"Sejak dulu, Pangeran hanya untuk Putri, bukan Upik Abu." Keberaniannya menjalin hubungan dengan Nero—anak majikannya—membuat Patra harus menanggung akibat yang tidak pernah ia bayangkan. Mereka dipisahkan secara keji oleh ibu Nero. Patra dinodai dan dipaksa pergi dalam luka, membawa rahasia yang menghancurkan hidupnya. Tanpa Patra tahu bahwa Nero yang ditinggalkan tanpa penjelasan akhirnya berbalik membenci semua tentangnya. Hingga saat takdir mempertemukan mereka kembali, Patra pun dihadapkan pada dua pilihan: tetap menyembunyikan kebenaran dan pergi sekali lagi, atau menyerahkan hatinya untuk jatuh cinta lagi pada pria yang pernah menorehkan luka paling dalam di hidupnya.
View More"Tinggalkan Nero atau ayahmu akan membusuk di penjara!"
Seorang wanita bengis berkata dengan pandangan yang tajam. Dan wanita itu adalah ibu dari Nero, kekasih Patra.
Patra pun terus menggeleng dan berlutut di depan wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu. "Bu, tolong jangan lakukan ini pada ayahku!"
"Ayahmu itu hanya supir rendahan yang sudah berani membawa lari uang perusahaan yang begitu banyak! Sudah untung aku masih mau membebaskannya!"
"Tapi, Bu ...."
"Tapi apa lagi? Aku sudah berbaik hati memberimu pilihan! Kalau mau ayahmu bebas, maka tinggalkan Nero! Kalau kau masih tidak mau meninggalkan Nero maka sekarang juga aku mau semua uangku kembali!"
Patra tidak pernah menyangka ia akan dihadapkan pada pilihan yang begitu sulit. Ia tidak bisa memilih. Kebebasan ayahnya, atau hubungannya dengan Nero. Keduanya sama pentingnya untuk Patra.
"Mengapa kau diam? Tidak bisa memilih?" bentak ibu Nero lagi. "Kalau begitu kuanggap kau bisa mengembalikan uang itu! Setelah ini, tidak ada lagi kesempatan untukmu!"
Mendengar ancaman itu, kesadaran Patra kembali. Ia dan ayahnya tidak akan pernah sanggup mengganti uang perusahaan sekalipun aset mereka yang tidak seberapa itu dijual semua.
"Tunggu, Bu!" Pada akhirnya, Patra harus memilih. "Tunggu! Tolong bebaskan ayahku. A-aku ... berjanji akan meninggalkan Nero," janji Patra kala itu.
Namun nyatanya, Patra mengingkari janjinya. Kala mendengar sang kekasih kritis usai kecelakaan saat hendak menemuinya di taman, Patra tanpa pikir panjang langsung menuju ke rumah sakit.
Langkah wanita itu dihadang oleh orang-orang suruhan ibu Nero. Patra mencoba menerobos, hingga memohon belas kasih. Sayangnya, usahanya gagal total.
Tidak berhenti di situ, ibu Nero juga dengan tega menyuruh seseorang untuk membawa Patra ke dalam hutan yang sepi, dingin, dan mengerikan ini.
PLAK!
Sebuah tamparan keras menghantam wajah Patra. Pria bengis itu merobek baju Patra, kemudian menahan tangannya agar berhenti memberontak.
Patra mengerahkan seluruh tenaganya, mencoba bertahan di tengah perlakuan keji ini. "Tolong aku! Lepaskan aku!"
Patra terus merintih, tapi tidak ada yang mendengarnya. Hingga akhirnya, rasa perih karena dirudapaksa harus dirasakan Patra.
Rasa sakit, terluka, tidak berdaya membuat air mata Patra terus mengalir. Terlebih, saat pria bejat itu menuntaskan hasratnya seorang diri, begitu menjijikkan.
Patra ditinggalkan dalam keadaan tubuh polosnya seperti sampah yang tidak berharga.
“ARGHH!!!” Ia berteriak keras sampai suaranya habis, tenggorokannya kering, dan air matanya tidak berhenti mengalir.
Mahkotanya memang sudah tidak utuh, sebab ia pernah khilaf melakukannya dengan Nero. Namun, kenyataan bahwa ia diperkosa oleh orang suruhan dari ibu kekasihnya benar-benar membuatnya merasa jijik pada dirinya sendiri.
Malam itu, ia berharap hidupnya berakhir, sehingga ia tidak akan lagi melihat matahari esok.
Mungkin apa yang dikatakan ibu Nero benar. Dirinya hanyalah seorang pembawa sial untuk Nero. Perbedaan status mereka yang begitu jauh, membuat mereka tidak mungkin bersatu.
Nero harus hidup layak, dan tidak boleh menyerahkan segalanya hanya demi wanita seperti dirinya. Wanita miskin, putri dari seorang pencuri, dan kini bertambah label menjadi wanita kotor usai dirudapaksa.
"Sejak dulu, Pangeran hanya untuk Putri, bukan Upik Abu," lirih Patra dengan tangisannya yang meledak di sana.
* Dua minggu kemudian, Nero yang dalam keadaan koma akhirnya sadar kembali.Pria itu membuka matanya perlahan, dan seketika pandangannya menangkap sebuah ruangan yang didominasi warna putih. Bau obat-obatan begitu menyengat pun terasa kuat di hidungnya.
"Argh ...." Kepala Nero berdenyut hebat. Untuk sesaat, ia hanya bisa menyesuaikan pandangan, sampai ia melihat ibunya sedang berdiri di sampingnya dengan wajah cemas.
"Nero ... akhirnya kau sadar, Sayang." Ibu Nero menggenggam erat-erat tangan putranya.
Nero pun menoleh, menatap orang-orang yang mengelilingi ranjangnya.
Ada ibunya, ada adik perempuannya, dan ada beberapa orang kerabatnya yang lain, tapi satu orang yang sangat ingin dilihatnya malah tidak ada.
Mulut Nero pun membuka dan menutup berusaha untuk mengatakan sesuatu, tapi suaranya tercekat di tenggorokan.
"Nanti saja bicaranya, Nero! Kau belum kuat, kau butuh istirahat setelah koma selama dua minggu."
Nero membelalak mendengarnya. Ia koma selama dua minggu?
Nero hanya ingat ia mengalami kecelakaan saat akan pergi bertemu Patra. Setelahnya, ia tidak ingat, tapi kalau sudah dua minggu berlalu, bagaimana dengan Patra yang menunggunya?
Di ingatannya kini hanya ada Patra. Ia sudah berjanji pada wanita itu untuk menjemputnya dan mereka akan hidup bersama dengan bahagia.
Samar-samar ia mengingat kejadian terakhir malam itu saat ia sedang berlari mencari Patra. Namun, cahaya silau menusuk matanya, yang kemudian ia ketahui adalah sebuah mobil melaju tidak terkendali hingga menghantam tubuhnya.
Tubuh Nero terpental, dan melayang begitu jauh sampai menghantam aspal dengan keras.
Mata pria itu berembun mengingat kejadian terakhir, pertemuannya dengan sang kekasih yang batal.
"P-Patra ...," lirih Nero. Sekujur tubuhnya masih lemas tanpa daya dan satu-satunya yang bisa digerakan hanyalah mulutnya.
Ibunya pun mendekatkan telinganya, dan seketika menegang. Tidak kehabisan akal, wanita itu pun berujar tegas, memberikan ultimatum untuk sang putra.
"Lupakan wanita itu, dan tidak usah berpikir untuk mencarinya lagi, Nero. Dia sudah pergi!"
**"Oek ... oek ...."Setelah sembilan bulan kehamilan yang luar biasa dengan Oliver yang sedang manja-manjanya, berhasil dilalui oleh Patra, akhirnya lahirlah juga pelengkap kebahagiaan dalam keluarga Nero. Seorang bayi perempuan mungil yang sangat cantik yang dinamai Persia Hadiwijaya. Seluruh anggota keluarga pun bersorak senang menyambut kehadiran anggota baru dalam keluarga mereka itu, terutama Nero yang memang selalu lebay sejak Patra hamil anak kedua. "Lihatlah, Juan! Yang ini sangat mirip denganku! Oh, dia cantik sekali, Juan! Putriku! Putriku!" pekik Nero lebay saat menatap putri cantiknya dari kaca di ruangan inkubator."Sayang, kau lihat kan, Oliver? Itu adikmu! Dia cantik sekali! Besok saat kau besar, kau harus bisa menjaga adikmu, jangan sampai adikmu didekati oleh para pria hidung belang itu, kau mengerti kan?" Nero terus menatap Oliver yang sedang ada dalam gendongannya seolah Oliver mengerti apa maksudnya. Sampai Juan yang berdiri di samping Nero pun tertawa gemas. "D
Menjadi orang tua baru sama sekali bukan hal yang mudah. Nero dan Patra pun banyak belajar dalam satu bulan pertama yang sama sekali tidak mudah. Bayinya menangis dengan kencang di pagi maupun di malam hari dan menyusu dengan begitu kuat. Awalnya Patra kembali mendapat masalah saat ASI-nya tidak mau keluar dan Patra sangat frustasi. "Ternyata seorang wanita itu perjuangannya tidak ada habisnya. Saat baru menikah, wanita akan tertekan kalau belum hamil juga. Saat hamil, wanita juga akan mengalami morning sickness yang menyiksa, ditambah sakit pinggang dan sakit kaki saat perut mulai membesar, ditambah rasa sakit yang luar biasa saat melahirkan.""Kupikir setelah melahirkan, maka perjuangan selesai. Ternyata masalah ASI adalah masalah yang baru lagi. Rasanya sakit sekali karena dia menyedot dengan begitu kencang tapi ASI-nya tidak bisa keluar juga."Patra begitu stres saat awal ia melahirkan. Bukannya bermaksud mengeluh, tapi rasa stres dan frustasi membuat hatinya lelah. Bahkan te
Patra tidak pernah tahu ternyata rasanya hamil sangat nano-nano. Di awal kehamilan, Patra mengalami mual yang sangat parah. Patra lelah, tidak bisa makan, hidung sensitif, dan berat badan berkurang. Namun, saat itulah, ia merasakan kepedulian yang begitu besar dari semua orang. Bahkan, keluarga Axel dan Juan juga menunjukkan kepeduliannya sampai Patra merasa sangat dimanja. Esty, ibu Axel cukup sering datang berkunjung membawakan buah-buahan untuk Patra dan ia begitu antusias dengan kehamilan Patra. "Makan buah baik untuk kehamilan, selain itu nanti kulit bayinya bisa bagus. Ah, Tante ikut senang sekali! Anak-anak Tante belum ada yang menikah, Patra. Tapi Tante sudah merasa seperti akan punya cucu.""Terima kasih, Tante!" "Jangan sungkan, Patra! Kalau kau menginginkan sesuatu, telepon Tante saja! Nanti Tante akan membantu menyiapkannya!" seru Esty antuasias. Bukan hanya Esty, tapi Ruth, ibunya Juan juga ternyata sama antusiasnya. Beberapa kali Ruth datang membawakan makanan samb
Kepercayaan diri Patra melambung setelah berhasil menyempurnakan pernikahan dengan suaminya. Walaupun ia melakukannya setengah sadar di bawah pengaruh obat, tapi keberhasilan membuatnya sangat bahagia. Hubungan keduanya yang sudah mesra pun menjadi makin mesra dan Patra menjadi bersemangat untuk terus mencoba dan mencoba. "Ayo kita lakukan lagi!" seru Patra malam itu. Nero sampai menganga tidak percaya melihat istrinya yang agresif. "Kau yakin, Sayang?""Yakin! Sebentar aku minum obat dulu.""Hei, jangan pakai obat!" "Tapi aku takut tidak bisa, Nero!" "Pelan-pelan, Sayang. Kita akan melakukannya pelan-pelan sampai kau bisa menerimanya secara alami." Nero begitu sabar membimbing Patra. Percobaan pertama, Patra gagal. Percobaan kedua, Patra kembali memakai obat agar bisa memuaskan suaminya. Percobaan ketiga tanpa obat lagi. Mereka terus mencobanya tanpa lelah. Nero terus sabar dan Patra terus menahan dirinya dan mensugesti dirinya. Hingga akhirnya traumanya benar-benar sembuh
"Ah, ini indah sekali, Nero!" Nero mengajak Patra berbulan madu sekaligus mengajak Herdi dan Patrick jalan-jalan keliling dunia. Awalnya, Herdi terus menolak dengan mengatakan ia sudah tidak kuat bepergian, tapi Nero dan Patra memaksanya. Dan di sinilah mereka, berlibur bersama dengan bahagia"Ayo kita foto, Ayah, Patrick!" Patra memeluk Herdi dan Patrick dengan tawa sumringahnya, lalu mereka berfoto bersama. Begitu banyak foto yang mereka ambil dan kenangan itu begitu berharga. "Ah, Ayah sudah tidak kuat jalan! Kalian saja! Jalan berdua saja! Patrick, temani Ayah di sini!" Sekalipun berlibur bersama, tapi sebisa mungkin Herdi dan Patrick memberikan waktu untuk pasangan pengantin baru itu berdua saja. Nero dan Patra pun berjalan bergandengan tangan, sedangkan Patrick menemani Herdi. "Ini namanya bahagia! Ayah bahagia sekali!" "Aku juga, Ayah. Kak Patra akhirnya mendapatkan kebahagiaannya." "Ya, Ayah sangat puas dengan ending ini, puas sekali!" ucap Herdi penuh haru. Patrick
Saat malam pertama pernikahan biasanya diisi dengan hubungan ranjang yang intim, tidak begitu dengan Nero dan Patra. Patra belum siap dan Nero sendiri juga sangat mengerti istrinya. Walaupun Nero sangat menginginkan Patra, tapi mereka punya waktu seumur hidup untuk mencobanya. Trauma tidak akan semudah itu hilang. Sekalipun Patra sudah mencoba terapi dan konsultasi dengan psikolog sebelum menikah, Patra tetap belum siap. "Maafkan aku, Nero!" "Tidak apa, Sayang. Memilikimu bersamaku itu sudah sangat membahagiakan untukku. Kita akan mencobanya pelan-pelan, Sayang. Semua karena aku dan aku janji akan membantumu sembuh." Malam itu, Nero dan Patra berciuman dan berpelukan mesra, menghabiskan malam pertama mereka dengan berbagi cerita, kehangatan pelukan, dan tawa bahagia yang tidak berhenti merekah di wajah keduanya. Beberapa hari setelah pernikahan, akhirnya mereka bisa pulang ke rumah Tante Una, mereka sempat menginap di sana dan berkumpul bersama keluarga Patra.Para anggota kelua
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments