LOGINMenikah dengan pria yang di cintai adalah idaman tiap wanita. Namun bagaimana jika suaminya ternyata tukang selingkuh. Hingga suatu ketika Adelia di jebak di tuduh selingkuh dengan pria lain. Sontak hal itu membuat Adrian marah. Ia langsung menceraikan Adelia seketika setelah melihat dengan mata kepalanya sendiri Adelia tidur dengan pria lain. Meskipun sudah di ceraikan, tapi Adrian madih sering mencari tahu keberadaan Adelia. Istri kedua Adrian tidak terima jika suaminya masih merindukan Adelia. Ia lalu mencari cara, membakar Adelia di dalam apartemen dan membuat pelakunya seolah Adrian. Agar Adelia membenci Adrian. Dalam kebakaran itu, Adelia mendapatkan pertolongan dari tetangga sebelahnya yang ternyata seorang dokter ahli bedah plastik sekaligus pewaris tunggal kerajaan bisnis Diamond Grup. Ia hidup dengan identitas baru.
View MorePrang!
“Adelia? Sayang, kamukah itu?”
Adelia mengembuskan napasnya yang sempat ia tahan secara perlahan. Dengan hati-hati, ia bangkit dari kursi untuk membereskan pecahan gelas kaca yang tadi tanpa sengaja ia senggol karena terkejut mendengar kedatangan suaminya.
“Adelia?”
"I ... iya," jawab Adelia.
Tak berapa lama, suami Adelia, Adrian, di ambang pintu dapur. Keningnya mengernyit, dan bibirnya langsung cemberut saat melihat piring berisi makanan di atas meja.
“Kamu sedang makan?” tanya Adrian dengan nada tidak suka. Lalu tanpa menunggu jawaban Adelia, Adrian melanjutkan. “Sudah berapa kali aku biilang kalau jangan makan tengah malam begini. Kamu tidak mendengarkan ucapanku ya, Del?”
“B-bukan begitu–”
“Berkali-kali aku bilang padamu apa efek makan malam-malam. Perut kamu bisa buncit! Dan aku paling tidak suka perempuan yang tidak bisa menjaga tubuhnya," kata Adrian.
Hati Adelia rasanya sakit sekali mendengar teguran dari Adrian. Padahal ia terpaksa makan tengah malam karena menunggu Adrian pulang. Sebelumnya pun sebenarnya Adelia sudah bertanya, tapi suaminya baru membalas saat sudah larut, bahwa ia tadi sempat makan dengan rekan bisnisnya.
Alhasil, Adelia buru-buru makan sebelum suaminya datang. Akan tetapi, tetap saja ketahuan.
“Sudahlah, aku mandi dulu,” ucap Adrian kemudian, terdengar lelah. “Bereskan pecahan gelasnya ya, jangan sampai melukai orang. Lalu, kalau memang kamu lapar sekali malam-malam begini, makan buah aja. Jangan nasi.”
Usai mengatakan itu, Adrian berbalik dan melangkah ke arah kamar. Sementara itu, Adelia membereskan pecahan gelas di lantai.
Ia sudah tidak nafsu makan lagi. Seleranya hilang setelah mendengar perkataan Adrian.
Dulu, Adrian tidak seperti ini–begitu ketat dan kerap kali menegurnya karena hal-hal kecil. Apalagi terkait penampilannya. Semuanya dimulai saat pria itu dipromosikan menjadi wakil direktur di perusahaan tempatnya bekerja.
“Padahal baru tiga bulan menikah denganmu, tapi rezekiku sudah lancar sekali, Sayang,” ucap Adrian waktu itu. “Mulai sekarang kamu jangan khawatir soal uang dan biaya ya. Makan yang ingin kamu makan, beli yang ingin kamu beli. Aku bisa kasih semua.”
Sejak saat itu hidup Adelia serba kecukupan. Ia tidak lagi mengeluhkan kekurangan uang atau belanja. Rumahnya bagus, bajunya bagus-bagus, dan makanannya juga enak-enak.
Namun, makin lama, Adelia merasa kesepian karena Adrian makin sibuk dengan pekerjaannya. Sering pulang larut malam, bahkan dini hari. Mereka juga jadi jarang mengobrol. Pun mengobrol, akan ada saja hal kecil yang mendapatkan teguran dari Adrian.
“Adelia. Harusnya sekarang itu kamu rajin ke salon. Dandan atau perawatan, atau apalah,” kata Adrian suatu kali. “Pakai baju juga yang benar. Belilah yang bermerk.”
“Tapi aku merasa hal itu tidak terlalu perlu, Mas,” balas Adelia. “Aku tidak mau buang-buang uang.”
“Uangku banyak. Kita sudah tidak kekurangan! Kenapa kamu mencemaskan itu?” Adrian terdengar bangga dan agak pingah.
Adelia tertegun. Baru kemudian ia menyadari perubahan sang suami yang mulai bergaya..
“Pokoknya, mulai sekarang kamu harus belajar hidup seperti kalangan atas. Aku tidak mau kamu terlihat miskin seperti sebelumnya. Kamu harus terlihat cantik dan berkelas, seperti istri bos dan para rekan kerjaku.”
Mulai dari situ, Adrian mulai mengatur segala aspek dalam hidup Adelia. Wanita itu tidak pernah protes, tapi ia makin merasa asing pada sang suami.
“Mas?” panggil Adelia saat ia memasuki kamar. Dari sana ia bisa mendengar suara air mengalir dari arah kamar mandi.
Pandangan wanita itu jatuh ke keranjang cucian kotor di ujung ruangan. Kemeja Adrian jatuh di lantai samping keranjang tersebut.
Gegas, Adelia menghampiri benda itu dan memungutnya, berniat memasukkannya ke keranjang pakaian kotor.
Namun, gerakannya terhenti.
Matanya mengerjap berulangkali, manakala melihat ada lipstik merah di kerah baju suaminya.
Sempat ia mengira mungkin itu adalah bekas lipstiknya. Tapi itu tidak mungkin. Adelia tidak pernah memakai lipstik dengan warna ini.
Lalu, lipstik siapakah itu?
---Bersambung---
"Adelia," panggil Arga.Perempuan cantik yang tengah menggendong putranya itu menoleh ke belakang memutar tubuhnya yang ramping hingga berhadapan dengan Arga. Arga mendekat, ia menyerahkan sepucuk kertas hasil tes DNA pada Adelia.Tangan Adelia gemetaran menerimanya, perlahan ia membuka kertas hasil tes DNA itu. Ia baca dengan hati-hati dan tak terlewat sedikitpun, air matanya lolos seketika."I ... ini benar kan, hasilnya positif. Aku tidak mimpi kan?" tanya Adelia sembari menangis.Tuan Dwinata yang ikut hadir di sana menyaksikan pertemuan mereka berdua ikut terharu di buatnya."Benar Adelia, dia memang suamimu, putraku dan juga papanya Langit.""Arga masih hidup, Adelia. Seperti keyakinanmu dulu yang tidak kami percayai."Tuan Dwinata ikut menangis haru, Arga langsung memeluk istrinya dan putranya. Tuan Dwinata melipir keluar pergi diam-diam memberi ruang dan waktu pada mereka."Mas... aku masih tidak percaya kamu masih hidup. Tolong jangan tinggalin aku lagi," isak Adelia.Arga me
"Maaf, aku terpaksa mengambil sedikit rambut putra kita untuk tes DNA," kata Arga.Adelia mengangguk setuju, ia juga penasaran apakah pria yang berdiri di depannya itu benar-benar suaminya atau bukan.Setelah mengambil sedikit potongan rambut Langit, Arga berpamitan pergi. Hati Adelia bergetar hebat menatap punggung pria yang mirip dengan suaminya. Ia berharap besar kalau pria itu memang benar suaminya. Meski ia tidak menunjukkannya pada Frans, namun di hati kecil Adelia sangat butuh kehadiran Arga.Di rumah sakit, Cika kelimpungan setengah mati karena tidak menemukan Frans di ruang perawatannya. Ia kemudian menanyakan keberadaan Frans pada perawat."Maaf, pasien yang biasanya di sini kok tidak ada? Apa sudah pulang?" tanya Cika."Harusnya belum, sebentar akan saya bantu mengecek," kata perawat. Di cari dimana-mana Frans tidak ada."Maaf, atas kelalaian kami. Pasien waktu itu masih dalam keadaan koma waktu kami tinggalkan. Jadi, kami tidak kepikiran kalau pasien akan meninggalkan ruma
Damian merasa kasihan melihat keadaan Frans yang terbaring lemah tak berdaya. Ia merasa Frans selalu saja mendapatkan musibah."Maaf, saya datang untuk memeriksa kondisi pasien," ucap Dokter yang tiba-tiba muncul dari balik pintu."Siapa Anda?" tanya Dokter."Oh, dia karyawan saya," jawab Damian."Terus, Nona tadi yang bersamanya?" tanya Dokter."Maaf, kalau saya bertanya terus. Saya hanya ingin tahu siapa yanh akan menanggung pembayarannya nanti," terang Dokter."Tenang saja, saya yang akan menanggung semua biaya perawatannya. Gadis yang Anda maksud adalah putri saya. Mereka mengalami musibah, ada penjahat yang menyerang terus pria ini menolong putri saya," ujar Damian."Kasihan sekali, untung saja fisik orang ini kuat. Kemungkinan komanya tidak akan lama, berdoa saja semua akan baik-baik saja," kata Dokter."Ya, semoga saja."Dokter itu telah selesai memeriksa, ia kemudian pamit keluar. Sementara Damian masih saja berdiri memandangi Frans yang tertidur di brankarnya."Aku tidak tahu
Asisten pribadi Tuan Dwinata kaget bukan main bertemu dengan Frans. Sosok yang sama dengan putra tuannya. Tubuhnya bergetar hebat, kakinya melangkah mundur ke belakang sampai membuat vas bunga yang di taruh di atas meja jatuh berantakan.Prang!Gendis maju ke depan, mau membereskan pecahan gelasnya. Namun di cegah Frans, dengan memberikan isyarat gerakan tangan."Ma ... maaf, Anda siapa?" tanya Asisten Dwinata gugup. Ia seolah melihat mayat hidup kembali."Perkenalkan, saya Frans utusan dari Tuan Damian." Frans mengulurkan tangannya. Asisten itu melirik tangan Frans sesaat lalu menatapnta dari atas hingga ke bawah."Tuan Arga, ini benar Anda?" tanya asisten."Maaf, Anda keliru. Nama saya Frans, bukan Arga," jelas Frans."Anda masih hidup? Atau kah saya tengah bermimpi?" Asisten Dwinata itu yang bernama Roy menampar pipinya sendiri. Hal itu malahan membuat Gendis tertawa."Tuan ini aneh, masa menampar diri sendiri," gumam Gendis."Aduh, sakit juga. Berarti ini tidak mimpi."Roy mengita
Asisten pribadi Tuan Dwinata kaget bukan main bertemu dengan Frans. Sosok yang sama dengan putra tuannya. Tubuhnya bergetar hebat, kakinya melangkah mundur ke belakang sampai membuat vas bunga yang di taruh di atas meja jatuh berantakan.Prang!Gendis maju ke depan, mau membereskan pecahan gelasnya. Namun di cegah Frans, dengan memberikan isyarat gerakan tangan."Ma ... maaf, Anda siapa?" tanya Asisten Dwinata gugup. Ia seolah melihat mayat hidup kembali."Perkenalkan, saya Frans utusan dari Tuan Damian." Frans mengulurkan tangannya. Asisten itu melirik tangan Frans sesaat lalu menatapnta dari atas hingga ke bawah."Tuan Arga, ini benar Anda?" tanya asisten."Maaf, Anda keliru. Nama saya Frans, bukan Arga," jelas Frans."Anda masih hidup? Atau kah saya tengah bermimpi?" Asisten Dwinata itu yang bernama Roy menampar pipinya sendiri. Hal itu malahan membuat Gendis tertawa."Tuan ini aneh, masa menampar diri sendiri," gumam Gendis."Aduh, sakit juga. Berarti ini tidak mimpi."Roy mengita
Asisten pribadi Tuan Dwinata kaget bukan main bertemu dengan Frans. Sosok yang sama dengan putra tuannya. Tubuhnya bergetar hebat, kakinya melangkah mundur ke belakang sampai membuat vas bunga yang di taruh di atas meja jatuh berantakan.Prang!Gendis maju ke depan, mau membereskan pecahan gelasnya. Namun di cegah Frans, dengan memberikan isyarat gerakan tangan."Ma ... maaf, Anda siapa?" tanya Asisten Dwinata gugup. Ia seolah melihat mayat hidup kembali."Perkenalkan, saya Frans utusan dari Tuan Damian." Frans mengulurkan tangannya. Asisten itu melirik tangan Frans sesaat lalu menatapnta dari atas hingga ke bawah."Tuan Arga, ini benar Anda?" tanya asisten."Maaf, Anda keliru. Nama saya Frans, bukan Arga," jelas Frans."Anda masih hidup? Atau kah saya tengah bermimpi?" Asisten Dwinata itu yang bernama Roy menampar pipinya sendiri. Hal itu malahan membuat Gendis tertawa."Tuan ini aneh, masa menampar diri sendiri," gumam Gendis."Aduh, sakit juga. Berarti ini tidak mimpi."Roy mengita












Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments