, bibirku terangkat membentuk sebuah seringai. Aku sudah ta