Home / Romansa / Terjerat Cinta Sipir Penjara / Hukum Tak Memihak Si Miskin

Share

Hukum Tak Memihak Si Miskin

Author: mitchan
last update Huling Na-update: 2023-03-05 20:55:06

Ketika mendengar perintah penahanan itu, Hanzel langsung meloncat turun dari tempat tidurnya. Ia sangat terkejut. Bagaimana bisa seorang korban pelecehan yang hendak melaporkan kasusnya malah ditahan atas tuduhan pembunuhan? Ia korban, bukan pelaku!

“Aku tidak melakukan apapun! K-Kalian tidak berhak menahanku!” seru Hazel.

Melihat Hazel terlihat panik, Handika langsung berdiri dari kursinya. Pria itu menatap ke arah Hazel. Tidak ada yang bisa dilakukan olehnya ketika seorang polisi membawa surat penahanan yang sah.

“Kami sudah memeriksa TKP. Kami menemukan sebuah surat yang dapat dijadikan bukti bahwa anda terlihat dalam kasus pembunuhan korban R!” jelas polisi itu.

Dua orang polisi lainnya langsung berlari ke arah Hazel. Mereka melakukan hal yang sama seperti Casey tadi, yaitu memborgol kedua tangan Hazel dengan plastic handcuffs.

Dua orang itu langsung mendorong tubuh Hazel dan memaksanya untuk keluar dari ruangan itu. Mereka hendak membawa Hazel ke mobil polisi mereka untuk membawanya ke kantor pusat yang ada di pusat kota.

"Handika, sebaiknya anda kembali ke kantor! Sebelum kasus ini diselidiki lebih lanjut, jangan sebarkan rumor apapun di lapas," perintah polisi itu.

Handika mengangguk setuju. Seperti yang sudah diperintahkan olehnya, ia segera kembali ke tempatnya bertugas, yaitu di lapas atau tempat untuk membina narapidana dan anak didik pemasyarakatan.

Handika menuju ke arah motor matic yang ia parkir di halaman depan. Ia pikir para polisi sudah membawa pergi Hazel, tetapi mobil polisi yang ditumpangi Hazel masih terparkir rapi di halaman. Dari tempat parkir motornya, Handika bisa melihat wajah Hazel dari kaca mobil.

Dari kejauhan Hazel tampak sedang menundukkan kepalanya. Tidak banyak yang Handika lihat karena beberapa helaian rambut Hazel menutupi wajah perempuan itu. Dengan berat hati Handika kembali ke lapas untuk bekerja. Sejujurnya Handika ingin mengikuti proses penyelidikan kasus yang menimpa Hazel. Sayangnya Handika bukan detektif, jadi ia tidak diperbolehkan untuk mengunjungi TKP kasus tersebut.

***

Sesampainya di kantor polisi di pusat kota, Hazel dituntun oleh dua orang polisi ke ruang interogasi. Tentunya kedua polisi tersebut membawa Hazel secara paksa dengan cara mendorong-dorong tubuh perempuan itu. Meskipun Hazel sudah tidak membantah lagi, tetapi mereka tetap memperlakukan Hazel dengan kasar.

"Duduk dengan tenang dan tunggu seorang detektif menginterogasimu!" seru salah satu polisi dengan suara lantangnya.

Hazel didorong ke tempat duduk yang di depannya ada sebuah meja dari besi. Wanita itu sempat hampir terjatuh ke belakang karena perlakuan kasar dari polisi yang menangkapnya.

Setelah Hazel duduk di salah satu kursi di ruangan itu, kedua polisi tadi segera meninggalkannya. Tugas mereka sudah selesai dan kini Hazel diminta untuk menunggu seorang detektif untuk menanyainya dengan beberapa pertanyaan soal kasus itu.

Kini hanya tinggal Hazel sendirian di ruangan sempit itu. Ia sempat mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Ruangan itu cukup sempit dan hanya diisi dengan dua kursi yang saling berhadapan tetapi dibatasi oleh satu meja besi berbentuk persegi panjang. Di salah satu dinding ruangan itu terdapat sebuah cermin yang luas.

Hazel bukan orang bodoh. Ia cukup tahu jika cermin itu adalah cermin dua arah. Orang yang berada di seberang ruangan itu bisa melihat apa yang dilakukan Hazel. Mereka pasti memantau Hazel dari ruangan yang lainnya.

Setelah menunggu sekitar lima menit lamanya, akhirnya seorang detektif datang. Pria berkumis yang bertugas untuk menginterogasi Hazel itu langsung duduk di kursi yang berseberangan dengannya. Sebelum mengajukan pertanyaan, ia sempat mengeluarkan voice recorder dan menekan tombol rekam untuk bukti dokumentasi dengan terduga kasus pembunuhan itu.

"Seperti yang sudah anda ketahui, alasan anda berada di sini adalah dugaan kasus pembunuhan yang menimpa korban Rendra, pria berusia 32 tahun. Apa yang anda lakukan di kediaman korban kemarin malam, tepatnya tanggal 3 Maret 2023?” Pertanyaan pertama diajukan oleh detektif itu.

Hingga satu menit lamanya, tidak ada sahutan dari Hazel. Wanita itu hanya diam dengan kepala yang tertunduk. Ia rasa tidak ada yang perlu dijawab.

"Nona, jangan menghambat penyelidikan kami. Jika anda ingin mendapatkan keringanan hukuman, tolong bekerja sama dengan kami selama proses penyelidikan!” bentak detektif itu.

Hazel sempat terperanjat saat mendengar bentakan dari detektif yang sedang menginterogasinya itu. Karenanya, Hazel berani menegakkan kembali kepalanya untuk menatap lawan bicaranya itu.

"Aku hendak mencari ibuku. Aku bukan pembunuh, tetapi aku adalah korban, Pak!” seru Hazel.

Detektif itu diam. Ia memberi kesempatan bagi Hazel untuk berterus-terang sebab Hazel terlihat sedang menarik napasnya dalam-dalam sebelum ia kembali berbicara.

"Dia melecehkanku! Aku tidak membunuhnya, tetapi aku mencoba membela diriku sendiri, Pak! Kenapa aku harus ditangkap untuk itu? Aku korban!” teriak Hazel.

Hazel tidak mampu menahan air matanya lagi. Kini ia kembali menangis. Rasanya seperti jatuh lalu tertimpa tangga. Kesialannya menjadi berlipat ganda. Ia sudah kehilangan martabatnya, dan sekarang ia dituduh sebagai pembunuh.

"Anda bukan korban, tetapi adalah pelaku. Jujur saja, hubungan kalian adalah suka sama suka, lalu korban R tak sengaja melakukan kesalahan dan anda marah," tuduh detektif itu tak percaya dengan penjelasan Hazel.

Detektif itu berkata demikian sebab bukti di TKP mengarah pada Hazel sebagai pembunuhnya. Banyak sidik jari Hazel tertinggal di lampu tidur dan pecahan cermin yang menjadi senjata untuk menghabisi nyawa Rendra. Ditambah dengan ditemukannya surat perjanjian Hazel yang menuntut Rendra untuk memberikan semua kekayaannya ketika mereka menikah nanti. Itu menjadi barang bukti dari kasus tersebut.

"Aku tidak menulis apapun!” Tak terima dituduh, Hazel langsung mengelak ucapan detektif itu.

"Surat itu berlumuran darah dan terdapat sidik jari anda, Nona. Bukankah anda memaksa korban R untuk menandatangani surat perjanjian itu sebelum anda menghabisinya dengan membabi buta?” Lagi-lagi detektif itu menuduh Hazel.

Hazel menggelengkan kepalanya. Tubuhnya seketika lemas. Ia baru saja difitnah. Tidak ada surat perjanjian yang dibuat olehnya. Ia tidak butuh uang, yang ia butuhkan adalah keadilan!

"Dari laporan beberapa saksi, anda dan korban R memang sudah berhubungan sejak lama. Bahkan korban R sudah meminta izin untuk menikahi anda, tetapi anda memberikan syarat kepada korban R perihal harta," ujar detektif itu.

Hazel benar-benar lemas. Ia menyandarkan punggungnya di sandaran kursi sebab ia hampir kehilangan kesadarannya ketika tuduhan demi tuduhan dilontarkan kepadanya.

Detektif itu mematikan voice recorder-nya. Ia lalu berdiri, tetapi masih diam di tempatnya. Ia menatap Hazel yang sedang tertunduk dan menangis itu.

"Anda berhak mendapatkan pengacara selama kasus ini diselidiki. Hukuman yang akan anda terima tergantung dengan pembelaan logis, bukan sekedar pengakuan dusta," ujar detektif itu sebelum meninggalkan Hazel sendirian.

Setelah pintu besi itu kembali tertutup, Hazel menangis sejadi-jadinya. Tidak pernah terbayangkan olehnya ia akan dituduh sebagai seorang pembunuh setelah melakukan pembelaan atas pelecehan yang menimpanya. Sekeras apapun tangisan Hazel, tidak akan ada yang mengasihi atau menolongnya.

***

Seperti yang sudah dikatakan detektif lima jam yang lalu, Hazel benar-benar mendapatkan seorang pengacara. Kini pengacara itu sedang duduk di hadapan Hazel yang masih menundukkan kepalanya.

"Nona Hazel, saya tidak bisa membantu jika anda terus-terusan diam seperti ini. Bagaimana saya bisa menolong anda jika anda tidak memberikan saya clue sedikitpun?” tanya pengacara itu.

Sudah lebih 30 menit Hazel hanya diam saja. Pengacara itu sudah berulang kali bertanya kepada Hazel, tetapi kliennya itu masih setia menutup mulutnya rapat-rapat.

"Nona, jika saya tidak diminta langsung untuk membantu anda, maka saya lebih memilih untuk diam di rumah menikmati waktu libur saya," kata pengacara itu.

Tanpa disadari, Hazel diam-diam tersenyum miring setelah mendengar perkataan pengacara di depannya. Belum memberikan pembelaan saja respons pengacara itu membuatnya kecewa.

Sehina itukah orang miskin di mata hukum di negaranya? Orang-orang itu bahkan tidak memberikan kesempatan bagi Hazel untuk menenangkan dirinya. Ia masih terlalu shock untuk menerima kenyataan itu.

"Nona, apa anda tahu hukuman apa yang mungkin akan anda terima jika kalah dalam pengadilan?” tanya pengacara itu.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Terjerat Cinta Sipir Penjara   Mengapa Begitu Peduli?

    Tidak seperti kebanyakan sipir yang bertugas di lapas itu, nada bicara Handika saat ia memberi perintah kepada Hazel tidak kasar. Meskipun demikian, jika didengar baik-baik, Handika berbicara dengan nada dinginnya. Sejujurnya itu lebih menyeramkan daripada bentakan, tetapi Hazel mengabaikannya. Apa yang bisa diharapkan dengan kehidupan di lapas? Ia bukan siapa-siapa dan hanyalah seorang tahanan, wajar saja jika sipir bersikap semena-mena dengannya. Perintah singkat itu langsung dituruti oleh Hazel meskipun dengan setengah hati ia melakukannya. Pikirnya daripada Hazel harus berdebat, lebih baik ia melaksanakan perintah itu. Hazel sadar diri dengan posisinya. Jika ia melawan perintah seorang sipir, mungkin ia bisa kena marah lagi seperti yang dilakukan Emma. Ya, meskipun sejauh ini Handika tidak pernah bersikap kasar kepadanya. Satu-satunya sipir yang bersikap baik kepada Hazel di lapas itu adalah Handika. Setelah memastikan Hazel sudah duduk, Handika segera bergegas mengambil jatah m

  • Terjerat Cinta Sipir Penjara   Hidup Serasa di Neraka

    “Berhenti membuatku muak dan mencari perhatian orang-orang di sini! Kau mencoba menarik simpati dengan bersikap lemah seperti ini, hah? Kau cuma perempuan kasar yang gila harta milik suami orang, jadi lebih baik kau pahami batasanmu,” cecar Emma. Emma melepaskan cengkeramannya dari pergelangan tangan Hazel. Hazel merasa lega karena Emma tidak lagi menahannya. Ia tidak lagi merasakan sakit akibat dari cengkeraman tangan Emma. Namun, ternyata Hazel salah. Emma kembali menyakiti Hazel dengan menjambak rambut panjangnya hingga kepala wanita itu sedikit terdongak. Sekarang Hazel bisa melihat langit-langit kantin di atasnya.“Ouch!” pekik Hazel kesakitan.Jambakan itu mengingatkan Hazel dengan kejadian buruk yang menimpanya. Ia teringat saat Rendra menarik rambut panjangnya dan ia didorong hingga wajahnya membentur cermin meja rias hingga pecah. Bahkan bekas lukanya masih belum terlalu kering karena ia tidak mendapatkan pengobatan yang layak. Saat Hazel ditahan, ia hanya mendapatkan perawa

  • Terjerat Cinta Sipir Penjara   Keputusan Handika

    “Jadi... pelaku pelecehan Hazel adalah kakakmu?" Dokter Lee tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya, tetapi sebisa mungkin ia menjaga cara bicaranya agar tidak terlalu keras.Dokter relawan itu sempat mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Ia memastikan jika tidak ada orang selain mereka di lorong itu.Handika mengangguk dengan lemah. Ada perasaan lega meskipun hanya sedikit setelah ia membagi rahasianya itu. Setidaknya ia tidak harus menanggung beban itu seorang diri. Namun, tidak bisa dipungkiri jika perasaan bersalah akan selalu singgah di hatinya.“Jadi ini alasannya kenapa kau terlihat begitu peduli dengannya? Handika, ini terlalu berbahaya," kata Dokter Lee.Dokter Lee menanggalkan panggilan ‘Pak’ untuk Handika sebab ia merasa pria itu telah membuka hubungan lebih jauh dari sekedar rekan kerja. Mungkin teman, karena teman selalu berbagi rahasia.“Orang-orang mulai membicarakanmu di kantor. Aku tahu itu karena aku tidak sengaja menguping pembicaraan mereka. Mungkin setelah ini

  • Terjerat Cinta Sipir Penjara   Kabar Kehamilan

    “Bagaimana liburanmu? Masih ingin berbuat onar lagi?" cibir Emma.Emma tersenyum puas saat melihat penampilan Hazel yang berantakan. Di sel tikus, seorang tahanan tidak bisa mandi karena hanya ada satu closet duduk saja. Tak ada cermin ataupun wastafel yang menjadi sumber sanitasi bagi tahanan. Wajar saja jika penampilan Hazel sangat kumal. “Jika kau berbuat onar lagi, maka hukuman bisa ditambah menjadi 14 hari. Paham tidak?" Emma langsung mendorong Hazel dan menyuruh wanita itu untuk keluar dari sel tikus.Berbeda dengan Emma yang terlihat puas dengan kondisi Hazel, Handika justru menatap iba ke arah wanita itu. Berada di dalam ruangan sempit dengan banyak lampu yang amat terang membuat sepasang mata Hazel mengering. Rambut panjangnya kusut dan sedikit basah karena keringat, serta bibir dan kulitnya sangat kering —tampak sedikit pecah-pecah. Tubuh Hazel juga semakin kurus karena setiap Handika memberinya jatah makan, wanita itu tidak pernah menghabiskannya. Hanya beberapa sendok saja

  • Terjerat Cinta Sipir Penjara   “Menemanimu”

    Seperti yang tertulis di peraturan, sel tikus memang diperuntukkan bagi para tahanan yang membuat pelanggaran. Jadi, sel tersebut memang didesain khusus untuk memberi efek jera, salah satunya adalah membiarkan sel tersebut dalam kondisi sangat terang selama 24 jam. Tidak ada celah apapun. Ruangan itu benar-benar tertutup rapat. Untuk sirkulasi udaranya, ruangan itu hanya mengandalkan satu blower kecil di langit-langit atap. Sedangkan lampunya ada banyak dan semua menyala dengan terang dengan tombol yang ada di luar agar para tahanan yang sedang dihukum tidak bisa mematikannya.“Hazel...,” panggil Handika karena tidak ada balasan dari wanita itu.Semua kepedulian Handika itu adalah bentuk belas kasihannya. Ia tidak tega ketika melihat seseorang harus menanggung konsekuensi atas ulah yang tidak pernah dilakukannya.“Jawab aku,” pinta Handika.Hazel bisa mendengar suara Handika dengan jelas meskipun pria itu sedang berbicara dengan pelan dan sedikit lembut. Itu karena posisi Hazel masih

  • Terjerat Cinta Sipir Penjara   Sel Tikus

    “Kau bisa membawanya setelah dia diobati. Kau bisa lihat sendiri, ‘kan? Kondisinya begitu berantakan,” jelas Handika. Handika menatap iba ke arah Hazel. Wanita itu menundukkan kepalanya dalam-dalam. Karena ia menunduk, tetesan darah segar dari hidung lebih mudah jatuh membasahi pakaiannya. Handika bermaksud memutar otak untuk mencari alasan lain agar Emma tidak jadi membawa Hazel ke sel tikus. “Loe makin hari makin enggak masuk akal, Han. Aturannya kita baru bisa mengobati tahanan setelah mereka menjalani masa hukuman di sel tikus. Di lapas pria juga begitu, ‘kan? Jangan pura-pura lupa!” Saat sudah kesal seperti ini Emma tidak lagi berbicara dengan bahasa formal seperti kesehariannya di tempat kerja. “Sudah, mending loe diem aja, Han! Loe cuma pendatang di sini!” Emma sedikit menyentak tangan Hazel sebelum ia melanjutkan langkah kakinya. Ia mengabaikan Handika meskipun pria itu berulang kali memangil namanya. “Emma!” Handika tak menyerah. Sekali lagi ia memanggil Emma dengan sua

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status