Home / Romansa / Terjerat Cinta Sipir Penjara / Keduanya Memiliki Hubungan

Share

Keduanya Memiliki Hubungan

Author: mitchan
last update Last Updated: 2023-03-18 22:08:35

Polisi itu tidak memberikan kesempatan bagi Hazel untuk berbicara. Ia langsung menarik paksa Hazel, lalu membawa wanita itu keluar dari ruangan tersebut.

Tentunya sebelum membawa Hazel ke rumah tahanan, ia memastikan bahwa borgol di tangan Hazel masih aman. Ia tidak mau Hazel kabur, meskipun hal tersebut tidak mungkin terjadi.

“Izinkan saya bertemu dengan ibu saya terlebih dahulu. Ada yang ingin saya sampaikan,” pinta Hazel saat polisi itu mendorong tubuhnya ke arah pintu keluar kantor kepolisian.

“Tidak ada hak istimewa bagi anda, Nona!” tolak polisi itu.

Meskipun sudah ditolak, Hazel tetap memohon-mohon agar ia diizinkan untuk menemui ibunya. Sayangnya, untuk kesekian kalinya Hazel ditolak, bahkan polisi itu sempat membentak dan mendorongnya dengan kasar karena permintaannya itu.

Saat kaki Hazel baru saja menginjak teras depan kantor kepolisian, ia langsung disambut dengan banyak cahaya lampu kamera yang ditujukan ke arahnya. Rupanya sudah ada puluhan wartawan yang siap memburu berita soal kasus pembunuhan di pemukiman tempat Hazel tinggal. Mereka saling berdesakan dan berebut untuk mewawancarai Hazel. Ada beberapa yang berteriak meskipun sudah diperingatkan oleh petugas kepolisian. Adapun beberapa yang tetap memotret ke arah Hazel meskipun sudah dilarang.

“Nona, apa motif yang melatarbelakangi anda melakukan pembunuhan itu?!” tanya salah seorang wartawan dengan cara berteriak.

Wartawan itu terus mendesak untuk mendekat. Mereka saling mendorong pihak kepolisian yang sengaja berbaris membentuk pagar disepanjang teras depan kantor itu.

Hazel malu karena pihak kepolisian tidak memberikannya penutup wajah yang bisa digunakan untuk menyembunyikan identitasnya. Ia hanya bisa menundukkan kepalanya, berharap agar tidak ada wartawan yang berhasil menjepret wajahnya.

Saat Hazel baru saja menuruni tangga pertama di teras kantor polisi itu, ada seseorang yang berhasil meraih bahunya dari belakang. Orang itu tidak sekedar menyentuh bahu Hazel, tetapi juga menariknya hingga tubuh wanita itu sedikit menghadap ke arahnya.

“Putriku yang malang!” seru Citra seraya menangkupkan kedua tangannya di pipi Hazel.

Rupanya yang baru saja meraih bahu Hazel adalah ibunya yang baru saja selesai diintrogasi oleh polisi.

Citra hanya diperiksa tanpa ditahan, jadi ketika sudah selesai ia diizinkan untuk kembali ke rumah. Kebetulan ketika Citra keluar dari kantor polisi itu, ia bertemu dengan Hazel yang hendak dibawa ke rumah tahanan di samping gedung utama.

“I-Ibu!”

Hazel terkejut sekaligus merasa senang dengan pertemuannya itu. Akhirnya ia tidak merasa khawatir lagi karena ibunya itu tidak harus ditahan akibat kasusnya.

Citra langsung memeluk putrinya dengan erat. Ia sempat didorong oleh polisi yang hendak membawa putrinya itu ke rumah tahanan. Namun, ia tidak terlalu menggubrisnya karena yang ia mau hanyalah bertemu dengan putrinya itu.

“Nyonya, jangan halangi kami!” bentak polisi itu sambil mendorong tubuh Citra dengan kasar.

Citra bersikukuh mempertahankan posisinya itu. Pelukannya sangat erat sehingga polisi itu cukup kesulitan menyingkirkannya dari dekat Hazel.

“Anda bisa ditahan karena menghambat proses penyelidikan, Nyonya!” Emosi polisi itu kian bertambah karena Citra tetap tidak mau melepaskan Hazel.

Polisi itu bisa saja memukul Citra, tetapi ia perlu menjaga image-nya di depan wartawan yang sejak tadi masih saja memotret ke arah Hazel.

Hazel langsung sadar jika ia tidak mempunyai banyak waktu yang tersisa untuk bersama dengan ibunya itu. Ia segera mendekat ke arah Citra dan langsung membisikkan sesuatu yang sangat ingin ia sampaikan kepada ibunya sejak tadi.

“Ibu, setelah aku pergi, tolong jangan katakan apapun kepada polisi untuk membelaku. Apapun itu, tolong tutup mulutmu rapat-rapat, Bu," bisik Hazel.

Bertepatan dengan Hazel yang baru saja selesai membisikkan kalimatnya itu, tubuhnya langsung ditarik paksa oleh polisi. Akibatnya pelukan Citra terlepas dan polisi segera membawa pergi.

“Putriku!” teriak pilu Citra melihat kepergian putrinya.

Ketika Citra hendak menyusul, tangannya lebih dulu ditahan oleh polisi yang lainnya.

“Cepat kembali pulang atau anda kami tahan, Nyonya!” ancam polisi itu.

Hati Citra sangat terluka ketika ia harus berpisah dengan putrinya. Terlebih lagi saat ia harus melihat Hazel ditahan karena kejahatan yang sama sekali tidak dilakukan secara sengaja oleh putrinya itu.

Kondisi di kantor polisi itu tidak jauh berbeda dengan Tempat Kejadian Perkara di pemukiman tempat Hazel tinggal. Banyak sekali wartawan yang berbondong-bondong datang ke TKP untuk berburu berita ter-up to date-nya. Mereka berkerumun di depan garis polisi dan sesekali mencoba memotret apa saja untuk dijadikan berita.

Di antara kerumunan itu, Handika berdiri sambil melihat ke arah kediaman Rendra.

“Han!” seru seorang laki-laki ber-hoodie hitam yang sedang berdiri di depan pintu gerbang kediaman Rendra.

Handika tersadar dari lamunannya. Ia mengangkat tangan kanannya itu untuk menyapa detektif yang merupakan temannya yang bekerja di divisi investigasi.

Gio —nama detektif itu— langsung berlari ke arah Handika. Ia dengan cepat menarik tangan Handika lalu membawanya masuk melewati garis polisi yang terpasang mengelilingi TKP.

Gio adalah teman lama Handika. Mereka satu sekolah ketika SMA dulu, bersama dengan polisi yang sempat dimintai Hazel mengurus laporannya tadi pagi.

“Kamu tidak bekerja? Kenapa kamu ada di sini?” tanya Gio keheranan.

Gio melihat Handika masih menggunakan seragam kerjanya yang berwarna biru muda itu. Tadi malam mereka sempat mengobrol melalui grup chat jika Handika mendapatkan jatah masuk pagi sama seperti dirinya. Jadi wajar jika ia heran ketika melihat Handika bebas berkeluyuran di daerah itu.

"Em itu... aku penasaran saja. Aku sengaja minta istirahat lebih awal untuk ke sini. Aku dengan ada kasus pembunuhan," jawab Handika.

Nadanya sedikit ragu, sebab ada kebohongan di jawabannya itu.

Handika bukannya istirahat lebih awal, tetapi ia sengaja mampir ke TKP untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi. Tadinya ia diminta mengantarkan surat dari beberapa tahanan penjara untuk dikirim ke kantor pos.

Bukannya kembali, Handika malah mampir ke TKP yang menjadi perbincangan hangat di sekitar tempat tinggalnya itu. Kebetulan tempat yang sedang viral itu adalah tempat yang beberapa kali pernah ia kunjungi akhir-akhir ini.

Kalau saja TKP-nya bukan lokasi yang Handika ketahui, ia tidak akan se-penasaran itu. Ia sangat terkejut ketika mengetahui jika pembunuhan itu terjadi di rumah orang yang ia kenal. Meskipun keduanya belum pernah bertegur sapa, Handika sudah tahu orang itu lebih dulu dan ia memiliki hubungan khusus dengannya. Tidak ada yang tahu hubungannya itu, bahkan Gio sekalipun. Jadi Handika sengaja menutupinya.

“Boleh aku tahu, sebenarnya ada apa ini? Benar-benar kasus pembunuhan atau ada hal aneh lainnya?” tanya Handika penasaran.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjerat Cinta Sipir Penjara   Mengapa Begitu Peduli?

    Tidak seperti kebanyakan sipir yang bertugas di lapas itu, nada bicara Handika saat ia memberi perintah kepada Hazel tidak kasar. Meskipun demikian, jika didengar baik-baik, Handika berbicara dengan nada dinginnya. Sejujurnya itu lebih menyeramkan daripada bentakan, tetapi Hazel mengabaikannya. Apa yang bisa diharapkan dengan kehidupan di lapas? Ia bukan siapa-siapa dan hanyalah seorang tahanan, wajar saja jika sipir bersikap semena-mena dengannya. Perintah singkat itu langsung dituruti oleh Hazel meskipun dengan setengah hati ia melakukannya. Pikirnya daripada Hazel harus berdebat, lebih baik ia melaksanakan perintah itu. Hazel sadar diri dengan posisinya. Jika ia melawan perintah seorang sipir, mungkin ia bisa kena marah lagi seperti yang dilakukan Emma. Ya, meskipun sejauh ini Handika tidak pernah bersikap kasar kepadanya. Satu-satunya sipir yang bersikap baik kepada Hazel di lapas itu adalah Handika. Setelah memastikan Hazel sudah duduk, Handika segera bergegas mengambil jatah m

  • Terjerat Cinta Sipir Penjara   Hidup Serasa di Neraka

    “Berhenti membuatku muak dan mencari perhatian orang-orang di sini! Kau mencoba menarik simpati dengan bersikap lemah seperti ini, hah? Kau cuma perempuan kasar yang gila harta milik suami orang, jadi lebih baik kau pahami batasanmu,” cecar Emma. Emma melepaskan cengkeramannya dari pergelangan tangan Hazel. Hazel merasa lega karena Emma tidak lagi menahannya. Ia tidak lagi merasakan sakit akibat dari cengkeraman tangan Emma. Namun, ternyata Hazel salah. Emma kembali menyakiti Hazel dengan menjambak rambut panjangnya hingga kepala wanita itu sedikit terdongak. Sekarang Hazel bisa melihat langit-langit kantin di atasnya.“Ouch!” pekik Hazel kesakitan.Jambakan itu mengingatkan Hazel dengan kejadian buruk yang menimpanya. Ia teringat saat Rendra menarik rambut panjangnya dan ia didorong hingga wajahnya membentur cermin meja rias hingga pecah. Bahkan bekas lukanya masih belum terlalu kering karena ia tidak mendapatkan pengobatan yang layak. Saat Hazel ditahan, ia hanya mendapatkan perawa

  • Terjerat Cinta Sipir Penjara   Keputusan Handika

    “Jadi... pelaku pelecehan Hazel adalah kakakmu?" Dokter Lee tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya, tetapi sebisa mungkin ia menjaga cara bicaranya agar tidak terlalu keras.Dokter relawan itu sempat mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Ia memastikan jika tidak ada orang selain mereka di lorong itu.Handika mengangguk dengan lemah. Ada perasaan lega meskipun hanya sedikit setelah ia membagi rahasianya itu. Setidaknya ia tidak harus menanggung beban itu seorang diri. Namun, tidak bisa dipungkiri jika perasaan bersalah akan selalu singgah di hatinya.“Jadi ini alasannya kenapa kau terlihat begitu peduli dengannya? Handika, ini terlalu berbahaya," kata Dokter Lee.Dokter Lee menanggalkan panggilan ‘Pak’ untuk Handika sebab ia merasa pria itu telah membuka hubungan lebih jauh dari sekedar rekan kerja. Mungkin teman, karena teman selalu berbagi rahasia.“Orang-orang mulai membicarakanmu di kantor. Aku tahu itu karena aku tidak sengaja menguping pembicaraan mereka. Mungkin setelah ini

  • Terjerat Cinta Sipir Penjara   Kabar Kehamilan

    “Bagaimana liburanmu? Masih ingin berbuat onar lagi?" cibir Emma.Emma tersenyum puas saat melihat penampilan Hazel yang berantakan. Di sel tikus, seorang tahanan tidak bisa mandi karena hanya ada satu closet duduk saja. Tak ada cermin ataupun wastafel yang menjadi sumber sanitasi bagi tahanan. Wajar saja jika penampilan Hazel sangat kumal. “Jika kau berbuat onar lagi, maka hukuman bisa ditambah menjadi 14 hari. Paham tidak?" Emma langsung mendorong Hazel dan menyuruh wanita itu untuk keluar dari sel tikus.Berbeda dengan Emma yang terlihat puas dengan kondisi Hazel, Handika justru menatap iba ke arah wanita itu. Berada di dalam ruangan sempit dengan banyak lampu yang amat terang membuat sepasang mata Hazel mengering. Rambut panjangnya kusut dan sedikit basah karena keringat, serta bibir dan kulitnya sangat kering —tampak sedikit pecah-pecah. Tubuh Hazel juga semakin kurus karena setiap Handika memberinya jatah makan, wanita itu tidak pernah menghabiskannya. Hanya beberapa sendok saja

  • Terjerat Cinta Sipir Penjara   “Menemanimu”

    Seperti yang tertulis di peraturan, sel tikus memang diperuntukkan bagi para tahanan yang membuat pelanggaran. Jadi, sel tersebut memang didesain khusus untuk memberi efek jera, salah satunya adalah membiarkan sel tersebut dalam kondisi sangat terang selama 24 jam. Tidak ada celah apapun. Ruangan itu benar-benar tertutup rapat. Untuk sirkulasi udaranya, ruangan itu hanya mengandalkan satu blower kecil di langit-langit atap. Sedangkan lampunya ada banyak dan semua menyala dengan terang dengan tombol yang ada di luar agar para tahanan yang sedang dihukum tidak bisa mematikannya.“Hazel...,” panggil Handika karena tidak ada balasan dari wanita itu.Semua kepedulian Handika itu adalah bentuk belas kasihannya. Ia tidak tega ketika melihat seseorang harus menanggung konsekuensi atas ulah yang tidak pernah dilakukannya.“Jawab aku,” pinta Handika.Hazel bisa mendengar suara Handika dengan jelas meskipun pria itu sedang berbicara dengan pelan dan sedikit lembut. Itu karena posisi Hazel masih

  • Terjerat Cinta Sipir Penjara   Sel Tikus

    “Kau bisa membawanya setelah dia diobati. Kau bisa lihat sendiri, ‘kan? Kondisinya begitu berantakan,” jelas Handika. Handika menatap iba ke arah Hazel. Wanita itu menundukkan kepalanya dalam-dalam. Karena ia menunduk, tetesan darah segar dari hidung lebih mudah jatuh membasahi pakaiannya. Handika bermaksud memutar otak untuk mencari alasan lain agar Emma tidak jadi membawa Hazel ke sel tikus. “Loe makin hari makin enggak masuk akal, Han. Aturannya kita baru bisa mengobati tahanan setelah mereka menjalani masa hukuman di sel tikus. Di lapas pria juga begitu, ‘kan? Jangan pura-pura lupa!” Saat sudah kesal seperti ini Emma tidak lagi berbicara dengan bahasa formal seperti kesehariannya di tempat kerja. “Sudah, mending loe diem aja, Han! Loe cuma pendatang di sini!” Emma sedikit menyentak tangan Hazel sebelum ia melanjutkan langkah kakinya. Ia mengabaikan Handika meskipun pria itu berulang kali memangil namanya. “Emma!” Handika tak menyerah. Sekali lagi ia memanggil Emma dengan sua

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status