"Bagaimana keadaan di sana, Kak Juan? Kau di mana sekarang?" Axel menelepon Juan dengan cemas. Menunggu seperti ini adalah hal yang tidak menyenangkan bagi Axel namun demi keselamatan Patra, Axel terpaksa hanya menunggu. "Sial, Axel! Mereka mengekori kami, banyak sekali mobil yang mengejar kami!" pekik Juan di telepon sambil terus menoleh ke belakang. Beberapa mobil anak buah Cintya terus mengikuti mereka dan berusaha menabrak mobil mereka namun untunglah sopir Axel menyetir dengan cukup handal. "Lalu apa kalian sudah bertemu dengan Kak Nero? Aku sudah tidak bisa menghubunginya, aku takut terjadi apa-apa dengan Kak Nero!""Aku belum bisa melihat mobilnya, Axel! Ini kami sudah masuk ke jalanan yang sepi sesuai rutemu tapi kami belum melihat ... eh, apa itu? Nero!" pekik Juan. "Eh, ada apa, Kak Juan? Kau melihat Kak Nero? Di mana?""Sial, apa yang dilakukan mereka? Mereka menangkap Nero!" pekik Juan.Axel yang mendengarnya pun membelalak lebar. "Apa katamu, Kak Juan? Mereka siapa?
"Bagaimana dengan Nero, Axel?" tanya Patra cemas setelah Axel menutup teleponnya. "Dia sudah berada di mobilnya namun para anak buah mengikutinya!"Patra pun menutup mulut dengan tangannya dan tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya. "Semoga Nero baik-baik saja!""Kau jangan khawatir, Patra! Ada aku! Aku akan membantu Kak Nero nanti! Kau tenang saja! Justru kau yang harus menjaga dirimu! Ingat, kalau aku turun membantu Kak Nero, kau harus menyembunyikan dirimu dan bertahan selama mungkin! Kau bisa kan, Patra? Jangan sampai tertangkap!"Patra mengangguk. "Aku tahu, Axel! Aku bisa! Aku sudah punya peralatan perangku sendiri!" seru Patra sambil melirik tongkat kasti dan barbel kecil yang sudah mereka siapkan di jok belakang mobil Axel. Axel pun hanya mengembuskan napas panjang mendengarnya. Sebenarnya Axel sudah meminta Patra untuk menunggu saja diam-diam di hotel, namun Patra tidak mau dan bersikeras untuk ikut. Walaupun Patra tahu ini berbahaya, namun Patra tidak bisa berpangku t
"Pak Nero, sebentar lagi kita akan ke tempat acara!" kata seorang anak buah yang memberi laporan pada Nero."Ah, baiklah! Tolong kau ke sini sebentar!" panggil Nero."Iya, ada apa, Pak?""Sepatuku kotor, tolong bersihkan! Jangan sampai ibuku melihat noda ini!"Sang anak buah menaikkan alisnya kaget namun akhirnya mengangguk.Pria itu segera berjongkok di depan Nero dan mengelap sepatu Nero dengan tangannya.Dan tepat saat itu, Nero pun langsung memukul tengkuk pria itu hingga pria itu langsung tersungkur.Nero pun segera merogoh kantong pria itu dan ia mengambil ponsel milik pria itu."Ponselnya bisa digunakan saat kita terpisah! Cepat, masukkan nomornya, Juan!"Juan mengangguk dan segera bekerja dengan sigap. Sementara Nero langsung melepas jasnya untuk digunakan sebagai senjata.Tanpa mengulur waktu, mereka pun langsung keluar dari ruang VIP dan segera disambut oleh anak buah yang lain."Kau sudah siap, Pak Nero? Tapi mengapa jasmu ....""Aku sudah siap menghajarmu, Sialan!" seru Ne
Nero dan Juan sudah duduk bersama di sebuah mobil dan mereka pun saling melirik saat mereka sudah berada dalam perjalanan ke hotel. Juan yang sudah mengerti tugasnya pun hanya mengangguk dan menunggu saat yang tepat untuk beraksi. Sampai tidak lama kemudian, mobil mereka pun berhenti di depan sebuah hotel mewah. Para anak buah langsung berjajar membukakan pintu dan mengawal mereka layaknya tahanan. Nero pun mengembuskan napas panjang sambil melangkah masuk dan ia pun langsung disambut oleh sebuah papan bertuliskan "The Wedding of Nero & Kania.""Huh, Ibu benar-benar gila!" seru Nero sambil terus melangkah sampai ke ruangan yang ditunjukkan oleh para anak buah. Sementara Juan pun langsung memulai aksinya untuk mencuri ponsel. "Ah, mengapa mendadak perutku sakit ya! Aku mau ke toilet dulu! Aku ke toilet sendirian atau kau mau menemaniku, hah?" Juan menaikkan alisnya ke seorang anak buah yang langsung menemani Juan ke toilet. Nero hanya tertawa pelan melihatnya lalu ia segera masu
"Apa maksudmu Bik Asih tidak pulang sejak semalam?" "Benar, Bu. Kami baru menyadarinya pagi ini saat dia tidak kunjung keluar dari kamarnya," lapor Brata pagi itu. Brak!Cintya pun langsung menggebrak mejanya, namun ia mencoba bersikap tetap tenang karena ia sedang melakukan video call dengan anak perempuannya, adik Nero yang masih berada di luar negeri. "Sayang, nanti Ibu akan meneleponmu lagi! Ada urusan yang harus Ibu urus dulu.""Eh, urusan apa itu? Kapan aku bisa bicara dengan Kak Nero? Sudah berhari-hari aku tidak bisa menghubunginya, Bu. Email dan chat lain juga tidak pernah dibalas.""Nanti setelah pernikahan. Nero sedang sangat sibuk menyiapkan pernikahan yang mendadak ini karena itu, dia tidak bisa dihubungi.""Ah, baiklah. Aku pasti akan pulang saat resepsi nanti..Sampaikan salam sayangku padanya!" "Tentu, Sayang! Ibu tutup dulu teleponnya!"Cintya masih tersenyum menatap anak perempuannya, sebelum ia menutup teleponnya dan tatapannya kembali tajam. "Periksa di rumah s
Nero masih mematung menatap Kania saat mendengar ucapan wanita itu.Kania masih menangkup kedua pipinya sambil berlinang air mata, terlihat berusaha tegar namun memendam sakit hati yang teramat sangat. "Aku membebaskanmu dariku, Nero ...," ulang Kania sambil tersenyum di tengah tangisannya. "Terima kasih untuk tiga tahun terindah dalam hidupku! Terima kasih telah menemaniku dan tetap berada bersamaku walaupun kau tidak mencintaiku.""Terima kasih karena telah memberiku kesempatan untuk merasakan cinta Terima kasih telah memberiku kesempatan untuk menunjukkan cintaku padamu.""Mungkin pertemuan kita tidak diawali dengan baik. Aku tanpa sengaja menabrakmu dan membuatmu lumpuh selama dua tahun. Maafkan aku, Nero! Tapi sungguh, bertemu denganmu adalah kebahagiaan untukku.""Aku mencintaimu, Nero. Sangat mencintaimu. Tapi aku sadar kalau memang kau tidak ditakdirkan untukku, aku tidak akan memaksamu lagi, Nero."Kania terus tersenyum dan menatap wajah pria yang dicintainya sedikit lebih
"Siapa itu? Siapa yang berteriak? Halo, aku di sini! Ada yang disekap di sini! Keluarkan aku!"Buk buk buk!Nero yang mendengar suara teriakan langsung memukuli pintu kamarnya. Suara teriakan itu terdengar pelan dan jauh. Nero pun tidak bisa mendengar jelas apa yang orang itu katakan tapi karena rumah besar Nero yang cukup sepi membuat Nero bisa mendengar suara itu. Namun, sampai Nero lelah memukuli pintunya, tidak ada yang membukanya, bahkan suara teriakan itu pun mulai menghilang.Nero pun menempelkan telinganya di pintu dan langsung mengumpat kesal. "Sial! Siapa pun di luar tolong aku! Aku sudah hampir gila sekarang! Akhh, bagaimana ini? Sampai kapan aku harus dikurung di sini.Nero terus berjalan mondar mandir di kamarnya sampai ia menatap ke arah jendelanya dan mendadak berpikir untuk loncat dari sana, tapi sialnya, bahkan dibuka saja tidak bisa. Nero pun bisa melihat anak buah Cintya yang juga berjaga di bawah. "Ah, brengsek! Apa aku ini tahanan? Mengapa aku harus dijaga sa
"Di mana Bu Cintya? Aku mau bertemu dengannya! Bu Cintya! Bu Cintya!" Robert terus berteriak saat ia dan Esty sudah berada di rumah Cintya pagi itu. "Tenang, Robert! Tenang!" Esty terus menenangkan suaminya yang tampak sangat emosi itu. "Aku tidak bisa tenang, Esty! Sebagai kepala keluarga aku akan sangat malu kalau tidak bisa mengatur keluargaku sendiri! Mungkin hari-hari sebelumnya aku masih menyerahkan semuanya pada Kania dan aku bahagia kalau dia bahagia, tapi saat dia sudah mulai tidak rasional, aku sudah tidak bisa diam lagi, Esty!" seru Robert geram. "Aku bahkan sudah tidak peduli dengan semua ancamannya untuk mati saja! Tugasku sebagai kepala keluarga adalah melindungi keluargaku, Esty! Dan sekarang aku sedang melakukannya! Kalau bicara dengan Kania tidak bisa, aku akan memaksa wanita jahat itu untuk membatalkan pernikahan ini!" imbuh Robert lagi dengan berapi-api. Robert begitu berharap Axel bisa membuka mata Kania kemarin, tapi setelah berbicara berdua begitu lama, Kania
Jantung Patra masih berdebar tidak karuan saat mendengar suara di ujung sana dan wajahnya pun menegang. Esty yang melihatnya langsung ikut menegang. "Siapa, Patra? Siapa yang menelepon? Mengapa wajahmu seperti itu?" tanya Esty cemas. Namun, Patra masih tetap terdiam cukup lama sambil menelan salivanya. "B-Bu Cintya?" sapa Patra yang sudah sedikit lemas yang membuat Esty pun makin menegang. "Ternyata kau sangat sehat sampai bisa mengenali suaraku ya! Apa kau baik-baik saja sekarang? Kau bisa lolos dariku karena Axel membantumu kali ini. Tapi kau harus tahu kalau aku tidak menyukainya, Patra," seru Cintya tajam. "Bu Cintya ... tolong lepaskan Nero ... aku janji ....""Kau tidak pantas bicara denganku, Patra!" sela Cintya tajam. "Lagipula apa yang bisa kau janjikan padaku, hah? Bahkan aku sudah memberimu pelajaran tegas, tapi kau masih berani mendekati Nero! Kau sama sekali tidak bisa dipercaya, Patra! Mungkin kau baru akan menghilang dari kehidupan Nero kalau kau sudah mati!"Tubu