Share

Bayiku Tidak Mati!

Penulis: Lena Linol
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-30 21:56:27

"Sabar, sayang. Mama tidak akan meninggalkanmu, dan akan terus berjuang untuk mempertahankanmu dari mereka yang ingin merebutmu," bisik Bintang pada bayinya di dalam kandungan, saat ia mendengar pertengkaran Douglass dan Freya di luar kamar.

Bintang menggigit bibir ketika ia merasakan kontraksi begitu kuat di area perut.

“Tidak! Jangan sekarang, belum waktunya!” Bintang memeluk perut buncitnya, dan memohon pada bayi di dalam kandungannya agar tidak lahir saat ini. Sekuat tenaga ia menahan, tapi rasa sakit itu semakin kuat menggulung tubuh ringkihnya. Air matanya berderai dan keringat dingin membasahi wajahnya. Ia sudah tidak kuat lagi menahan rasa sakit yang semakin terasa menyiksa.

Bintang berjalan pelan menuju tempat tidur. Tapi kedua kakinya tak sanggup lagi untuk menopang yang mengakibatkan dirinya jatuh ke lantai. Rasa sakit yang dirasakan Bintang semakin bertambah, kedua matanya terasa berkunang-kunang, dan kepalanya berat, pandangannya juga mulai gelap, tapi Bintang sekuat tenaga mempertahankan kesadarannya agar tidak pingsan.

Bintang berusaha bangkit dari lantai mengerahkan sisa tenaganya. Nafasnya tersengal, rasa sakit di area perutnya kian menjalar seluruh tubuhnya, bersamaan dengan itu ada cairan mengalir dari bagian intinya, dan membasahi kedua kakinya. Bintang menundukkan pandangan, kedua matanya membulat sempurna dan kepalanya menggeleng saat melihat cairan merah mengalir dari pangkal pahanya.

BRAK!

BRAK!

Suara dobrakan terdengar dari luar kamar diiringi teriakan Douglass memanggil nama Bintang. Tidak berselang lama pintu kamar terbuka, jeritan Douglass memenuhi seluruh ruangan itu saat pria itu melihat kondisi Bintang berlumuran darah di area kaki.

“BINTANG!!” Douglass segera berlari lalu memeluk Bintang yang tak berdaya, kemudian menggendong istri mudanya itu, membawanya keluar menuju rumah sakit.

“Tuan, Nyonya Bintang!” Bibi pelayan terkejut dan syok melihat keadaan majikannya. Ketegangan dan kecemasan bercampur menjadi satu di dalam dada membuat situasi di sana semakin terasa mencekam. Bibi pelayan segera mengikuti tuannya.

Dan mereka menuju rumah sakit.

Sementara itu, Freya masih berteriak dari dalam kamar sambil menggedor pintu tanpa mengetahui kejadian di luar sana.

“Dog! Keluarkan aku dari sini! Siapa pun diluar sana, buka pintunya!!!” teriak Freya sampai serak suaranya, namun tidak ada satu orang pun yang membukakan pintu kamar tersebut. Padahal di rumah itu ia melihat beberapa pelayan yang bekerja. Apakah mereka semua sudah di perintahkan Douglass agar tidak membukakan pintu kamar ini untuknya? Pikir Freya semakin emosi dan frustrasi.

...

Sampai di rumah sakit terdekat. Para medis langsung memberikan pertolongan pertama untuk Bintang yang mengalami pendarahan hebat.

Douglass mondar-mandir di depan ruang operasi. Ia sangat cemas, dan takut jika terjadi sesuatu pada bayinya. Beberapa orang memperhatikannya, menatap penampilannya kacau dan ada bercak darah menempel di kaos putih yang ia gunakan. Tapi, ia cuek dan tidak peduli.

Di dalam ruang operasi. Bintang sadar, kedua matanya menyipit saat melihat cahaya lampu terang menusuk retinanya. Lalu tatapannya turun, menatap para tim medis sedang mengeluarkan bayinya melalui operasi Caesar. Air matanya keluar dari setiap sudut matanya. Rasanya ia belum siap jika bayinya lahir di waktu yang tidak tepat. Rasanya ia ingin berteriak dan menghentikan Tim medis agar tidak mengeluarkan bayinya, namun hal itu tidak mungkin ia lalukan. Perutnya sudah terlanjur di sayat.

“Suster, tolong ...,” lirih Bintang di sela tangisnya.

Perawat yang berdiri tak jauh darinya mendekati, kemudian Bintang membisikkan sesuatu kepada perawat tersebut.

Perawat itu terkejut, kedua matanya terbuka lebar, tak berselang lama menganggukkan kepala. Entah apa yang dibisikkan Bintang, hanya mereka yang tahu, tapi sepertinya hal itu cukup serius karena membuat perawat itu syok.

...

Satu jam menunggu dalam kecemasan dan ketegangan. Akhirnya pintu ruang operasi terbuka. Seorang perawat memberikan kabar buruk kepada Douglass.

“Maaf, Tuan. Bayi Anda tidak selamat, pendarahan hebat yang dialami istri Anda yang menjadi pemicunya,” kata Perawat wanita itu dengan perasaan berat dan tidak tega. “Tapi, istri Anda baik-baik saja, sekarang berada di ruang obervasi.”

Douglass tidak peduli dengan keadaan Bintang. Ia hanya memikirkan bayinya. Seperti di sambar petir di siang bolong. Tubuh Douglass menegang, jantungnya berpacu cepat dari biasanya. Dadanya seperti dihantam batu besar, terasa sesak dan sangat sakit. Kedua matanya memerah menahan tangis dan emosi.

“Tidak mungkin!!! Kau pasti bohong!!! Bayiku tidak mungkin mati!” teriak Douglass tidak menerima kenyataan. Ia menatap nyalang kepada perawat tersebut.

 Bersambung...

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (12)
goodnovel comment avatar
Ida Darwati
semoga suster ga ember mulutnya,, dan bintang cerai
goodnovel comment avatar
N.vinata
pengen santet si Douglas
goodnovel comment avatar
Yani Sugondo
lnjuuut kak, menarik ceritanya, cm sayang ribet mau baca
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Terjerat Dekapan Om Tampan   Dari hati ke hati

    "Aww!" Douglas mengaduh kesakitan sambil berusaha menangkis pukulan Bu Indah. "Hentikan, Bu, hentikan!" pinta Douglas dengan suara memohon.Bintang menyaksikan kejadian itu hanya bisa menonton tanpa bisa melerai. Sebenarnya ingin melerai sih, tapi ia takut kena pukulan juga, terlebih lagi Bu Indah sangat membenci Douglas sampai ke urat nadinya. "Rasa sakit yang kamu rasakan ini tidak sebanding dengan rasa sakit yang di rasakan Bintang selama ini!" Kata-Kata Bu Indah seperti belati tajam yang menusuk hati Douglas berulang kali. "Dan rasa sakit dari gagang sapu ini beberapa jam kemudian akan sembuh, sedangkan Bintang ... dia harus menanggung sakit hati dan trauma seumur hidupnya karena ulahmu, PAHAM!" sambung Bu Indah seraya membuang sapu tersebut ke lantai. Nafasnya terengah menandakan amarah masih memuncak di kepala.Douglas terdiam mencerna kalimat yang baru saja terlontar dari bibir wanita paruh baya itu. Yang dikatakannya benar, luka batin yang di derita Bintang akan sulit sirna.

  • Terjerat Dekapan Om Tampan   Aku suaminya!

    Douglas memaksa dengan tatapan mengancam kepada Bintang, agar istrinya itu membawanya ke rumahnya. Dan di sinilah mereka berada, di depan rumah sederhana yang di tempati Bintang selama ini. Pintu kayu tua dan lapuk, memperlihatkan rumah kecil yang mengagetkan Douglas hingga ke tulang. Sempat terbayang dalam memori, ia pernah menjejakkan kaki di tempat ini berdasarkan laporan anak buahnya, mencari-cari keberadaan Bintang, namun malang, terlambat satu langkah dan gagal menemukan sang istri. "Jadi, selama ini kau bersembunyi di sini?" suara Douglas terdengar serak, mata tajamnya menelisik Bintang yang berdiri di sebelahnya. Bintang hanya mengangguk lemah, tanpa suara seraya menggigit bibirnya. Ketukan penyesalan berdengung di dada Douglas, merasuki setiap sudut pikirannya. 'Ah, betapa tololnya aku!' batinnya sambil mengutuk diri sendiri. Andai saja ia tahu lebih dulu bahwa Bintang telah memilih rumah sederhana ini sebagai sarang persembunyiannya, mungkin semua rasa sakit dan penan

  • Terjerat Dekapan Om Tampan   Aku adalah suamimu!

    Pitri menyodorkan laporan ke meja atasannya sambil menyelinap pandangan ke arah Bintang yang sedang sibuk membersihkan rak buku. Dalam hati, Pitri tak henti-hentinya mengagumi kegigihan Bintang yang mampu bertahan bekerja dengan sang atasan, Douglas, yang terkenal memiliki temperamen layaknya harimau. Biasanya tidak ada office girl yang mampu bertahan lama di ruangan ini, karena aura Douglas yang begitu menakutkan. "Kenapa kau masih di sini? Keluar sekarang!" seru Douglas dengan suara menggelegar kepada Pitri yang masih terpaku di depan mejanya. Pitri tersentak, seakan tersambar petir, cepat-cepat meminta maaf dan melangkah keluar dari ruangan tersebut dengan langkah buru-buru. Ketika keheningan kembali menyelimuti ruangan, Bintang menghela nafas dalam-dalam, merasakan keleluasaan sejenak setelah Pitri meninggalkan ruangan. Namun, ketenangan itu tidak bertahan lama, hati Bintang telah dipenuhi keberanian yang meledak-ledak. "Aku mau berhenti bekerja!" ucapnya dengan tegas. "Tidak

  • Terjerat Dekapan Om Tampan   Terjerat dekapan Om Tampan

    Hawa panas menyelimuti ruangan tersebut. Beberapa pakaian berserakan di lantai. Suara decitan sofa bercampur dengan suara desahan terdengar memenuhi ruangan. Douglas bergerak mendominan di atas tubuh Bintang. Meskipun awalnya Bintang menolak dan memberontak tapi tenaganya kalah dengan Douglas. Penyatuan mereka telah usai, Douglas menyemburkan benihnya ke dalam ladang subur Bintang, berharap kalau benihnya segera bertunas subur. Douglas terdiam seraya memandang wajah Bintang yang terpejam dan penuhi keringat. Ia tersenyum puas, akhirnya ia berhasil mendapatkan dan menjerat Bintang ke dalam dekapannya. “Kau tidak bisa lagi kabur dariku, Bintang. Karena aku kembali menyirami rahimmu dengan benihku,” ucap Douglas seraya mengecup bibir Bintang tak lupa menyesapnya sebentar. Bintang menatap tajam Douglas seraya memukul pundak pria tersebut. “Kau adalah lelaki brengsek, Om!” Maki Bintang dengan pandangan kecewa dan berkaca-kaca. “Aku tidak peduli dengan makianmu! Bulan depan aku pastika

  • Terjerat Dekapan Om Tampan   Tidak akan melepaskan

    Douglas menghela nafas panjang ketika melihat Bintang sangat marah. “Kali ini aku membiarkanmu menang!” ucap Douglas pelan, terkesan lembut, jauh berbeda dengan nada bicaranya yang sebelumnya sangat dingin dan arogant.“Di mana pompa asinya?” tanya Douglas pada Bintang.“Aku bisa mengambilnya sendiri!” ketus Bintang, melengoskan wajah.“Untuk saat ini sebaiknya kita jangan berdebat! Lihat bajumu basah!” Douglas menajamkan matanya pada dada Bintang.Bintang menunjuk tasnya, ia pun tidak mempunyai daya lagi untuk berdebat. Rasa sakit di bagian dadanya semakin nyeri dan menjalar pundak karena asinya yang melimpah tak kunjung dipompa.Douglas mengambil tas Bintang yang teronggok di lantai, kemudian membuka tas tersebut dan mengeluarkan pompa asi dari sana. “Sini aku bantu,” ucap Douglas begitu ringan membuat Bintang mendelikkan mata.“Aku bisa sendiri!!” tolak Bintang, seraya merebut pompa asi tersebut dari tangan suaminya. Tapi, sayangnya, Douglas bukan orang yang mudah untuk menerima p

  • Terjerat Dekapan Om Tampan   Telah terbongkar

    Sudah lelah dan kesal, Bintang bergegas meninggalkan ruangan itu menuju pantry. Ia mengambil tasnya di sudut ruangan sebelum mengeluarkan pompa asi, lalu terduduk lemah di lantai sembari mulai memompa. Kesegaran terasa menembus pikirannya ketika keringat dingin di keningnya diusap, dan rasa sakit di dadanya berangsur hilang seiring tetesan demi tetesan asinya berhasil di pompa keluar. Sementara itu, Douglas, dalam kebingungan, menggenggam ponselnya—matanya melebar tak percaya saat pencarian ‘pompa asi’ di internet membawa pemahaman baru tentang apa yang dimaksud oleh Bintang. Pria bule itu, terbakar oleh kekhawatiran yang tiba-tiba, beranjak cepat mencari Bintang, diliputi rasa penasaran dan kecemasan yang menyesakkan dada. “Pitri, di mana Bintang?” seru Douglas dengan suara yang mendesak kepada sekretarisnya yang duduk di balik meja kerjanya. “Bintang? Baru saja dia berlari ke pantry, Pak. Ada yang bisa saya bantu? Ataukah Bintang membuat masalah?” Pitri menjawab sambil menatap at

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status