Share

Uang Sogokan Demi Memenangkan Kasus

“Nona! Anda mendengarkan saya atau tidak?” tanya pengacara itu sambil menggebrak meja.

“Jika anda tidak mau berbicara, maka kasus ini sudah jelas akan dimenangkan oleh keluarga korban! Asal anda tahu, jika kasus ini terbukti benar, maka sesuai dalam pasal 338 KUHP, anda akan terjerat hukuman maksimal pidana mati!" tegas pengacara itu.

Pengacara itu terpancing emosi saat melihat Hazel masih saja diam sambil menundukkan kepalanya.

Gertakan itu akhirnya membuat Hazel menegakkan kembali kepalanya secara perlahan. Untuk pertama kalinya sepasang mata Hazel bertemu pandang dengan mata pengacara yang penuh kilat amarah itu.

Kenapa sekarang jadi Hazel yang bersalah? Ia korban di sini, tetapi orang-orang seolah yakin jika ia adalah pembunuhnya. Bahkan sedikit pun tidak ada perlakuan baik dari pihak yang berwenang untuknya.

“Tapi aku benar-benar tidak membunuhnya! Aku berani bersumpah!” teriak Hazel.

Tak betah dengan desakan itu, akhirnya Hazel menceritakan kronologis kejadian malam itu, mulai dari alasannya ke rumah Rendra sampai bagaimana akhirnya ia memutuskan untuk melukai Rendra hingga menyebabkan pria itu tewas di tempat.

Hazel membeberkan semua fakta versi dirinya kepada pengacara itu. Hazel pikir setelah ini pandangan pengacara itu akan melembut, tetapi ia salah besar.

Hazel mulai risih ketika pengacara itu memandang rendah dan tak percaya ke arahnya. Parahnya lagi ia menyanggah semua kebenaran versi Hazel soal malam itu.

“Namun, fakta di lapangan sangat berbeda, Nona. Soal perjanjian peralihan harta dan semua sidik jari yang menempel di kertas itu,” sanggah pengacara itu.

Hazel membulatkan kedua matanya.

Hazel ingat dan tidak salah dengar jika pengacara itu didatangkan memang untuk membantunya selama proses penyelidik hingga pengadilan kasus berlangsung.

Akan tetapi, justru Hazel merasa didesak dan tidak nyaman dengan pertanyaan yang terlontar selama proses wawancaranya itu.

“Dengan apa anda akan membuktikan jika memang benar kertas perjanjian itu bukan anda yang mencetaknya?” tanya pengacara itu.

Hazel diam sejenak. Ia berpikir keras untuk mencari bukti yang dapat digunakan dalam proses pembelaannya itu.

“Oh, itu!” seru Hazel saat ia teringat sesuatu.

“Pesan singkat di ponsel saya! Saya yakin pesan itu dikirim langsung oleh Rendra menggunakan nomor ibu saya! Itu yang menjadi alasan saya ke rumah itu. Kalau tidak, tentu saya tidak sudi ke sana,” beber Hazel.

Pengacara itu terlihat memijat pelipisnya sesekali sambil menghela napasnya dengan kasar.

“Nona, apakah anda tidak tahu jika ibu anda memang sudah datang ke sini untuk memenuhi panggilan polisi? Mereka sudah mengintrogasinya,” ungkap pengacara itu.

“Lalu?” tanya Hazel.

Pengacara itu sempat menggelengkan kepalanya sebelum ia menjawab pertanyaan dari Hazel.

“Saya tidak tahu, yang jelas tidak ada pesan singkat seperti yang anda maksud. Kalian berdua seperti telah bersekongkol sehingga pihak kepolisian tidak bisa mempercayai ucapan anda,” jawab pengacara itu.

“Sebegitu inginkah kalian hidup mewah sampai-sampai berkomplotan untuk menghabisi nyawa korban? Kasus ini bisa berubah menjadi pembunuhan berencana dan ibu anda bisa terseret juga,” lanjutnya.

Lagi-lagi Hazel dibuat shock berat sebelah mendengar jawaban dari pengacara itu. Ini bukan satu atau dua kali pengacara itu menyalahkan dirinya. Untuk apa menjadi kaya jika kehidupan biasanya sudah menyenangkan? Semua tampak baik-baik saja, apalagi Hazel memperoleh beasiswa di salah satu perguruan tinggi ternama di Jakarta. Ia tidak membutuhkan kekayaan dari orang lain sebab ia mampu mendapatkannya dengan usaha sendiri ketika ia lulus sarjana nantinya.

“Saya tidak mengada-ada,” bela Hazel untuk dirinya.

Dalam pikiran Hazel, ia bertanya-tanya mengapa tidak ada satupun bukti yang dapat ia gunakan untuk membela diri? Lalu, kenapa tidak ada satu pun orang yang mempercayainya? Semua seperti skenario yang telah dirancang untuk menjebak dan menjebloskannya ke penjara.

“Saya tidak bisa menjamin kasus ini akan dimenangkan oleh anda, Nona. Jika benar ada pelecehan yang dilakukan korban R, mungkin hakim tetap tidak bisa memutuskan ini sebagai kasus pembelaan. Luka yang dialami korban R terlalu parah. Itu bisa dinilai sebagai kasus penganiayaan berat yang berujung pada kematian," tutur pengacara itu.

Air mata Hazel rasanya sudah sangat kering. Hatinya terasa sakit dan sesak, tetapi ia tidak bisa meluapkan emosinya itu. Menangis pun tak bisa. Akhirnya ia kembali menundukkan kepalanya dalam-dalam.

“Lalu... untuk apa anda datang kemari? Saya lihat sejak tadi, anda tidak pernah sekalipun mempercayai dan menenangkan saya,” ucap Hazel pelan.

Hazel benar-benar kecewa. Percuma saja pembelaan dan serangkaian kejadian yang sudah ia beberkan kepada pengacara itu. Ujungnya tidak ada satu pun yang dipercayai, bahkan pengacara itu malah mempertanyakan kebenaran dari ceritanya itu.

“Apakah anda membayar saya? Apa yang bisa anda harapkan dari jasa pengacara gratis kepolisian? Seharusnya anda sadar diri, atau minimal memberikan sedikit bonus atas waktu dan tenaga yang sudah saya kerahkan.”

Setelah mengatakannya, pengacara itu meninggalkan Hazel sendirian. Ia bahkan sempat membanting pintu besi itu dengan kasar.

Pengacara itu memang ditugaskan oleh pengadilan negeri untuk membantu siapa saja yang terlibat hukum. Seperti di dalam kasus Hazel, karena ia tidak memiliki cukup uang, ia tidak bisa menyewa pengacara sendiri. Oleh sebab itu pengacara tersebut ditugaskan oleh lembaga untuk membela Hazel. Begitu maksud yang sebenarnya. Sayangnya sampai detik ini, pengacara itu tidak melakukan tugasnya dengan benar. Bukannya pembelaan yang Hazel dapatkan, perempuan itu malah didesak dan disalah-salahkan.

Sikap pengacara itu tidak mungkin demikian kalau saja ia tidak diiming-imingi dengan nominal uang yang banyak. Sebelum menangani kasus Hazel, pengacara itu lebih dulu bertemu dengan Casey. Secara diam-diam Casey —Istri Rendra— memberikan uang sogokan kepada pengacara itu agar ia berpihak kepada suaminya. Nominal uang sogokan itu tidak sedikit, jadi pengacara tersebut tergoda dan memilih untuk menyetujui kesepakatan yang telah dibuat Casey.

Begitupun dengan beberapa polisi yang menangani kasus suaminya itu. Bagi sebagai polisi yang dinilai Casey berpengaruh di dalam lembaga itu, ia telah mempengaruhi mereka.

Casey rela merogoh uang tabungan suaminya untuk membalas dendam kepada Hazel dengan cara seperti itu. Sejak awal Casey memang sudah membenci Hazel karena perempuan itu memilih paras yang cantik meskipun dari kalangan ekonomi bawah.

Kebenciannya itu semakin bertambah ketika suaminya mulai tertarik dengan Hazel dan perlahan mengabaikan dirinya. Ditambah lagi saat Rendra meminta izin kepadanya secara terang-terangan bahwa ia ingin menjadikan Hazel istri keduanya. Istri mana yang tidak akan marah?

Seharusnya Casey ikut membenci Rendra karena sifat gila perempuannya itu. Namun, mau bagaimana pun Rendra-lah sumber kekayaannya.

Saat Rendra tewas, Casey semakin marah dan membenci Hazel. Casey sudah cukup menderita karena kehilangan suami sekaligus sumber pemasukannya, jadi Hazel pun harus merasakan penderitaan yang sama.

Tentu saja Casey tidak mau jika Rendra dianggap sebagai pelaku pelecehan, jadi yang harus ia lakukan adalah membalikkan keadaan dengan menjadikan Hazel sebagai pembunuh suaminya. Ia bertekad untuk menjebloskan Hazel ke penjara. Dengan begitu ia akan puas meskipun ia tidak bisa mengembalikan hidup suami kayanya itu.

“Nona, ikut saya ke sel sekarang! Kami harus menahan anda selama proses pengadilan berlangsung,” ucap seorang polisi yang baru saja masuk ke ruangan Hazel.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status