Share

Permohonan Rara

Hatinya terasa sakit perasaannya hancur. Inikah yang di namakan cinta di balas dusta.

Rasa sesak terasa di dada Rara. Butiran bening nampak membasahi pipinya.

Gadis itu berjalan dengang langkah gontai sembari menangis.

Orang-orang yang menjumpainya nampak heran.

Kenapa gadis cantik itu? Kenapa ia menanggis di sepajang langkah kakinya.

Setibanya di rumah, Rara masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu rapat-rapat.

Hari ini seolah menjadi hari yang sangat menyakitkan.

Dimana ia mengetahui jika selama ia pergi.

Kekasihnya bukannya setia namun mencari kehangatan wanita lain.

Jika wanita itu bukan saudarnya sendiri mungkin ia masih sedikit lega. Akan tetapi wanita lain itu tak lain adalah kakaknya sendiri.

Isakan tangis Rara terdengar hingga keluar kamar.

Bu Lastri yang mendengar anak bungsunya menangis segera mendekati pintu kamar Rara.

"Ra, kamu kenapa?"

Terdengar suara bu Lastri dari depan pintu kamar.

Bukannya terdiam tanggis Rara semakin menjadi.

Dan itu membuat bu Lastri merasa khawatir. Apa yang sebenarnya terjadi dengan Rara.

Dengan di bantu pak Kusen supir pribadi keluarga Burhan.

Bu Lastri berhasil membuka pintu di lihatnya Rara sedang duduk meringkuk sambil menundukan kepalanya.

"Kamu kenapa, Nak?" tanya bu Lastri khawatir.

Wajah Rara sangat pucau penampilannya sangat kacau.

"Ma, mama," langsung saja Rara memeluk bu Lastri.

Rasanya bibir ini tak sanggup lagi untuk berucap.

"Kenapa? Cerita pada mama."

Rara menceritakan semua kejadian yang ia alami saat di rumah Romi tadi.  Bu Lastri menghembuskan nafas panjang. 

Ia yakin suatu saat kejadian ini pasti akan terjadi.

"Mama akan bicara dengan Rayna. Semoga ia mengerti," Bu Lastri mengusap lembut rambut putri tirinya itu.

Sejatinya seorang ibu pasti menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya.

Berkali-kali Romi menghubungi Rara tetapi hasilnya nihil. Rasa putus asa sempat dirasa olehnya.

Mungkinkah ini ahir kisah cintanya bersama gadis yang selama dua tahun ini selalu menemaninya.

Gadis yang tak pernah berkata kasar dan selalu memberinya semangat.

Malam ini Romi berencana akan datang menemui Rara. Batinya berkata semoga dengan kedatangannya di rumah Rara akan memaafkan walau hanya kemungkinan sedikit saja.

Sebuket bunga cantik dan beberapa kotak coklat sudah Romi persiapkan. Ini adalah makanan kesukaan Rara.

"Semoga kamu bisa sedikit saja memaafkan ku."

Mobil keluaran terbaru memasuki halaman rumah pak Burhan. Sudah pasti itu Romi.

Penamipalannya tampak memukau dengan menggunakan jas warna pink ia berjalan mendekati pintu utama.

Ting...tung 

Bel di pencetnya pelan tak lama nampak seorang wanita paruh baya membuka pintu.

"Eh, Tuan. Mari masuk."

"Rara, ada, Bi?"

"Ada Tuan."

Wanita itu menyuruh Romi masuk dan mempersilahkanya duduk di ruang tamu.

Detak jantung Romi kini terasa lebih cepat dari biasanya.

Entah kenapa malam ini ia merasa sangat gerogi. Layaknya orang yang akan mengikuti sidang.

Padahal biasanya ia nampak santai dan percaya diri.

"Kenapa kamu kesini?"

Romi terkejut melihat penampilan Rara. Matanya terlihat sembab dan suaranya berubah.

Mungkin karena terlalu lama menangis membuat matanya menjadi sembab.

"Sayang, aku bisa ceritakan semua. Aku mohon dengarkan aku," pinta Romi.

Rara tak bergeming sama sekali wajahnya ia palingkan dari tatapan Romi.

Sehina itukah Romi bagimu Rara melihat wajahnya saja kamu tidak mau.

Perlahan ia mendekat, lalu, meraih tangan kecil nan mulus milik kekasihnya.

Menggengam erat agar ia tak akan pergi lagi.

"Ra, aku," ucap Romi.

Plak.....

Sebuah taparan mendarat di pipi Romi. Rara pun terkejut ia tak menyakngka jika papanya yang selama ini sangat begitu dekat dengan Romi. Mau nenampar lelaki yang di cintai anaknya.

"Papa!" teriak Rara.

Di sebelah pak Burhan berdiri Rayna ia menanggis tersedu-sedu.

"Hebat kamu, Rom! Bisanya kamu memacari adiknya lalu t**** dengan kakaknya. Lelaki macam apa kamu?"

Rahang pak Burhan  mengertak menahan amarah.

Orang tua manapun akan marah jika seseorang mempermainkan anaknya.

Matanya menatap tajam wajah Romi. Kemarahan jelas terilahat di wajahnya. Biar bagaimana pun kedua gadis itu adalah anak-anak pak Burhan.

"Om, maafkan saya. Tapi saya melakukannya dengan Rayna tidak sengaja. Dia yang memberikan saya obat perasang itu," jelas Romi.

Mendengar ucapan Romi. Rayna langsung saja berkilah. 

"Hey, sadar Rom! Kita melakukanya berkali-kali apa kamu lupa!"

Wajah Rayna seketika memelas ia langsung bersender di bahu pak Burhan.

"Kau dengar itu, Romi! Kalian berdua harus menikah. Anakku bukan wanita murahan. Habis manis sepah di buang!'

"Tapi Om. Saya tidak mencintainya," lirih Romi.

"Terus mau kamu, Apa!"

Suara pak Burhan semakin keras, ia hanya memikirkan perasaan Rayna.

Apakah tak sedikit pun hatinya memikirkan anak kandungnya Rara. Dalam hatinya sana  pasti terluka. Sakit menahan kenyataan hidupnya.

Adakah cinta dan kasih sayang sedikit saja untuk darahmu sendiri Burhan. Kau memang ayah yang bertangung jawab dan tegas. Tetapi kau lupa dengan darahmu sendiri.

Rara semakin pusing mendengarkan perdebatan anatara papa dan Romi. Pergi mungkin ini jalan yang terbaik.

Segera Rara memutar badannya dan kembali ke kamar. Membenamkan kepalanya di atas bantal dan perlahan matanya terpejam.

Perdebatan antara pak Burhan dan Romi berlangsung sengit. Romi tetap pada prisip ia tak mau menikahi Rayna.

"Saya tidak akan mau menikahi Rayna! Lebih baik saya di penjara dari pada harus menikahi wanita ini!" tunjuk Romi.

"Oh silahkan saja. Tapi kamu ingat bagaimana orang-orang akan menilai keluarga Edward Johanes!" 

"Bodo amat," Romi berjalan keluar.

Sementara pak Burhan masih berapi-api. Ternyata ia salah menilai Romi selama ini. Di fikirnanya Romi pasti akan menuruti perintahnya.

Tak puas di situ Rayna merayu papanya, dan membujuknya untuk menasihati Rara agar mau melepas Romi.

Pak Burhan bergegas mendatangi Rara di kamar dan membuka pintunya.

Terlihat Rara sedang tertidur pulas dengan bekas butiran bening masih lekat di wajahnya.

"Ra, Ra," Pak Burhan membangunkan Rara.

Mendapati papanya duduk di sebelah tempat tidur ia langsung bangun dan duduk di sebelah pak Burhan.

"Iya, Pa?"

"Kamu sudah tahu kan? Sekarang tanpa perlu panjang lagi. Papa mohon sama kamu bujuk Romi agar mau menikahi kakakmu. Bagaimana pun mereka telah melakukan sesuatu yang di luar batas," ternangnya.

"Maksudnya?" Rara kembali terisak patah hati kedua kali ia rasakan.

Tak ada yang membelanya sama sekali semua hanya Rayna, rayna dan Rayna.

"Kamu tahu kan?"

Rara menganguk sekuat hati ia menahan air mata yang sebentar lagi akan siap meluncur dari kedua bola matanya.

"Ya sudah papa pergi dulu."

Tanpa menoleh ke arah Rara pak Burhan berjalan meninggalkan Rara.

Pagi itu Rara memang sengaja datang menemui Romi. Rencannya ia akan membujuk Romi agar mau menikahi kakaknya.

Mengetahui kedatangan Rara di rumahnya ia merasa sangat bahagia. Bak anak kecil yang menerima balon Romi melompet kegirangan.

 Ia berlari mendekati Rara dan memeluknya. Rara seperti sudah melupakan semuanya.

Tangannya melingkar di leher Romi dan mencium bibirnya.

"Kamu berani sekarang," goda Romi.

Bukannya tertawa Rara tiba-tiba menangis.

"Ra, kamu kenapa?" tanya Romi heran.

"Rom, aku mohon menikah dengan kakakku," lirih Rara.

"Apa!" Romi melepas pelukannya.

"Tolong, Rom. Demi aku."

Diam sejenak otak Romi sedang berfikir.

"Oke, aku akan menikahi Rayna. Tapi dengan satu syarat."

"Syarat?"

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status